25. Bully

3.6K 161 1
                                    

-Cinta bukan tentang ambisi untuk mendapatkannya, tapi ambisi untuk membuat bahagia dengan pilihannya-

Alysia Zein

_________________________________________

Zein POV

Pagi itu seperti biasanya, ke sekolah dengan hari yang panjang dan pelajaran yang bikin ngantuk. Pagi itu tidak ada yang berubah, aku masih dengan gaya yang sama dengan seragam abu-abuku.

Pagi itu semua orang menatapku dengan sorot tatapan jijik dan penuh benci. Aku tidak tahu apa salahku hari ini, seingatku aku tidak ada masalah apa-apa.

Aku sedikit bingung dengan tatapan mereka yang sinis. Aku sampai di kelasku. Dan yang membuatku terkejut adalah, 3 orang sahabatku menatapku dengan tatapan yang sama. Apa yang salah?

"Kalian kenapa?"tanyaku hati-hati.
"Kami kecewa."Dibba mewakili.
"Sama siapa?"tanyaku.

Mereka bertiga menatapku. "Gue?"tanyaku kemudian.

"Gue salah apa?"aku bertanya lagi.

Kemudian Sabrin menunjukan sebuah foto. Foto yang sangat kukenali nuansanya. Itu nuansa pertunangan Devan dan Shanti. Dan foto yang satunya adalah foto aku dan Devan yang tampak berciuman.

"Gue nggak nyangka, lo bisa-bisanya ciuman sama orang yang udah ditunangin."kata Fina.
"Tapi Fin..Gue nggak ciuman."sanggahku.
"Shanti saudara lo sendiri, dan Devan tuh tunangannya. Gue sekarang paham kenapa lo nggak pernah jadian sama Devan."kata  Sabrin.
"Gue nggak tau lo sebusuk itu."kata Fina  lalu pergi.

Aku menahan tangan Fina,"Lo cuman salah paham."kataku.

Yang lain diam, Fina meronta untuk dilepaskan. "Kalian cuman salah paham."kataku dengan nada semakin meninggi.

"Gue bisa jelasin."kataku agak histeris.

Kemudian ada seorang guru memanggilku dan menyuruhku ke ruang BK.

****

Ini pertama kalinya aku masuk ruangan ini karena sebuah perkara yang sebenarnya bukan sesuatu yang harus dimasalahkan. Kenyataannya ini hanya salah paham. Di sana ada Devan juga.

Aku duduk di sebelah Devan.

"Ada siswi yang melapor pada saya soal foto ini." Kata guru BK yang berkacamata kotak.

Foto itu adalah ulah Shanti kemarin dan aku menduga Shanti yang melaporkan dan menyebabkan masalah ini.

"Kalian ngapain di foto ini?"tanya Pak Suryo selaku guru BK.

Aku dan Devan saling berpandangan. Bukan masalah bingung menjelaskan tapi masalahnya adalah, apakah Bapak Suryo lebih mempercayai kata-kata kami dari pada apa yang dia lihat?

"Saya sama Zein cuman duduk di situ. Saya cuman nanyain dia kenapa nggak kelihatan di ulang tahunnya Shanti."

"Kalian ciuman?"tanya Pak Suryo.
"Enggak Pak."
"Kalian tahu konsekuensi apa yang bisa diberikan atas perbuatan asusila kalian?"tanya Pak Suryo.
"Itu bukan perbuatan asusila. Itu yang terjadi di sana antara Devan dan saya bukan berciuman. Saya hanya memberi penegasan tentang itu."

"Lalu kenapa ada yang melaporkan kalian berciuman?"tanya Pak Suryo.

"Yang melaporkan Shanti kan Pak?"tanya Devan.

"Shanti itu ada masalah sama saya," tambah Devan.
"Masalah apa? Bisa kamu jelaskan?"tanya Pak Suryo.

"Sejujurnya saya agak risih cerita masalah seperti ini Pak, tapi saya harus menjelaskan pada Bapak. Shanti itu calon tunangan saya. Tapi pertunangan saya batal karena saya emang yang batalin tunangan itu. Saya nggak ada hati sama Shanti Pak. Saya dekat dengan Zein , tapi saya bukan pacar dia Pak...tapi hati saya lebih ke dia. Jadi bapak bisa sambungkan sendiri kan, kenapa Shanti berbuat seperti itu  ke saya?"tanya Devan.

"Bapak belum bisa memastikan. Bapak akan panggil orang tua kalian. Dan bapak belum mendapatkan bukti dari omongan kamu itu." Kata Pak Suryo.

Aku membelalakan mataku dengan lebar. Apa ? Pemanggilan orang tua? Apa reaksi Papa? Bagaimana jika Papa bilang anaknya putri mesum? -_- Astaga...

"Kalian boleh keluar."kata Pak Suryo.

Kemudian aku dan Devan keluar. Kepala ku pusing dan aku yakin Devan sama pusingnya denganku saat ini.

"Aku anterin kamu ke kelas."kata Devan.
"Gausah Van..nanti takutnya nambah gosip."jawabku.

Kemudian  aku menuju ke kelas. Sesampainya di kelas, diatas mejaku ada berserakan bunga melati dan secarik kertas bertuliskan, "Pelakor!".

Semua anak dikelas menatapku. Dan aku tidak bisa membohongi diriku sendiri bahwa faktanya aku sedang terluka. Bukan pisau yang menanjap tapi sayatan-sayatannya yang begitu banyak sampai aku rasanya sulit bernapas dan begitu sesak.

Aku berlari ke kamar mandi. Menutup pintu rapat-rapat dan menangis di sana.
Aku ingin mengerutu dan marah pada Sang Pencipta, tapi aku masih bisa berpikir bahwa itu bukan hal yang pantas untuk dilakukan.

Aku bingung hendak membagi masalah ini dengan siapa. Teman? Sekarang bahkan aku tidak memiliki seorang teman. Temanku pergi dan percaya apa kata orang. Mereka percaya apa yang mereka lihat itu nyata. Mereka melihat dengan mata bukan mata batin mereka.

Tuhan, siapa yang tidak punya hati di sini?

Kuy sudah update lagi. Vote dan commentnya...Bcaa juga ya ,GLAUBE dan DELAYOTA...

Rebrrica [COMPLETED]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant