T U J U H

255K 16.2K 617
                                    


Cerita ini sudah diperbaiki ya😊

Happy Reading~

***

Dua bulan berlalu, Maura masih tetap melakukan pembalasan setiap Arkan mengganggu ketenangannya. Setiap kali Maura berniat ingin membolos, cowok itu selalu muncul dan menggagalkannya. Maura sudah sangat kesal dengan sikap Arkan yang selalu ikut campur. Cowok itu bahkan sama sekali tidak mau mengalah dalam hal kecil. Seperti saat ini ketika dirinya sampai di kantin dan ingin membeli minuman. Rasa haus menyerangnya setelah pelajaran olahraga selesai karena kelasnya di tugaskan untuk berlari keliling lapangan dua puluh putaran.

"Ini punya gue!" seru Maura ketika botol mineral yang di berikan ibu penjual di rebut seseorang.

"Gue duluan" Kata Arkan tak mau kalah karena ia memang sudah tiba lebih dulu sebelum Maura.

Maura mendengus kesal. Gadis itu kembali merebut botol mineralnya dari tangan Arkan. "Ngalah kek! Gue haus banget nih!"

Arkan merebut botol mineralnya kembali.

"Sama" ketusnya lalu berbalik pergi meninggalkan kantin setelah membayar.

Maura menatap punggung Arkan sembari menghentakkan kakinya kesal. Cowok itu benar-benar menyebalkan.

"Es batu reseee!!" teriaknya. Tidak perduli dengan tatapan seluruh penghuni kantin yang saat ini menatapnya aneh.

"Neng udah neng, ibu jual banyak kok gak cuma satu. Nih ambil gak usah bayar soalnya tadi den Arkan ngasih uangnya kebanyakan" kata ibu penjual sembari memberikan botol mineral pada Maura.

Maura mengerut kan keningnya, Heran. Kenapa nama Arkan begitu di kenal di sekolah ini, sampai ibu penjual kantin pun mengenal cowok menyebalkan itu.

"Ibu kenal dia?" tanya Maura.

"Siapa sih yang gak kenal murid terganteng dan jenius kayak den Arkan di sekolah ini?"

'Gue' Maura menjawab dalam hati.

"Den Arkan mah orangnya baik neng, ibu seneng sama dia. Kalo anak ibu cewek mah udah ibu pepetin terus ke dia. Sayangnya anak ibu ketiga-tiganya cowok semua sih" sambungnya.

Maura memutar bola matanya ketika mendengar kalimat yang di lontarkan ibu kantin barusan.

"Baik dari mana? Rese bin nyebelin gitu di bilang baik"

Setelah mengambil botol mineralnya Maura pun pergi meninggalkan kantin dengan perasaan kesal.

❄❄❄

Saat ini Maura, Calista dan Rafa sedang berada di salah satu Café yang tak jauh dari sekolah. Mereka tengah mengerjakan tugas matematika yang harus di kumpulkan besok pagi. Untuk itu Rafa ada di sana untuk membantu mereka mengerjakan pr. Rafa memang terbilang cowok yang pintar di kelasnya. Dan Maura merasa terbantu karena mempunyai sahabat yang lumayan jago matematika.

"Ngomong-ngomong, gue akhir-akhir ini sering liat lo sama Arkan, Ra. Kalian ada hubungan apa?" tanya Rafa.

Maura menggeleng, "Nggak ada apa-apa, emang dianya aja suka nempel-nempelin gue, kayak daki"

Calista tertawa mendengarnya. "Anjir lo ya, ganteng gitu di katain daki"

Maura mengangkat kedua bahunya cuek. "Ganteng tapi nyebelin kan percuma" ujarnya sembari menyalin jawaban yang Rafa berikan padanya.

"Kalian keliatannya akrab banget" ujar Rafa, menatap Maura sedikit berbeda. Sejak pertama kali bertemu dengan Maura, Rafa memang sudah menaruh hati pada gadis itu. Namun Rafa memilih memendam perasaannya karena tidak ingin merusak persahabatan mereka. Lagi pula, Rafa sedikit pesimis. Takut Maura menolaknya. Jadi lebih baik seperti ini. Menurutnya, berada dekat dengan Maura seperti ini saja sudah lebih dari cukup.

Maura bergidik mendengar perkataan Rafa. Akrab? Ia tidak pernah membayangkan sedikit pun jika dirinya akrab dengan es batu berjalan itu.

"Akrab? Sama dia? Dih,,, ogah banget!" sewotnya.

"Kenapa?" tanya Rafa tak mengerti.

"Tiati lo, Ra. Ntar nyantol ke hati"

Maura menggeleng. "Amit-amit! Gue gedek banget sama dia, selalu aja ikut campur dan ngusik ketenangan gue. Rasanya pengin gue cabik-cabik tuh muka sok gantengnya dia"

Rafa terkekeh. "Kayaknya lo benci banget ya sama dia?"

Maura mengangguk singkat. "Emang"

"Hati-hati lo, Ra. Sekarang mah lo bisa aja bilang benci tapi gatau nanti, mungkin lo bakal bilang cinta sama dia. Kalo kata pepatah nih ya, benci bisa jadi cinta, dan cinta bakal tumbuh karena terbiasa" ujar Calista.

"Lo kan hampir tiap hari tuh sama dia, gue yakin gak lama lagi lo ada rasa sama dia atau mungkin dia yang udah ada rasa sama lo" lanjut Calista.

"Apaan sih! Kok malah jadi ngomongin dia? Bikin badmood aja" Maura merapihkan barang-barangnya lalu melangkah pergi dari sana.

"Lo sih Ta" tegur Rafa. Cowok itu pun bangkit dari duduknya, memasukkan buku dan alat tulisnya ke dalam tas.

"Lah, lo mau cabut juga?" tanya Calista.

"Iyalah, gue mau nyusul Maura sekalian anterin dia balik. Kasian Rara balik sendirian" Rafa pun akhirnya melangkah keluar café. Meninggalkan Calista yang mendengus kesal karena di tinggal sendirian oleh kedua sahabatnya.

❄❄❄

Maura pulang dengan di antar Rafa. Gadis itu melangkah masuk, mendapati Samuel dan Kinara yang tengah tertawa di sofa ruang tengah. Terlihat keduanya sedang menonon tv dengan posisi Samuel yang memeluk Kinara dari samping.

Maura merasa iri.

Ia tidak pernah seperti itu pada ayahnya. Jangankan memeluknya, berbicara lembut dengannya saja Samuel tidak pernah melakukannya. Maura mendesah pelan, ia ingin sekali di perlakukan lembut oleh Samuel.

Tidak ingin mengganggu, Maura langsung melangkah menaiki anak tangga menuju kamarnya, mengunci pintu lalu merebahkan dirinya di atas kasur, menatap langit-langit kamarnya dalam diam.

Sampai kapan ia harus hidup seperti ini? Kapan ia bisa merasakan perlakuan hangat dari ayahnya?

Rasanya sangat tidak adil jika Samuel hanya memperlakukan Kinara dengan baik. Ia juga anaknya, jadi ia berhak mendapatkan kasih sayang dari seorang ayah. Tapi kenapa hanya Kinara saja yang di perlakukan lembut oleh Samuel?

"Gak adil" gumam Maura.

Gadis itu pun memejamkan matanya dan tertidur.

❄❄❄

FOLLOW :

WATTPAD :
@hananayajy_

INSTAGRAM :
- Hananayajy_
- Wattpadhn_

YOUTUBE :
- Hananayajy_

My boy Is Cold Prince [SUDAH  TERBIT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang