Chapter 12

27 3 3
                                    


Nit-nit-nit, bunyi-bunyian itu muncul dari monitor yang berada di ruangan ICU. Tubuh Andan terbaring tak berdaya, ia masih tak sadarkan diri pasca operasi. Terpasang ventilator, oksigen, dan infus ditubuhnya yang lemah itu. Siapapun belum boleh masuk ke ruangan tersebut, kecuali perawat dan dokter. Yang mampu Anet lakukan hanyalah melihatnya dari balik kaca transparan yang membatasi.

"Bodoh."

Anet menoleh ke arah Maria yang ikut berdiri di sampingnya. Kedua alisnya terangkat, mempertanyakan maksud dari ucapan yang baru saja di dengarnya.

Maria menyeringai, "dia nekat menerobos hujan lebat hanya untuk segera bertemu denganmu. Dan gilanya lagi, dia memilih menggunakan jalan alternatif ke tepian gunung itu. Apa cinta selalu sebodoh itu ya?!"

"Maksudmu apa Maria?"

"Ya, dia!" tunjuknya pada Andan. Wajah Anet masih kebingungan untuk mencerna maksud dari kalimat Maria.

"Aku masih tidak mengerti.." Anet menggelengkan kepalanya.

"Ikut aku!" ajak Maria yang melenggang, meninggalkan ruangan dan diikuti Aneta.

"Udara di luar jauh lebih membuatku lega bernafas." Mantan kekasih Andan tersebut tersenyum sambil menoleh ke arah Anet. Lantas ia mereguk coklat panas yang tadi ia beli di kantin rumah sakit. Anet hanya diam, kesepuluh jari- jemarinya memeluk cup latte yang juga ia beli dari kantin.

"Katanya, antara laki-laki dan perempuan itu tak kan pernah ada persahabatan yang murni. Ada dua kemungkinan yang bisa saja terjadi. Yang pertama, salah satu diantaranya memendam rasa, atau mungkin keduanya. Jadi diantara kalian berdua, kemungkinan mana yang terjadi?"

Pertanyaan yang menohok bagi Anet, dia menundukan kepala lantas berfikir. Menimbang haruskah ia katakan yang sejujurnya pada Maria.

"Ku rasa, kemungkinan yang pertama."

"Uhm.. Kak Andan kepada Kak Anet?"

Aneta menghela nafas, "lebih tepatnya aku kepada Andan. Karena wanita yang Andan sukai itu kamu, bukan aku."

Maria tertawa geli, "rupanya kemungkinan yang kedualah yang terjadi."

"Maksudmu?"

"Selama di Yogya, setelah urusan bisnisku selesai, aku menemani Kak Andan untuk mencari seseorang bernama Pak Tua," Anet terhenyak, dia mulai serius mendengarkan. "Dia mendengar kabar jika seseorang yang diperkirakan menjadi korban kebakaran di tahun 2012 itu ternyata masih hidup. Dia sangat ingin bertemu dengan Pak Tua tersebut, sayang saat kami berhasil mendapatkan alamatnya, orang yang kami cari tak ada. Menurut pegawainya, ia sedang ke luar kota." Anet teringat akan hari dimana Pak Tua datang menemuinya.

"Kak Andan bilang, jika Pak Tua benar-benar masih hidup, maka ini akan menjadi kabar membahagiakan bagimu. Pak Tua adalah orang pertama yang mengajarimu membuat kopi kan?"

Anet mengangguk.

"Lalu Kak Andan mendapat kabar lagi jika Pak Tua ternyata tengah berkunjung ke Bandung, akhirnya kami memutuskan untuk pulang. Sayangnya lagi pesawat kami harus delay untuk beberapa jam, Kak Andan sudah resah. Dia ingin segera pulang. Dan kau tahu apa? Selama berjam-jam kami menunggu, yang ia ceritakan semuanya hanya tentangmu. Aku baru menyadari, jika ternyata di pikirannya hanya dipenuhi kamu Kak. Setiap aku berusaha mengingatkannya pada kenangan-kenanganku dengannya, yang dia ingat hanya kenangan saat bersamamu. Aku bertanya padanya, apakah mungkin bagi aku dan dia untuk bersama lagi? Dan jawabannya adalah 'tidak'. Dia bilang dia telah menyadari sesuatu yang selama ini telah ia lewatkan berulang kali, yaitu kamu, Kak Anet." Sekulum senyum pun mengakhiri cerita Maria.

Coffee Shop LoveWhere stories live. Discover now