Axelandra - 15

1.9K 122 33
                                    

"Ayo, Ra, ke kelas," ajak Crystal lalu ia meneguk minuman dinginnya.

Aku menoleh. "Sebentar, Crystal. Aku belum selesai menyantap sup-ku."

"Kau ini, lama sekali." sahut Crystal sambil melempar kaleng minumannya ke arah tempat sampah. "Ups! Maaf."

Kaleng itu ... mengenai seseorang. Seseorang menoleh. Aku bisa melihat jelas lewat mata birunya --wajahnya tertutup rambut-- dan diyakinkan oleh sepatu sneakers hitamnya, dia adalah ... Reyna Janetta.

"Kau ini!!!" serunya.

"Ma--maafkan aku." ucap Crystal. 

Reyna memelototi Crystal. "Aku tak bisa memaafkanmu!"

"Ma--maafkan aku. Aku tak sengaja. Aku tak tau kalau kau akan lewat. Maaf." Crystal memohon. Wajahnya memucat. Mungkin ia menyadari bahwa perempuan --Reyna-- itu adalah sahabat Callie.

"Sudahlah, Reyna." kataku. "Bajumu tidak basah, bukan? Jadi, maafkan saja Crystal. Lagipula, dia memang tidak sengaja."

Reyna tersenyum licik. "Mungkin aku memaafkan dia. Tapi, aku akan mengadukan hal ini pada Callie dan apa tanggapannya? Apa Callie bisa memaafkan Crystal?"

"Kau keterlaluan!" seruku. "Apa perlu hal sepele ini di laporkan pada Callie?"

"Perlu." jawab Reyna mantap. "Karena dia harus mendapatkan balasannya!"

"Bukankah dia sudah mengatakan bahwa ia tak sengaja? Jadi, tak perlu di besar - besarkan lagi!" seruku.

"Kau. Diam. Axelandra." ucap Reyna sambil menatapku tajam.

* * *

Aku merogoh laci mejaku, mencari kotak pensilku. Namun, permukaan telapak tanganku merasakan ada benda lain di dalam laci mejaku. Seperti ... kertas. Aku mengambil kertas tersebut. Ternyata sebuah amplop. 

Tetapi, tadi, saat aku menarik kertas --amplop-- tersebut, tanganku seperti menyentuh plastik. Apa itu? Siapa yang berani - beraninya membuang sampah sembarangan di dalam laci mejaku? Benar - benar tak tau tata krama.

Aku kembali memasukkan tanganku ke dalam laci mejaku, mencari - cari plastik yang kumaksud. Ketika tanganku berhasil menyentuh plastik itu, aku mengambilnya. Dan ... keluarlah setangkai bunga mawar merah yang di bungkus dengan plastik. Benar - benar tak terduga.

Aku melirik Crystal yang duduk disebelahku. Ia malah asyik mendengarkan Mr. Liam yang sedang menjelaskan materi yang katanya penting. Ehm, sebentar, Crystal bukan asyik mendengarkan Mr. Liam. Namun, ia asyik mengunyah permen karetnya. Dasar, Crystl Allona sang murid teladan.

Sebentar, kalau diperhatikan, bunga mawar merah ini tidak segar. Bahkan, bunga mawar ini agak sedikit layu. Penasaran, aku membuka amplop berwarna merah tadi. Terdapat sebuah kertas yang sepertinya di robek asal dari buku tulis si penulis.

Bunganya sudah layu, bukan? Hmm, jangan salahkan aku. Salahkan dirimu sendiri, yang tak datang kemarin siang hingga bunga mawar itu layu, menunggumu. Aku sendiri hampir layu karena menunggumu yang tak kunjung datang. Hmm, mungkin kita tidak diizinkan untuk bertemu? Karena selalu saja ada yang menghalangi pertemuan kita. Namun, aku tak akan menyerah.

Aku tersenyum tipis membaca sederet kalimat yang di tulis rapih ini. Tulisan tangan yang rapih ini persis dengan dua surat yang pernah kuterima sebelumnya. Artinya, pengirim surat dan bunga mawar merah ini adalah orang yang sama dengan pemberi surat - surat itu, bukan?

Dan untuk yang kedua kalinya, ia berhasil membuat kupu - kupu berterbangan di dalam perutku.

* * *

"Maaf." ucap Crystal tatkala ia menabrak seseorang yang baru saja ingin masuk ke dalam toilet perempuan ini.

Aku menoleh. "Stella?" gumamku pelan.

Perempuan bernama Stella itu tersenyum tipis melihatku. Loh, bukannya dia adalah sahabat Callie?

"Aku yang seharusnya minta maaf padamu, Crystal. Aku yang menabrakmu." ucapnya kemudian.

Crystal tersenyum. "Baiklah."

Aku terus memperhatikan Stella hingga ia masuk ke dalam salah satu bilik toilet.

"Hei? Kau kenapa?" tanya Crystal.

Aku menggeleng pelan. "Dia ... Stella?"

"Ya." Crystal mengangguk.

"Mengapa dia seperti itu?" tanyaku.

"Seperti itu? Maksudmu?" Crystal menaikkan sebelah alisnya.

"Ya, bisa kau lihat tadi, dia sangat baik pada kita." jawabku.

Crystal tersenyum. "Dia memang seperti itu. Biarkan saja."

"Aku tak menyangka dia bermuka dua." kataku sambil mencibir.

"Dia tak seperti yang kau duga." sahut Crystal.

Aku mengernyitkan dahi. "Kau ... percaya ... bahwa Stella betul - betul baik kepada kita?"

Crystal hanya tersenyum.

"Kau kenapa?" tanyaku.

"Stella sebenarnya hanya dipengaruhi oleh Callie." ucapnya.

"Maksudmu? Kau tahu apa tentang dia?" tanyaku bingung.

Crystal menarik sudut bibirnya keatas. "Apakah kau percaya kalau Stella adalah sepupuku?"

* * *

Pukul 14:35

"Cafe Titanium jam 3 sore. Dan kau tak boleh ikut." ucapku.

Crystal melirikku lalu mengerucutkan bibirnya.

"Aku harus ikut." katanya kemudian.

"Crys," aku mendekatinya. "Kalau kau ikut, dan siapa tahu disana ada Callie dan gerombolannya, kau bisa jadi butiran debu!"

"Apa kemungkinan itu takkan terjadi padamu?" tanya Crystal. "Kau yakin?"

Aku melirik Crystal. Lalu menggelengkan kepalaku perlahan. Benar juga apa yang diucapkannya.

Aku menggaruk tengkukku." Lalu bagaimana?"

Crystal mengedikkan bahunya. "Aku tak tau."

Aku mengambil secarik kertas yang diberikan Alaric tadi, sepulang sekolah. Aku kembali membaca 

Tolong untuk kali ini kau harus bisa. Jam 3 sore di Cafe Titanium.

Crystal bangun dari duduknya lalu mendekatiku. "Axelandra,"

Aku menoleh. Crystal tersenyum, menampilkan deretan gigi putihnya. Lalu ia menyentuh bahuku dengan lembut.

"Semua akan baik - baik saja. Temuilah dia. Aku akan mendoakanmu." Crystal tetap tersenyum hingga ia terjatuh dan tak sadarkan diri.

* * *

HAI SEMUAAA

PENDEK LAGI HAHAHAHA BIARIN WKWK JANGAN MARAH YA GUE LAGI GA MOOD NIH WKWKWK UDAH AH YANG PENTING DILANJUT. RIBET L WKWK.

OKEY CUMA MAU BILANG ITU DOANGGGG

OH YA DON'T FORGET TO VOTE AND COMMENT BELLOW! COMMENT(S) JUGA BOLEH WKWKWK:3

OYAAA CHAPTER INI DIDEDIKASIKAN UNTUK ... KALIAN SEMUA OKEYYY!<345678

AxelandraWhere stories live. Discover now