S E P U L U H

235K 15.3K 606
                                    

Cerita ini sudah revisi😊

Happy Reading

Hari minggu, hari di mana semua orang berkumpul bersama keluarga atau sekedar nongkrong bersama teman-teman. Pergi ke suatu tempat yang menyenangkan untuk mengisi liburan mereka. Lain halnya dengan Maura , gadis itu kini tengah berada di pemakaman. Berdiri di depan pusara sang ibunda dengan memegang bucket bunga Lily di tangannya. Maura berjalan ke samping pusara dan berjongkok, lalu meletakkan bucket bunga yang di pegangnya di atas gundukan tanah. Maura menarik napasnya kemudian tersenyum.

"Selamat ulang tahun bunda"

"Maaf ya bun, Rara belum bisa bujuk ayah buat jenguk bunda"ujar Maura tersenyum sedih. Sebelum pergi kemari Maura sempat mengajak Samuel untuk ikut bersamanya, namun Samuel menolaknya dan memilih pergi bersama Jessica dan Kinara ke mall. Maura sakit hati. Semenjak Ivanka meninggal, Samuel tak pernah mengunjungi makam Ivanka. Pria itu bahkan tak mau ambil pusing soal peringatan kematiaan Ivanka dan memilih pergi bersenang-senang dengan keluarga barunya. Maura merasa sangat sedih, namun ia juga tak bisa membenci ayahnya sendiri. Karena hanya Samuel yang ia punya sekarang dan kepada Samuel lah Maura pulang. Maura tak punya tujuan selain ayahnya. Jadi, seberapa keras dan kejam sikap Samuel padanya Maura selalu memaafkannya, karena bagaimanapun juga Samuel tetap ayahnya.

"Bunda apa kabar di sana?"tanya Maura, berusaha menahan air matanya yang sudah menggenang di pelupuk matanya. "Oh iya, bunda liat nggak apa yang aku pake sekarang? Aku pake sweater pemberian bunda loh... Bunda seneng gak?"

"Waktu bunda kasih jaket ini di hari ulang tahun Rara, bunda bilang jaket ini bunda yang buat sendiri kan?" Maura tersenyum. "Mangkanya Rara sayang banget sama jaket ini, jaket ini jadi jaket kesayangan Rara karena ini pemberian dari bunda dan bunda sendiri yang buat untuk Rara"

Hening sejenak sampai Maura menghela napas panjangnya.

"Rara kangen bunda... Bunda kangen juga nggak sama Rara?"tutur Maura sembari mengusap batu nisan di hadapannya dengan tatapan sedih. Air matanya terus menetes, Maura masih belum bisa mengikhlaskan Ivanka pergi.

Maura merasa kesepian.

"Bunda, doain Rara ya dari sana. Semoga suatu saat nanti ayah nganggep Rara dan nyayangin Rara seperti ayah nyayangin Kinara" Maura tersenyum kecil, namun tak berselang lama tangisannya meledak. "hiks, Rara pengin di sayang sama ayah... Rara pengin di peluk sama ayah... Rara pengin di anter jemput ke sekolah sama ayah... Rara pengin di ajak jalan-jalan sama ayah, cerita-cerita dan bercanda sama ayah. Rara pengin ngerasain itu bun..."

Maura menghapus air matanya lalu tersenyum. "Maaf bun... Rara jadi cengeng gini, padahal kan bunda bilang kalo Rara harus jadi cewek yang kuat. Anak bunda yang kuat" Maura menarik napasnya dalam-dalam lalu tersenyum lagi. "Inshaallah Rara kuat bun..."

❄❄❄

Di temani ribuan bintang yang gemerlapan di langit malam, Maura berdiri di pembatas besi balkon kamarnya yang sudah di hiasi balon dan lampu warna-warni sembari memegang kue di tangannya.

Gadis itu lalu mulai bersenandung. "Selamat ulang tahun,,, selamat ulang tahun,,, selamat ulang tahun bunda,,, selamat ulang tahun,,,"Maura tersenyum kecut lalu kembali menengadahkan kepalanya ke langit, menatap bintang yang peling terang di atas sana.

"Selamat ulang tahun bunda. Maaf ya bun, Rara ngerayain ulang tahun bunda sendirian lagi, soalnya ayah-"

"Apa-apaan ini?!!" bentak Samuel yang sudah berdiri di pintu balkon kamar Maura. Maura berbalik menatap Samuel kaget.

My boy Is Cold Prince [SUDAH  TERBIT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang