9

51K 2.7K 12
                                    

"Itu menjadi urusanku jika kamu menelantarkan anakku, Kayla. Anak itu lahir sebagai anak sah kita berdua."

"Kamu tidak perlu memikirkan hal itu."

"Apakah kamu sudah menikah lagi?" Orlando menembak ke sasaran.

Sejenak Kayla menatap Orlando tidak percaya. Dia sungguh tidak mengerti dengan pikiran pria itu. "Itu sama sekali bukan urusanmu aku sudah menikah lagi atau tidak."

"Aku perlu tahu seperti apa orang yang merawat anakku."

Kayla memejamkan matanya. Diingatnya bagaimana badannya kesakitan seorang diri saat Oom Hardi dan istrinya tidak berada di rumah. Kehamilannya begitu menyiksa dengan dia yang mual-mual dan terkadang sekujur tubuhnya mati rasa. Dia sulit melakukan semuanya sendiri. Lalu saat ia di ruang bersalin, dan mengedan, berusaha untuk melahirkan putrinya ke dunia, dia merasa saat itu hidupnya akan berakhir saja.

Penderitaan demi penderitaan harus ia lalui bersama paman dan bibinya. Itu pun mereka juga tidak selalu bersama karena Oom Hardi sibuk bekerja dan tak jarang Tante Lisa menemaninya bertemu klien.

Hidup menjanda dengan anak satu tidak mudah bagi Kayla. Terlebih lagi usianya masih sangat muda. Cibiran-cibiran tetangga tentangnya yang dianggap gagal membahagiakan suami pun kerap ia terima. Dia harus menghadapi itu dengan rasa sakit dan kecewa yang bertubi-tubi. Bahkan rasa sakit itu masih menghinggapi hatinya sampai detik ini.

Kalau bukan karena Bella dan Oom Hardi serta istrinya, barangkali sudah diputuskannya saja untuk mengiris nadinya dan meninggalkan dunia ini selama-lamanya.

Maksud Orlando menanyakan anak mereka pasti akan membuatnya menderita. Bisa saja Orlando membuat tudingan-tudingan yang menyudutkannya hingga pria itu menggugat hak asuh. Hidup tanpa Bella? Kayla lebih baik berhenti bernapas.

"Anak apa, Orlando?" tanya Kayla pura-pura bingung. "Janin yang kukandung saat itu telah mati, Orlando. Tidak berkembang."

"Kamu bohong," tukas Orlando. "Aku sangat mengenalmu, Kayla. Aku tahu kapan kamu berkata jujur atau sebaliknya."

"Tidak, Orlando, kita tidak punya apa-apa yang tersisa," jawab Kayla bersikeras.

"Tapi bukankah kamu mengirimku email yang memberitahuku kamu akan melahirkan?"

Oh, jadi kamu buka semua email yang kukirimkan dan memilih untuk mengabaikanku?

"Itu hanya untuk mengujimu saja. Aku ingin tahu apakah kamu masih peduli padaku atau tidak. Saat itu aku bodoh, Orlando. Setiap aku merindukanmu, kukirim pesan-pesan bohong hanya untuk melihat responsmu." Kayla tersenyum lebar. "Tapi aku sekarang bukan perempuan seperti itu. Aku sudah kuliah dan bekerja walaupun pekerjaanku belum semapan dirimu."

"Kamu kuliah?"

Belum sempat Kayla menjawab Ikram menginterupsi mereka. "Orlando, bukankah kamu seharusnya makan siang bersama Davina?" tegurnya. Ikram kemudian menoleh pada Kayla. "Maaf saya terlambat. Tadi ada urusan."

"Saya permisi, Pak Ikram," jawab Orlando patuh. Dia berdiri dan meninggalkan mereka. Namun sebelum ia berlalu, sempat ditatapnya Kayla dua detik saja.

Dilihat dari sikap Orlando pada Pak Ikram, Kayla berkesimpulan bahwa jabatan Pak Ikram di perusahaan ini pasti lebih tinggi dari mantan suaminya. Siapakah Pak Ikram ini? Mungkinkah dia direktur utama dari perusahaan properti ini?

"Ikut saya, Kayla. Ada yang ingin saya bicarakan."

EX-HUSBAND (COMPLETED)Where stories live. Discover now