Praying Billionaire - 7 - Pertemuan Dua Pria

37.7K 2.2K 206
                                    


Bab ini ditulis oleh: PhiliaFate

Good job! Cuma satu yang ku-mute
😘😘

William menghubungi Michael lewat ponsel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

William menghubungi Michael lewat ponsel. Dia tahu betapa sibuk Michael akhir-akhir ini, firma hukumnya mendapat banyak kasus yang disorot oleh media. Di satu sisi, firma Michael dikenal oleh banyak orang, tapi bagai pedang bermata dua, seluruh tingkah lakunya semakin diawasi dan satu langkah salah dapat berakibat karir pria berkacamata itu hancur.

Akibat lainnya adalah dia tidak bisa sepenuhnya menemani Mysha sebagai seorang saudara dalam masa-masa kelam wanita itu. William mendesah, dia hanya berharap Mysha ditemani lebih banyak oleh orang-orang yang peduli kepada dirinya.

"Halo," sahut Michael riang di ujung sambungan. "Will? Ada apa meneleponku di akhir pekan?"

"Ada hal yang ingin kubicarakan. Apakah kita bisa bertemu sekarang?"

"Seperti biasa, tanpa basa-basi." Michael tertawa pelan, memaklumi sikap direktur satu itu. "Aku masih harus menyelesaikan berkas untuk sidang lusa. Kalau tidak keberatan, bisakah kalau kau yang datang ke apartemenku?"

William termenung sejenak, berpikir. Pekerjaannya sudah selesai dan awal tahun masih membawa suasana santai liburan, tidak banyak proyek yang menuntut perhatiannya.

"Baik," balas William sebelum memutuskan sambungan.

Pria itu langsung mengambil trench coat berwarna biru navy dan memakainya di atas turtle neck hitam yang membalut tubuh atletisnya. Tak lama kemudian Masserati-nya sudah berjalan membelah kota New York. Dia memutuskan untuk menyetir sendiri, William tidak ingin terlalu banyak orang yang tahu masalah ini.

William memakirkan mobilnya di tempat parkir bawah tanah gedung apartemen berlantai empat belas di 180 Avenue, New York. Bangunan dengan cermin-cermin yang menghiasi dinding-dinding itu adalah salah satu apartemen yang baru dibangun di New York. Termasuk apartemen mewah walaupun dekornya lebih mengutamakan suasana hangat dan hommy. William melewati lobi dan menghubungi resepsionis agar memberikannya kartu pas untuk naik ke lantai dua belas, letak penthouse milik Michael. Dalam waktu lima menit, pria itu sudah duduk di dalam ruang tamu milik pengacara muda tersebut.

"Tidak biasanya kau berkunjung ke mari," ucap Michael seraya berjalan menuju dapur. "Hawaii Kona Coffee atau Mocha Java Coffee?"

"Mocha Java," balas William sambil memandang sekelilingnya.

Michael benar, dia tidak pernah mampir ke apartemen Michael sejak dia pindah dari rumah ayah angkatnya. Sejak Eric Johannson meninggal, Michael memilih tinggal lebih dekat ke pusat kota dengan lingkungan yang modern. Rumah besar milik keluarga Johannson dibiarkannya kosong karena Mysha pun merasa tidak nyaman tinggal di sana seorang diri. Ruang tamu milik Michael bernuansa cerah dengan warna putih mendominasi. Jendela-jendela besar meloloskan sinar matahari lemah musim dingin, menerangi sofa berwarna krem dan putih.

END The Cold Billionaire x Rasa Membara dalam DadaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang