33 - Lucky Charm

89K 11.8K 5.3K
                                    

Beberapa jam sudah berlalu sejak Basil terbangun oleh mimpi buruk menjelang subuh tadi dan dia masih belum mampu kembali memijakkan perhatiannya sepenuhnya pada dunia. Pelukan Risa memang berhasil menenangkannya, namun kekhawatiran itu masih tidak bisa diusir pergi. Sinar matahari, pucuk pepohonan hijau dan rumput yang membentang seperti sengaja mengingatkan Basil pada peristiwa buruk nan aneh yang terjadi dalam mimpinya. Memejamkan mata tidak membantu. Dalam kegelapan, ekspresi wajah gadis asing yang dipanggil Tatiana dalam mimpinya kembali terkenang. Sorot matanya saat kehidupan beranjak pergi meninggalkannya langsung terbayang.

Basil benci itu.

"Fokus, Basil!"

Lamunan Basil terpecah saat dia mendengar suara pekikan Lara di kejauhan, yang secara refleks membuat kepalanya tertoleh pada satu arah. Tidak sampai sedetik kemudian, pupil matanya membesar tatkala dia menyadari sebentuk gelombang energi berupa cahaya biru pucat tengah mengarah padanya. Jeda waktunya terlalu sempit dan Basil terlalu terkejut untuk sekedar berpindah tempat. Tanpa ampun, gelombang energi tersebut menerjangnya, membuatnya jatuh di atas rerumputan dengan kepala menghantam tanah lebih dahulu.

"Ouch."

"Basil!" Basil mendengar Lara berseru lagi, kali ini diikuti suara khas langkah kakinya yang berderap di rerumputan. "Lo nggak apa-apa?"

Gelombang energi yang tadi bukan gelombang energi dengan daya rusak terkuat yang bisa diciptakan oleh Lara Diwangka, tetapi efeknya cukup mampu membuat Basil lupa pada seluruh rasa selain nyeri. Sakit mengaliri sekujur tubuhnya sejenak, membuat pandangan matanya dibayangi oleh sesuatu yang gelap meski hanya sebentar. Butuh beberapa detik bagi Basil untuk bisa berkata-kata.

"Gue nggak apa-apa." Basil berniat memaksa dirinya bangkit, namun perhatiannya justru tertuju pada ekspresi wajah Lara yang kini membungkuk di atasnya. Sinar matahari yang terik meredup karena keberadaan gadis itu. Naungan bayangan tubuhnya menghalangi sorotnya yang panas, membuat Basil tidak merasa silau. Di bawah terpa mentari siang, wajah Lara tidak terlihat seperti biasanya.

Tidak ada gurat sarkastik yang membuat Basil sebal setiap dia menatap Lara.

Airmuka Lara sepenuhnya mencerminkan kecemasan, walau ekspresi itu jelas berusaha dia tutupi mati-matian. Rambutnya yang cokelat gelap terlihat kemerahan saat ditimpa cahaya, terikat asal dengan anak rambut halus menjuntai tak beraturan di sepanjang tepi wajah. Lalu begitu saja, tangannya terulur pada Basil.

"Come on. Belum waktunya istirahat."

Basil menatap uluran tangan Lara sebentar sebelum dia balik meraih jemari gadis itu hanya untuk membantingnya ke atas tanah berumput sesaat kemudian.

Punggung Lara terbentur tanah hingga menimbulkan suara cukup keras, membuat Basil menyeringai puas seraya memberikan lengannya, meniru apa yang sebelumnya Lara lakukan.

"Butuh bantuan buat bangun, missy?"

Lara mendengus dengan mata yang disipitkan. "Gue sangat bisa membanting lo balik ke tanah, lo tau itu?"

"Sangat tau." Basil menarik senyum licik. "Tapi lo sendiri yang bilang, gue harus mampu memanfaatkan setiap celah paling kecil yang bisa gue temukan untuk mengalahkan lawan. Karena di dunia kita, menang, dengan cara apa pun tetap bisa dikatakan menang."

"Good. Lo ternyata nggak sebodoh yang gue kira." Lara menyambut uluran tangan Basil dan cowok itu membantunya beranjak dari posisi berbaringnya di atas tanah. "Lo beruntung Luka nggak ada di sini."

"Oh ya?"

Lara mengangguk. "Bantingan lo cukup keras hingga gue rasa, punggung gue memar. Serangan fisik yang cukup berhasil. Gue menganggapnya sebagai risiko pembelajaran, tapi Luka jelas nggak akan berpikir sesederhana itu."

NOCEUR: LIGHTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang