4. Kamu Pantas Bahagia

143 23 1
                                    

4. Kamu Pantas Bahagia

Kenapa rasanya sulit melupakanmu yang padahal hanya menyebutkan kepalsuan-kepalsuan waktu lalu? Kenapa tidak seperti mereka yang sehabis berpisah bisa mengganti hatinya untuk seseorang yang kedua, aku tidak bisa melakukannya?”

⌂⌂⌂⌂

Pelajaran geografi Azilia baru saja selesai. Sinta yang duduk di samping Azilia sampai menoleh heran karena Azilia menarik napas terlalu kencang seolah-olah dia baru saja selamat dari maut.

“Sereman mana sama hantu?” tanya Sinta sambil geleng-geleng kepala. Dia paham apa yang Azilia rasakan. Belajar dengan guru geografi mereka memang bukanlah pengalaman yang menyenangkan.

“Serem banget, tau!” Azilia bergidik, merasakan bulu kuduknya berdiri. “Bahkan lebih serem daripada kenyataan Wanna One bentar lagi bubar.”

“Hush!” Sinta memutar bola matanya. “Jangan ngomong kotor, ah.”

“Kita harus belajar menguatkan hati dari sekarang Sin.” Azilia menghirup napas dalam-dalam, menepuk dadanya, mencari ketenangan. “Wanna One memang bakalan bubar, dan kita harus move on ke yang lain.”

“Move on sama yang nggak gue sayang sepenuh hati aja susah, masa mau move on dari Wanna One yang ketampanannya tingkat dewa? Mustahil, Zi.” Sinta memasukkan buku-bukunya ke dalam tas, bersiap-siap ke kantin. “Lo ke kantin bareng gue, kan? Sama anak-anak?”

Azilia nyengir. “Kata Kala, dia mau ngajakin makan bareng hari ini. Lo duluan aja, ya?”

“Gue tungguin sampai Kala dateng, deh.” Sinta merasa tidak enak karena waktu itu sudah meninggalkan Azilia sendirian di perpustakaan sampai-sampai dia diganggu gerombolan Giga, dia tidak mau kejadian yang sama terulang lagi.

Sambil menunggu Kala ke kelasnya, Azilia mengajak Sinta mengobrolkan soal Wanna One Comeback yang video-nya baru Azilia dapat. Sahut-sahutan obrolan mereka langsung memenuhi ruangan kelas yang sudah sepi karena penghuninya pergi ke kantin. Karena rasanya, dia seperti ingin terus tersenyum, seperti ada energi tersendiri setiap kali membicarakan para oppa, seperti … mendapatkan sesuatu yang membuatnya lebih hidup.

“Hai, Sin,” sapa Kala yang sudah berdiri di depan pintu ruang kelas Azilia.

“Hai, Kal.” Sinta tersenyum ramah pada sahabat Azilia itu. Berdua dengan Azilia, dia menghampiri Kala yang sedang memamerkan senyumnya. “Karena gue merasa bersalah ninggalin Azi kemarin dan bikin dia diganggu Giga, gue rasa gue harus nungguin dia sampai lo dateng.”

“Makasih, Sin.” Dengan genitnya, Kala mengedipkan sebelah mata sambil tersenyum. Kalau sedang berdua, Azilia ingin sekali memukul kepalanya. Sikapnya yang seperti itu terkadang membuat perempuan suka berharap lebih padanya, istilahnya sih baper. “Bukan cuma buat ini, tapi juga karena selama ini lo udah jagain sahabat gue.”

Azilia memutar bola mata. “Udah, keburu bel nih. Jangan nge-baper-in Sinta lo!”

“Cie, cemburu.” Kala menunjuk-nunjuk wajah Azilia yang segera ditepis olehnya. Kala terkekeh. “Mau makan bareng kita nggak, Sin? Daripada sendiri?”

Sinta mengedikkan bahu, lalu menggeleng. “Sejujurnya, gue lebih suka sendiri daripada rame. Lagian gue mau jajanan koperasi aja, jadi gue duluan, ya!”

Dalam hitungan detik, Sinta sudah meninggalkan Azilia bersama Kala yang juga sudah memutuskan untuk segera ke kantin. Kala menanyakan banyak hal, seperti apakah Azilia sudah mengerjakan PR Bahasa Indonesianya, bagaimana pelajaran hari ini, dan apa yang sedang Azilia lakukan tadi malam.

ReabsorbWhere stories live. Discover now