Chapter 8

33 5 0
                                    


Akhir pekan, dan tanpa hari yang hujan. Kedai kopi Anet cukup ramai sore itu, bahkan sejak dari pagi. Anet cukup kelelahan tanpa bantuan dua pekerja magangnya yang hanya ada di hari Minggu. Diusap-usapkan punggung tangan kanannya pada dahi yang sedikit berpeluh, lalu kedua tangan terampil itu kembali sibuk menyeduh kopi-kopi pesanan pelanggan. Dengan langkah kaki yang sudah pegal ia antar menuju meja pemesan. Masih dengan senyum ramahnya. Bukankah pembeli adalah raja? Ya, dengan senang hati Anet melakukan pekerjaanya sebagai barista tersebut.

"Hay, selamat sore nona pembuat kopi."

Aneta mendongak, mengarahkan pandangan ke arah suara yang tepat bearada di depan matanya. "Hay sore, secangkir mocha?"

"Kali ini, dua." Senyum terurai dari raut wajah Andan. Kedua alis Anet ia pertemukan dalam ekspresi dari kata tanya, kepalanya sedikit dimiringkan ke kanan. "Hehe, untuk dia satu," lanjut Andan sambil melempar pandangan ke arah kursi dekat jendela yang sudah dihuni oleh Maria yang sedang duduk cantik memandangi sorot lembut dari matahari sore.

Jantung Aneta sedikit tersentak mendapati sosok perempuan dari masalalu Andan itu hadir kembali, dan kini di kedainya. Dengan anggukan lemah ia merespon. Bibirnya memasang senyum perih yang coba ia tutupi.

"Thanks.." laki-laki berperawakan tinggi berisi itu lantas berlalu, menemui gadis yang ia bawa.

Apakah kali ini dia akan meminumnya? Bukankah dia tidak suka kopi?! Senyum hampa tersungging di bibir Anet mengiringi bsikan dalam batinnya. Teringat kembali di benaknya, masa dimana Andan tengah merajut kisah kasih yang indah bersama Maria. Masa dimana Andan masih belum mengetahui tentang perasaan Aneta yang sesungguhnya.

"Net, aku punya pacar." Katanya di suatu sore saat baru saja Andan pulang dari les bahasa Jerman dan menghampiri foodtruck kopi Anet di taman kota. Anet yang tengah menyusun cup-cup kopi bergeming, nafasnya tercekat, matanya hanya lurus memandangi cup-cup kopi itu. Ia tak berani melihat ke arah Andan. "Dia adik kelas kita waktu SMA, namanya Ma-ri-a." Lanjutnya dengan nada girang.

Waktu itu adalah tahun pertama setelah mereka lulus SMA, Andan masih belum mendaftarkan diri ke fakultas kedokteran. Ia masih banyak mengambil berbagai les untuk membekali diri saat kelak ia berangkat ke Jerman. Sementara Aneta, dia memulai bisnis dengan menjual kopi menggunakan foodtruck. Sebuah mobil VW Combi milik kerabatnya ia sulap menjadi kedai kopi berjalan miliknya.

"Nah itu dia datang." Andan melihat ke arah gadis cantik berseragam putih abu dengan totebag warna hitam tersampir dibahu bersama beberapa buku yang ia peluk. Anet ikut menoleh, jantungnya seketika terasa berhenti berdetak, darahnya seolah menyusut tak mengalir. Dan seperti sekarang, Andan juga memesan dua cup mocha waktu itu. Satu cup mocha yang disajikan untuk Maria tak diminumnya sama sekali.

"Kenapa kau tak meminumnya? Apa mocha-nya tidak enak ya?" tanya Anet saat Andan meninggalkan mereka berdua karena pergi mencari camilan.

"Uhm... aku tidak suka kopi dan semacamnya." Jawab gadis itu sambil menggelengkan kepala.

"Ooh, kalau begitu mau ku ganti dengan teh hangat?"

"Tidak usah, terimakasih."

"Mbak, lattenya!" teriak pelanggan tiba-tiba yang baru saja datang menghampiri foodtrucknya.

"Iya sebentar," balas Anet berteriak, "aku permisi ya!" lantas ia meninggalkan Maria yang duduk di bangku taman.

Dari dalam foodtruck Anet melihat sepintas pada Maria yang membuang minuman mochanya ke tanah, hingga tinggal tersisa setengah cup. Dan mungkin Andan tak tahu jika ternyata Maria tidak menyukai kopi, hingga hari ini dia kembli memesan minuman itu sama seperti waktu pertama kali mereka berkencan di hadapan Aneta.

Coffee Shop LoveWhere stories live. Discover now