E N A M B E L A S

226K 14.2K 347
                                    

Cerita ini sudah di revisi

Happy Reading

***

   Saat ini Maura tengah berada di taman yang terdapat danau, tak jauh dari perumahannya. Duduk di rerumputan memeluk kedua lututnya menatap langit berwarna biru cerah di atas sana. Maura mengenakan jaket pemberian Ivanka dan celana panjang untuk menutupi luka lebam di tubuhnya. Semilir angin berhembus menerbangkan helaian rambut panjangnya yang tergerai tak beraturan. Keadaan gadis itu nampak kacau dengan wajah pucat serta kedua matanya yang sembab akibat menangis semalaman.

Maura merasa hidupnya semakin menyedihkan setelah kepergian Ivanka. Ingin rasanya pergi jauh dari rumah itu namun Maura sadar, ia tak memiliki tujuan. Hanya Samuel yang ia punya di dunia ini sekarang dan Maura tidak mungkin meninggalkannya. Karena meskipun Samuel tak menganggapnya, Samuel tetaplah ayahnya dan Maura sangat menyayanginya.

Air matanya menetes mengingat setiap perlakuan ayahnya pada dirinya. Maura bahkan tak pernah sekalipun merasakan dekapan hangat seorang ayah. Samuel tak pernah memeluknya, menanyakan tentang dirinya, apakah ia sudah makan atau belum, apa dia lelah, bagaimana sekolahnya, apakah ada orang yang menyakitinya? Samuel tidak pernah menanyakannya sedikitpun. Samuel juga tak pernah mengajaknya jalan-jalan atau bahkan sekedar mengantar dan menjemputnya. Hanya Kinara yang merasakan semua perlakuan hangat Samuel, dirinya tidak. Saat mengetahui jari Kinara terluka, Samuel terlihat khawatir dan langsung mengobatinya. Berbeda dengan dirinya, Samuel hanya melihatnya acuh dan berlalu pergi meski dirinya terluka parah sekalipun.

Maura merasa iri.

Maura ingin merasakan kasih sayang seorang ayah. Bagaimana rasanya di peluk, di manja, di tanyakan keadaannya. Pergi jalan-jalan bersama, memakan es krim bersama, menonton tv bersama, Maura ingin merasakannya.

Maura menoleh saat merasakan seseorang duduk di sampingnya. Gadis dengan rambut sebatas bahu itu ikut menoleh ke arahnya lalu tersenyum.

"Boleh ikut duduk di sini kan?" tanyanya. Maura sedikit mengerutkan keningnya merasa aneh pada gadis itu yang baru bertanya padanya setelah dia duduk begitu saja di sampingnya. Maura pun akhirnya mengangguk.

"Gue Ghea" ujarnya sembari mengulurkan tangannya ke arah Maura. Maura memandang tangan Ghea lalu beralih menatap gadis itu.

"Lo?" tanya Ghea.

"Maura" jawab Maura tanpa membalas uluran tangan Ghea. Ghea meraih tangan kanan Maura untuk membalas uluran tangannya.

"Salam kenal, Maura" ujar gadis itu lalu tersenyum. Membuat Maura tertawa kecil dengan tingkah gadis di sampingnya itu.

"Lo ngapain di sini? Gak sekolah?" tanya Ghea. Maura menggeleng.

"Bolos. Lo sendiri?"

"Gue baru aja pindah dari Bandung tadi pagi, jadi gak sekolah dulu" Maura ber-oh ria.

"Rumah lo di mana?" tanya Maura sembari melempar beberapa kerikil ke arah danau.

"Agak jauh sih kalo dari sini soalnya rumah baru gue emang bukan daerah sini"

Maura melirik Ghea sekilas. "Terus kenapa lo bisa nyasar ke sini?"

Ghea terkekeh. "Karena tamannya bagus, ada danaunya, gue suka. Di daerah rumah gue gak ada taman sebagus dan senyaman ini, mangkanya gue ke sini"

"Lo ke sini sendiri?" tanya Maura. Ghea mengangguk.

"Nggak takut? Lo kan baru pindah ke sini"

Ghea menggeleng. "Teknologi udah canggih kali, Ra. Jadi gak perlu khawatir nyasar" Maura mengangguk membenarkan.

My boy Is Cold Prince [SUDAH  TERBIT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang