"Abang! Ini Aga! Kenapa malah lari sih!" teriak Aga sambil mengejar Evan yang sudah berlari masuk ke dalam rumah.

"Tolong! Ada zombie! Tolong!" teriak Evan, masih belum sadar sepertinya. Shasa yang melihat Evan lari pontang-panting di dalam rumah refleks tertawa terbahak-bahak. Dia bisa menebak kesadaran Evan masih belum kembali 100%.

"Di belakang lo Van zombienya! Awas!"

"Hua! Tolong!"

Shasa tidak bisa menghentikan tawanya melihat ekspresi ketakutan Evan. Langka sekali melihat Evan seperti ini. dia tiba-tiba mengeluarkan ponselnya dan mengarahkan kameranya pada Evan. Lumayan, dia akan merekam semuanya agar bisa menggoda Evan suatu hari nanti.

"Itu Abang gak bakal marah neng kalo udah sadar?"

"Gak lah bu, Evan kapan sih pernah marah sama Aga. Ibu tenang aja, kalo Evan marah Shasa yang tanggung."

Shasa terus mengarahkan ponselnya ke Evan, dia bahkan mengikuti ke mana pun Evan dan Aga berlarian, entah sampai kapan Evan akan mengira semua ini hanya mimpi.

"Abang tunggu! Iih Abang! Stop!" teriak Aga kesal melihat Evan semakin berlari menjauhi saja Raut wajahnya terlihat benar-benar ketakutan. Tiba-tiba di ujung ruangan Evan menghentikan larinya sambil terengah-engah mengatur napas. Aga tersenyum licik, kesempatan!

"Arg!" jerit evan kesakitan saat Aga menggit lengannya kuat-kuat. Tiba-tiba Evan terdiam. Ekspresinya terlihat kebingungan dia mengerjapkan matanya berkali-kali sambil melihat ke sekeliling ruangan. Kemudian pandangannya berhenti pada lengannya yang memerah dengan bekas gigi terbentuk sempurna di sana. Dia semakin mengerutkan keningnya saat lengannya itu berdenyut sakit.

"Eh? Bukan mimpi?" tanya Evan polos. Tidak jauh dari tempatnya berdiri, Shasa tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya yang sakit karena terlalu banyak tertawa.

"Ini Aga bang, Aga! Abang gak usah takut!" Evan menatap zombie yang berdiri di depannya lekat-lekat. Keningnya mengkerut sempurna saat pandangan matanya menatap zombie itu dari atas ke bawah.

"Aga?"

"Iya ini Aga!"

"Kamu ngapain sih dandan kayak gitu? Astaga! Bikin Abang jantungan aja! Abang kira lagi mimpi dikejar zombie kayak yang di film-film itu."

"Hihihi! Kan Aga sama semuanya mau main zombie, ini yang make up-in Micin, bagus kan? Kayak zombie beneran kan?"

"Astaga! Dapet ide dari mana coba?"

"Kemaren kan Aga diajak nonton film korea sama Micin, film zombie gitu. Keren banget deh bang, zombienya lari-lari, kejar-kejar orang, terus zombienya gigit-gigit orang, terus yang kena gigit jadi zombie."

Aga bercerita dengan nada suara yang begitu imut, khasnya saat bercerita, berbanding terbalik dengan wajahnya yang menyeramkan dan penuh luka itu. Untuk pertama kalinya meskipun Evan gemas dengan adiknya, dia tidak mencubit pipi adiknya itu dan malah menghela napas panjang.

"Jadi lagi main zombie-zombie an?" tanya Evan dengan nada datar, bahkan cenderung terlihat seperti tengah menahan marah.

"Iya."

"Oke. Sha gue,"

"Abang jangan marahin Micin!" Aga langsung menghadang Evan yang bergerak maju, ingin menghampiri Shasa yang juga berjalan ke arahnya. Dia menatap Evan sengit, tidak terima jika Shasa akan dimarahi oleh Evan.

"Kenapa Van?" tanya Shasa sok polos. Dia menahan dirinya untuk tidak tersenyum penuh kemenangan melihat Aga melindunginya.

"Lo, aw!" jerit Evan lagi. Dia menggosok tangan kanannya yang kini menjadi sasaran empuk gigitan Aga, lagi.

NEVERLANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang