🍋1🍋

11.2K 817 22
                                    

Pagi yang cerah, secerah sinar matahari yang dengan malu-malu mulai menampakkan sinarnya. Suasana pagi yang ceria kini meliputi sebuah rumah mewah yang terdiri dari dua lantai yang didominasi oleh warna putih.

Dan di sana, di meja makan sudah duduk Azam malik, sang kepala keluarga yang masih terlihat begitu berkharisma di usianya yang hampir menyentuh angka 40. Sedangkan di sisi kanannya duduk sang istri tercinta yang selalu tampak cantik jelita seperti hari-hari sebelumnya.

Sesekali pasangan suami istri tersebut berbagi cerita juga senyum di sela suapan mereka.

Diantara banyaknya senyuman yang dibagi, Malik begitu ia biasa disapa, mengedarkan pandangannya mencari sosok sang anak semata wayang yang pagi ini tak ikut meramaikan suasana di meja makan mereka. Keheranan Malik tersebut sangat bisa ditangkap oleh wanita yang telah menemani langkahnya selama lebih dari empat belas tahun lamanya.

"Runanya belum bangun." beritahu Thania, begitulah panggilannya diantara teman sepergaulan. Dan secepat mungkin Thania menyambung perkataannya saat melihat sang suami baru saja hendak membuka mulut, "Kemarin 'kan Runa baru pulang dari kegiatan kemping yang diadakan sekolahnya, pasti masih capek. Kebetulan juga hari ini sekolah libur, jadi biarin ajalah dia tidur lebih lama dari biasanya."

Jika sang istri sudah mengeluarkan pembelaan, Malik hanya bisa menghela napas kalah. Walau menurut pemikirannya tidak baik membiasakan anak mereka melakukan kebiasan buruk tersebut.

Mau bagaimana pun pertentangan yang terjadi dalam dirinya, Malik tetap tak bisa berbuat apa-apa karena rasa cinta yang sangat besar untuk wanita di sampingnya ini sudah tentu meluruhkan semua pemikiran yang ingin ia sampaikan. Apalagi Thania adalah sosok yang sangat berjasa memberikan ia seorang keturunan yang bahkan menurut dokter ahli sekalipun sangat sulit untuk ia miliki.

"Ngomong-ngomong, Naula masih kerja di kantornya mas, kan?"

"Hmm."

"Masih di bagian kebersihan?"

"Iya." hanya satu kata yang keluar dari bibir Malik untuk menjawab pertanyaan istrinya.

"Coba gitu mas, cariin dia posisi yang tinggian dikit. Kasian dia hidup sebatang kara sekarang. Apalagi biaya hidup sekarang ini nggak murah, apa-apa serba mahal."


Malik yang baru saja mengelap bibirnya sehabis menandaskan sarapan pagi langsung memfokuskan perhatian kepada istrinya yang masih menikmati menu sarapan yang itu-itu saja setiap harinya. Bahkan Malik seringkali mengernyitkan dahi menyaksikan bongkahan sayur juga buah-buahan yang memenuhi piring wanita cantik di sisi kanannya itu.

"Kamu 'kan punya perkumpulan yang katanya sering melakukan kegiatan bakti sosial, nah coba diskusikan sama mereka kira-kira usaha seperti apa yang cocok untuk kehidupan Naula ke depannya."

"Mas nggak mau ya bantuin Naula?"

"Bukannya nggak mau." bantah Malik cepat. Lalu kemudian kembali menjelaskan, "Tapi kamu sendiri tau betapa keras kepalanya sepupu kamu itu. Aku bahkan sudah kerap kali mencoba mencarikan posisi yang tepat untuknya, bahkan aku juga menawarkan beasiswa supaya dia bisa mengambil paket trus lanjut kuliah. Tapi ya... lagi-lagi sifat keras kepalanya yang sama kayak batu itu selalu menolak tawaran yang aku berikan."

Thania yang juga sudah menyelesaikan sarapan paginya dengan gaya yang elegan mengelap bibirnya, baru kemudian menanggapi keluh kesah suaminya akan sifat keras kepala sepupunya yang berusia jauh lebih muda.

"Aku sendiri sih sebenarnya juga udah pusing mikirin dia. Tapi rongrongan bunda yang minta aku untuk terus merhatiin Naula buat kepala aku makin pusing aja. Jadi ya itu, makanya mas aja yang urusin semuanya."

Merangkai Angan Cinta [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang