27. Larangan

3.9K 168 0
                                    

-Larangan hadir sebagai alasan-

Alysia Zein

___________________________________________________________________________________________________________

Devan menarik tanganku dengan posisi setengah berlari. Kami menuju ke parkiran. Dengan buru-buru Devan menyalakan motornya dan memberikan helmnya padaku.

"Tapi Van...kita ngapain ke tempat Kak Rania?"tanyaku.

"Ada acara bagus di sana. Kamu mau tetep ikut atau stay di tempat ini?"Tanya Devan.

Aku terdiam, dan begitu bingung. Diriku mengetahui ini adalah tindakan yang salah. Sekolah tentu saja tidak mengajarkan muridnya untuk membolos apalagi aku barusana kena skandal receh yang menyebalkan.

"Waktu kita nggak banyak. Ini bakal jadi pengalaman kamu yang paling nyenengin."kata Devan.

Akhirnya aku pun menaiki motornya. Devan kemudian menancapkan gasnya dan kami melaju keluar lewat gerbang belakang. Ini adalah pengalaman pertamaku ketika bolos sekolah. Pengalaman pertamaku ketika aku terkena kasus yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya. Ini membuatku semakin dewasa, di usiaku yang ke -17 tahun.

Dan ini adalah hal langka yang barusan aku temukan. Devan adalah makhluk pintar pertama yang kutemukan sebagai orang yang berani mencoba sesuatu hal baru yang mungkin dianggap sebagian besar orang nggak normal. Dan kalian tahu? Bagian menyenangkan dalam hidup adalah ketika kita bergaul dengan orang yang bener-bener kocak. Bukan orang yang alim atau jaim. Dan jujur, aku senang dengan kenakalanku sekarang.

"Kamu nyesel?"Tanya Devan.

"Enggak, Aku seneng Van."jawabku.

"Terus kamu mikir apa?" Tanya Devan.

"Aku mikir, kalau kamu itu aneh." jawabku dengan santai.

Tampak pada spion motornya, Devan mengerutkan dahi tidak mengerti. "Kenapa?"tanyanya polos.

"Kamu itu ketua osis, kamu pinter, dan kamu panutan."kataku.

"Lalu?'tanya Devan lagi.

"Biasanya kalau orang yang pinter gitu kan alim, nggak berani bolos dan bener-bener panutan."jawabku.

"Terus anehnya bagian mana?"tanyanya lagi.

"Tapi kamu Van, kamu makhluk cerdas dan gila pertama yang aku temui."kataku.

Devan tertawa renyah, "Kamu salah Zein.."

"Kenapa?"tanyaku.

"Kamu tahu nggak sebagian besar mereka yang jadi pemimpin organisasi selalu punya hal gila yang bener-bener berisiko tapi mereka seneng jalaninya. Asal kamu tahu aja, mereka yang punya ide gila itulah yang bikin kita sukses nantinya, dan aku percaya itu. Dan kamu tahu nggak? Makhluk sepinter apapun mereka punya sisi gila dalam hidupnya dan itu semua tergantung bagaimana kita menampakkannya." jelas Devan panjang.

"Jadi aku yakin, mereka yang terlalu mikir sekolah mereka atau masa depan mereka pasti dalam hati banyak tekanan yang mereka pendam. Mereka suka dengan rutinitasnya belajar tapi kadang mereka merasa tertekan dan ingin berhenti untuk nglakuin itu semu, tapi mereka nggak pernah bisa. Kamu tahu alasannya kenapa? Karena hidupnya dikejar oleh tuntutan dan target yang mereka buat sendiri, Dan aku nggak mau tertekan karena sesuatu yang aku buat sendiri." tambahnya.

Aku terdiam, bahkan Devan jauh mengerti hal yang sama sekali tidak pernah kusadari selama ini. Sesuatu yang kupendam dan kini jadi boomerang untuk diriku sendiri.

"Jadi, jangan salah kalau ada orang yang dulunya mati-matian belajar dan jadi masa bodoh dengan belajar, Itu tandanya mereka lelah dan pengen berhenti sejenak." ujarnya lagi.

Aku memeluk Devan dengan erat.

"Kita udah mau sampai." kata Devan.

Kemudian, kami sampai pada sebuah tempat yang cukup ramai. Devan memakirkan motornya dan kemudian kami masuk setelah membeli tiket masuk.

"Ini acaranya Kak Rania?" Tanya Devan.

"Iya."

Banyak stand dengan berbagai genre lukisan yang tersebar. Kami menelusuri dari satu tempat ke tempat yang lain. Lukisan di tempat ini sangat indah. punya karakter masing-masing dan makna masing-masing. Sebagian besar pemilik stand adalah murid Kak Rania di sanggarnya yang kebanyakan adalah orang yang tidak mampu.

"Kak Rania buat apa bikin acara kayak gini?"

"Buat ngasih semangat murid-muridnya, dengan kekurangan mereka kita tahu karya mereka itu bener-bener dihargai orang banyak." jawab Devan.

"Terus uang yang masuk buat apa?"tanyaku.

"Ya buat biaya penyelenggaraaan acara ini, kalaupun dana yang masuk agak besar terus ada sisanya itu nanti dipakai buat bantu anak nggak mampu lainnya. Ya misalnya, kayak ngasih sumbangan buku atau pakaian atau makanan."jawab Devan.

Kemudian kami menyusuri ke tempat lainnya lagi dan bertemu Kak Rania di sana.

"Lho kalian kok kesini?"Tanya Kak Rania.

Devan memberikan cengiran lebarnya memberi kode pada Kak Rania.

"Ini standnya Kak Rania?" tanyaku.

"Iya, kalian mau jagain?" Tanya Kak Rania pada kami.

"Boleh aja sih."kataku.

Kami berjaga stand sampai sore, dan kini waktunya untuk kembali ke sekolah dan mengambil tas.

"Kak udah sore nih, mau balik dulu,"kata Devan.

"Oke Van."

Kemudian kami menuju parkiran, dan segera tancap gas kembali ke sekolah.

"Kamu seneng hari ini?" Tanya Devan.

"Iya."

Kemudian kami sampai di sekolah, dan segera mengambil tas di kelas masing-masing dan kembali bergegas menuju motor lalu pulang.

*****

Sesampainya di rumah, aku turun dari motornya. Devan memberikan senyum manisnya padaku.

"Udah berapa persen sekarang?" Tanya Devan.

"-Eh"kataku.

Devan menaik-naikan alisnya. Aku menatapnya dengan senyum tipis. 60% Van, Batinku dalam hati.

"Buruan gih masuk," kata Devan.

"Iya, makasih Van." kataku lalu berjalan masuk.

Saat aku membuka ruang tamu, Papa sudah menunggu di sana. Duduk di sofa putih sambil menatapku dengan tatapan seperti hendak berburu mangsa. Seolah ada hal salah yang barusan ku lakukan. Tapi, ku akui memang iya.

"Kamu dari mana?" Tanya Papa.

"Sekolah."jawabku.

"Tadi Papa dapet telfon dari sekolah."

Pikiranku mulai kemana-mana. Walau bagaimana pun aku membolos tadi siang.

"Sekolah bilang, kamu nggak ikut pelajaran di jam siang. Kamu kemana?"Tanya Papa dengaan nada dingin.

Aku diam tidak berani menjawab.

"Zein, Papa Tanya sama kamu.."kata Papa.

"Pameran Pa."jawabku sambil menunduk.

"Sama siapa? Pasti ada yang ngajak kamu kan ?"Tanya Papa.

"Devan Pa."jawabku.

Papa memijit pelipisnya melihat kelakuanku yang semakin terlihat memberontak.

"Mulai besok, jangan temui Devan lagi. Papa nggak mau tahu apa hubungan kamu sama Devan. Tapi Papa nggak suka sama anak itu sejak Papa pertama lihat." Kata Papa lalu pergi.

Oke Vote and comment guys. Hmm lanjutannya bakal gimana lagi nih? Simak terus ya?

Rebrrica [COMPLETED]Where stories live. Discover now