14. Pengakuan

4.7K 287 6
                                    

Jangan hanya datang membawa harapan dan pergi dengan berbagai pengkhianatan.

***

"Dev, lo ketemu Karin?" Gery dari kemarin memikirkan hal itu, ia memutuskan untuk bertanya saja walaupun kelihatannya lancang mengusik privasi orang lain.

Devan menoleh ke arah temannya. "Kenapa lo tahu?"

Gery gugup, ia bingung harus menjawab apa. "Gueㅡ"

Devan memotong. "Iya, gue ketemu dia. Disaat gue udah mencintai orang lain, masa lalu gue datang sebagai pengusik."

"Lo masih suka sama Karin?" tanya Gery.

"Gue gak suka sama dia, tapi gue sayang."

"Terus Fanya selama ini lo anggap apa?" tanya Gery lagi sedikit kesal.

"Ger, suka sama sayang beda. Gue cinta sama Fanya, gue sayang sama dia. Tapi sama Karin gue sayang karena..."
Devan sengaja menggantungkan kalimatnya yang membuat Gery menunggu ucapan Devan.
"Kasihan."

Gery terkekeh. "Kasihan? Maksud lo apa?"

"Gue anggap dia masa lalu gue yangㅡ"

Gery memotong. "Jangan suka kasih harapan berlebihan. Kalau lo emang cinta sama Fanya, jauhin Karin."

"Ger, gue udah anggap Karin sebagai teman aja, gak lebih."

"Teman tapi sayang gitu? Terus Fanya apa?" Gery tidak habis pikir dengan Devan. Ini sudah terlanjur, mereka bertiga sudah terjebak dalam masalah besar. Cinta yang rumit.

Devan terdiam sesaat sebelum menjawab lagi. "Lo gak bakalan ngerti, lo gak ngerasain jadi gue."

"Iya, gue emang gak bakalan ngerasain jadi lo. Tapi setidaknya dengan penjelasan itu, gue ngerti Dev."

"Lo cinta sama Fanya, tapi Karin datang membuat lo ragu," lanjutnya.

Devan tidak bisa menjawab, ada benarnya perkataan Gery. Lalu dirinya harus bagaimana?

"Semuanya bakal tersakiti, pilih keputusan yang bener. Gue cuma kasih saran sebagai sahabat," ucap Gery lalu pergi meninggalkan Devan sendirian.

Devan menghela napas berat, ia kurang tidur semalam karena menemani Karin. Ia melihat ponsel yang berisi pesan dari Karin, ia memilih mengabaikannya. Sedangkan Fanya sama sekali tidak mengechat.

Di kelas lain, Fanya sedang duduk di bangku kantin bersama Misel. Ia terus menatap ponselnya, berharap ada pesan dari Devan.

"Jangan ngelamun, makan baksonya Fan," tegur Misel yang membuat Fanya menghela napas panjang lalu menyimpan ponselnya.

"Lo pernah gak jatuh cinta terus di kecewain?" tanya Fanya kepada Misel.

"Gak, gue gak pernah pacaran. Tapi gue pernah suka sama seseorang," kata Misel lalu menyuapkan baksonya ke dalam mulut.

"Kalau berjodoh, suatu saat pun kalian akan bersama," ujar Misel sambil terkekeh pelan.

Fanya ikut terkekeh. "Iya, lagian gak penting mikirin yang gitu."

Misel menyeruput jusnya sebelum berucap. "Gak apa-apa sih, rencana gitu."

Fanya menaikan sebelah alisnya. "Rencana apa?"

"Gak deh, gak jadi," ucap Misel sambil menunjukan deretan giginya.

***

"Gue mau jujur." Devan sudah memutuskan untuk menjelaskan semuanya, termasuk tentang Karin.

Fanya tidak menjawab, ia menunggu Devan melanjutkan ucapannya.

Attention [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang