Hiatus bukan berarti tidak kembali selamanya.

"Kau orang terburuk yang pernah kukenal."

Taehyung membuka matanya, kemudian menatap Sejin yang memutar badannya. Menatap kearahnya dengan penuh harap.

Ia menatap Sejin mantap, seolah sudah yakin dengan pilihannya. Ia yakin, ia ingin sembuh dan kembali pada semuanya. Taehyung akan memilih pilihan pertamanya.

"Aku akan melakukan operasinya."

-

Taehyung berjalan menuju dapur, mengambil gelas dan mengisinya dengan air putih. Perlahan, ia meneguknya dan melempar obat ke pangkal tenggorokannya.

Ia mengedarkan pandangannya, menatap seisi dapur dengan nanar. Taehyung meyakinkan dirinya. Bahwa ia pasti akan kemari lagi.

Ia pasti akan merindukan semuanya.

Kalaupun nantinya ia akan kehilangan ingatannya, Taehyung ingin mengenangnya sekarang. Canda tawa bersama anggota lainnya. Susah senang hingga saat menangis bersama.

Lutut Taehyung terjatuh tiba-tiba, membentur lantai hingga gelas di tangannya hampir saja terlepas. Taehyung meremas gelasnya. Air matanya tiba-tiba menggenang.

Kakinya mati rasa.

Taehyung mendudukkan dirinya, kemudian memijat pelan kakinya. Ia sudah meminum obat, namun gejalanya masih terus datang.

Pusing yang bertambah parah, gangguan pendengaran dan pengelihatan, mual, dan kelemahan anggota tubuh.

Perlahan, kakinya mulai berfungsi normal. Jari-jari kakinya bisa di gerakkan. Ia beranjak perlahan, mencoba berdiri dengan hati-hati. Ia meletakkan gelas minumnya, kemudian berjalan menuju kamar. Kamarnya dengan kamar Jimin.

Jimin tertidur disana. Dengan wajah lucu sehabis menangis. Taehyung menghela nafasnya. Jimin nampak sangat tirus, hingga tulang pipinya terlihat. Taehyung berjalan ke arah tas ranselnya dan mengambil sebuah notesbook disana.

Ia mengambil bolpoint lalu membuka notesbooknya setelah duduk di ranjangnya. Ia menuliskan tanggal di pojok kanan atas, memberinya love sign sebagai tambahan.

Lalu ia kembali memikirkan kata-kata selanjutnya. Sekilas menatap Jimin yang melenguh dan membalikkan badannya, memunggungi Taehyung.

Dear, my dearest friend, Park Jimin.
Ini aku, Taehyung.

-

"Dimana Jimin?"

Taehyung mengedarkan pandangannya, dengan koper ditangannya. Ia pergi hari ini, tepat setelah konser Wings Tour final di akhiri.

Sejin mengambil koper yang ada di tangan Taehyung, membantu membawanya. Semuanya menggeleng, seakan tidak mengerti dimana keberadaan Jimin.

"Sejak tadi pagi ia pergi."

Taehyung menghela nafasnya. Permasalahannya belum selesai. Atau mungkin bertambah parah sebentar lagi. Namjoon menepuk bahu Taehyung.

"Aku akan mencoba berbicara padanya."

Taehyung mengangguk. Kemudian menatap satu persatu teman-temannya. Jungkook dan Hoseok sudah berkaca-kaca. Berkata dalam diam seolah tidak ingin Taehyung pergi.

"Ayolah, aku hanya sebentar saja."

"Nanti setelah operasiku berhasil, aku kembali."

Taehyung tersenyum kecil, memberi secerah harapan sembari menatap Jungkook dan Hoseok bergantian. Taehyung kemudian menatap Yoongi.

"Hyung, berbaikanlah dengan Jimin." Taehyung menyadari perubahan raut wajah Yoongi setelahnya. Yoongi memutar bola matanya, lalu mengangguk.

"Kami akan menyusul kesana setelah latihan. Arasseo?"

Taehyung mengangguk, sembari tersenyum. Ia menatap satu-persatu teman-temannya. Jungkook berhambur kepadanya, memeluknya erat, di susul anggota lain. Taehyung mengadahkan kepalanya, mencoba menahan air matanya.

Meskipun hanya sebentar, berat rasanya tidak bersama Bangtan. Seolah bunga yang telah kehilangan kelopak lainnya, dan hanya ia yang tertinggal.

Sementara yang lainnya terbang bersama angin, ia tetap berada di tempatnya. Menatap teman-temannya dalam diam. Sendirian, tanpa siapapun.

Kelopak itu adalah BTS.

"Aku pergi ya-"

"Teman-teman."

-

"Taehyung menitipkan ini."

Jimin yang baru pulang dari lari paginya lantas mengernyit. Biasanya, Taehyung selalu mencoba untuk berbicara dengannya. Tidak dengan surat begini.

Atau mungkin, Jimin telah lupa bahwa dirinya lah yang membuat semua keadaan menjadi canggung.

Jimin menerima surat yang berada di tangan Namjoon lantas menatapnya heran. Ia menoleh pada anggota lain yang berkumpul di sofa dengan wajah kusutnya.

"Ada ap-"

"Neo ttaemune." (Karenamu.)

Yoongi menatap Jimin sekilas, lalu kembali mengalihkan pandangannya. Jimin menatap satu persatu wajah teman-temannya. Apa yang telah ia lewatkan?

"Hyung, cukup. Jimin tidak salah." Namjoon menengahi, membela Jimin. Jungkook menangis, Hoseok juga. Ia menatap Namjoon sekilas, dan kembali menatap teman-temannya.

"Apa? Mau kabur lagi?"

Jimin terhenyak. Yoongi seakan membuka lembaran lama, saat dirinya tengah kabur dari permasalahannya. Dada Jimin menyempit, sesak. Raut wajahnya berubah, Jimin tidak menyangka Yoongi akan terus memojokkannya.

"Hyung! Hajima!" (Berhenti)

Namjoon meninggikan suaranya, membuat Yoongi mendecak kesal. Jimin memundurkan langkahnya, lalu berjalan cepat memasuki kamar.

Ia mengedarkan pandangannya. Kamarnya terlihat bersih, tidak seperti biasanya. Jimin meremas surat Taehyung, hingga menjadi bola kertas.

Koper yang biasanya Taehyung letakkan di samping kopernya sudah tidak ada. Jimin mengadahkan kepalanya lalu melempar surat dari Taehyung untuknya.

Taehyung sialan.

Jimin mengusap wajahnya. Ia mengambil nafas, lalu membuangnya kasar. Ia mengacak rambutnya setelah menyadari sesuatu.

Taehyung benar-benar membuktikan perkataannya. Dan hanya dirinya yang tidak ada saat Taehyung berpamitan. Walaupun dulu Jimin pernah mencoba untuk tidak peduli, pada akhirnya ia gagal.

Karena Jimin memang diciptakan untuk peduli.

"Tolol."

"Park Jimin tolol."

To Be Continued.

---
Edited on 1.04.20

There For You ✔ Where stories live. Discover now