"kok abang di gigit lagi sih Ga? Abang salah apa?!" protes Evan sambil mengusap bekas gigitan Aga di tangan kanan evan. Aga mengerucutkan bibirnya sambil menatap Evan tidak suka.

"Abang mau marahin Micin kan? Gak boleh!" teriak Aga marah-marah. Evan menghela napas panjang.

"Sha, ubah gue jadi zombie juga dong, gue udah kegigit dua kali nih."

Semua orang yang ada di sana kompak bengong mendengar kata-kata Evan. Shasa bahkan sampai menganga tidak percaya. Bagaimana bisa Evan dengan santainya berkata seperti itu? Di sampingnya, Aga menatap Evan dengan mata berbinar-binarnya yang lucu. Detik berikutnya dia melompat-lompak kegirangan.

"Hore! Abang jadi zombie sekarang!" teriak Aga sambil melompat-lompat kegirangan. Evan tersenyum melihat Aga begitu girangnya. Dia bahkan langsung mendorong Evan untuk duduk di sofa dan menyuruh Shasa mengambil perlengkapan make up nya.

"Bisa gak sih ngajakin Aga nonton sesuatu yang bener. Kenapa lo selalu cari masalah," kata Evan pelan saat Shasa mulai memakaikan make up di wajahnya. Shasa tergelak, tidak menyangka Evan akan memarahinya diam-diam seperti ini.

"Sekali-kali lah Van, emang dia gak bosen nonton doraemon terus. Lagian, lo gak suka liat Aga ketawa kayak gitu. Dia seneng banget tadi pas didandani jadi zombie."

"Seneng, makanya kali ini lo gue maafin," Shasa menatap mata Evan lekat-lekat. Kepalanya mendadak mundur saat matanya bertemu pandang dengan mata teduh Evan. Mata itu benar-benar menghipnotisnya, membuatnya kehilangan kata-kata.

"Kenapa? Wajah lo merah banget. Demam?" Evan refleks menangkupkan kedua tangannya di pipi Shasa, membuat Shasa mengumpati Evan dalam hati karena sudah membuat jantungnya hampir melompat keluar dari rongga dadanya.

"Micin! Udah belom? Lama banget sih!" Pertanyaan Aga membuat shasa tersadar dari rasa terkejutnya tadi. Dia buru-buru menarik kepalanya dari tangan Evan dan kembali memoleskan make up ke wajah Evan.

"Dikit lagi Ga, tinggal buat darah-darahan di jidat abang," jawab shasa kikuk, tanpa berhenti dari pekerjaannya tapi dia berusaha keras agar tidak menatap mata Evan yang tengah menatapnya lekat-lekat. Gila! Kenapa laki-laki di depannya ini bisa begitu mempesona bahkan dengan dandanan zombie seperti ini?

"Micin, mana hp yang dari abang?" pinta Aga sambil melompat-lompat tidak sabaran. Shasa yang tidak bisa beranjak dari tempatnya hanya menunjuk meja dimana ponsel pemberian Evan berada. Aga berlarian mengambil ponsel Shasa di atas meja, kemudian dia menekan panggilan cepat untuk Bella. Tanpa menunggu lama panggilannya sudah dijawab oleh Bella.

"Kenapa Sha? Evan sama Aga kenapa? Mereka baik-baik aja kan?" tanya Bella khawatir karena Shasa tidak akan menghubunginya jika kedua orang itu baik-baik saja. pasti terjadi sesuatu pada salah satu dari mereka, atau bahkan keduanya.

Aga tersenyum jail mendengar suara panik Bella. Dia berjalan sedikit menjauh dari Evan dan Shasa yang ada di ruang tengah, kemudian pura-pura menangis.

"Tante..." panggil Aga di sela-sela isakannya, tapi meskipun sedang berpura-pura, mata anak itu benar-benar berkaca-kaca, seperti aktor betulan saja.

"Hei sayang, kenapa nangis? Abang di mana? Kamu baik-baik aja kan? Hei Jelek? Jawab dong, kamu kenapa?" tanya Bella panik. Tidak biasanya Aga sendiri yang menghubunginya. Gadis itu mulai khawatir, takut terjadi sesuatu pada kakak beradik itu.

"Tolongin Aga, A..Aga sendirian, Aga takut!" bohongnya masih terus mempertahankan isak tangisnya. Di seberang sana, Bella yang tengah duduk di depan meja rias sambil mengeringkan rambut langsung berdiri, panik.

"Aga sendirian di rumah? Kak Shasa sama Abang kemana? Bu Sum, mang Jajang, mang Adi juga kemana? Kok bisa Aga sendirian di sana?"

"Gak tau, Aga bangun bobo rumah udah sepi, ga ada orang. Aga takut, tante cepet ke sini, tolongin Aga, kayanya Abang sama semuanya dimakan monster deh," Bella mengerutkan keningnya bingung. Heran juga kenapa anak itu masih mengingat film yang dia tonton bersama Bella dan Evan beberapa waktu lalu. Tapi hal itu bukan masalah besar, sekarang masalah terbesarnya adalah Aga di rumah sendiri, sendiri! Bagaimana jika anak itu kambuh?

"Tunggu di rumah, jangan ke mana-mana, tante ke rumah sekarang, kunci pintu rumah, semuanya, Aga masuk ke kamar, lampunya jangan dimatiin, puter lagu kesukaan Aga. Aga ngerti?"

"Iya, tante Genit cepetan dateng ya?"

"10 menit, tunggu tante 10 menit."

Aga terkikik geli saat panggilannya dan Bella berakhir. Dia melompat-lompat senang karena berhasil membohongi Bella. Dia kembali berlari ke ruang tengah. Matanya melebar dengan senyum lebar di wajahnya.

"Abang! Wah Abang udah jadi zombie, serem banget, Aga suka!" teriak Aga kegirangan. Evan menatap dirinya lewat cermin yang Shasa pegang, benar juga. Wajahnya benar-benar seram, ditambah bopeng di wajahnya yang entah bagaimana Shasa membuatnya, benar-benar mirip zombie. Evan sendiri sampai bergidik ngeri melihat wajahnya sendiri. Pantas saja dia ketakutan saat melihat wajah Aga pertama kali tadi.

"Oiya, tadi pinjem hp buat telpon siapa Ga?"

"Tante Genit. Aga mau ajak tante Genit main zombie juga." Ekspresi Shasa langsung berubah saat Aga mulai membahas tante genitnya itu. Apalagi respon Evan yang terlihat antusias mendengarnya.

"Tantenya mau?" tanya Evan tiba-tiba. Aga mengangguk senang, "Mau, lagi perjalanan katanya."

"Oke, kita siap-siap sekarang!"

NEVERLANDWhere stories live. Discover now