13 - Aperiet et Fine

80.5K 12.1K 1.4K
                                    

Aperiet et Fine - Open at The Close

*

Risa pernah menonton sebuah film fantasi di mana karakter protagonis dari film tersebut terjebak dalam sebuah konfrontasi dengan pihak antagonis. Pada adegan itu, berdasarkan logika, karakter protagonis tidak punya cukup kemampuan untuk melawan antagonis dan tetap hidu saat konfrontasi tersebut sudah berakhir. Tetapi tentu saja film adalah film. Sebentuk fiksi dengan plot armor yang telah dirancang sedemikian rupa untuk melindungi pemeran utama. Pada saat-saat terakhir, para pahlawan muncul entah dari mana. Mereka melindungi karakter protagonis yang terjebak dengan mengalahkan antagonis dan menjaga perdamaian dalam dunia tempat kisah film tersebut terjadi.

Risa tidak pernah suka film semacam itu. Sama seperti rasa tidak sukanya pada cerita dongeng, dia juga benci kisah fantasi. Dunia khayal yang tak nyata, hanya sebuah pelarian dari kekecewaan terhadap realita.

Tetapi untuk pertama kalinya, Risa berharap pahlawan itu benar-benar ada.

"Kamu terlihat pucat, Tuan Putri." Salah satu serpent yang berada di depan mereka menyeringai, membuat Risa takut sekaligus muak, berbeda dengan Nedia yang justru menatap tajam seolah gadis itu tidak punya rasa gentar.

"Siapa kamu?"

"Seperti kebanyakan bangsawan lainnya." Dia terkekeh. "Mungkin kita memang perlu sedikit perkenalan, eh? Crude. Namaku Crude."

"Apa yang kamu inginkan?"

"Jika kukatakan, apa kamu bisa memenuhinya?"

Sudut bibir Nedia terangkat sedikit. "Tergantung."

"Hanya satu yang aku inginkan," Crude tertawa sumbang, lantas katanya. "Kematianmu."

"Sayang sekali, kelihatannya keinginanmu tidak akan terkabul hari ini."

"Oh, siapa yang tau?" Crude balik bertanya dengan nada sarkastik yang amat kental, lantas dia mengangkat tangan kanannya, menembakkan pusaran-pusaran udara dengan ujung meruncing serupa pisau kea rah Nedia dan Risa. Mata Risa kontan terbelalak ngeri, sementara Nedia justru langsung menggeser tubuhnya, memposisikan dirinya sedemikian rupa hingga kini dia berada tepat di depan Risa.

Namun pusaran udara itu tidak pernah berhasil mengenai keduanya, karena tepat sepersekian detik sebelum serangan yang dilancarkan mencapai tujuan, bentangan tembok api telah lebih dulu menahan semua pusaran udara tersebut. Lidahnya menyala jingga, membakar setiap serangan yang diluncurkan oleh Crude tanpa sisa. Crude dan kelompoknya sempat tersentak, walau pada akhirnya ekspresi wajah mereka kembali terlihat biasa seperti sebelumnya.

"Datang kesini untuk menyelamatkan Tuan Putri-mu, Gadis Manis?"

"Oh, aku benci ini, tapi dia jelas bukan Tuan Putriku." Roxanne menyahut sambil menatap malas pada Crude. Entah sejak kapan, dia telah berada tepat di samping kanan Nedia dan Risa, sementara seorang gadis lain yang Risa kenali sebagai salah satu siswi tahun ketiga—namun tidak dia tau siapa namanya—berada di sisi kiri. "Tapi tindakanmu dan kelompok barbarmu itu tidak bisa kubiarkan begitu saja. Hanya aku satu-satunya yang punya kuasa menyiksa siswa-siswa di sekolah, kamu tau?"

"Rambut berwarna aneh dan pyrokinesis. Mmm... kamu pasti putri Keluarga Adikarta."

"Bagus jika kamu tau. Setidaknya, aku tidak harus repot-repot memperkenalkan diri."

"Menyingkir dari sana. Kami tidak punya urusan denganmu."

"Well—well." Roxanne bergumam dengan nada santai, membuat Risa menatap heran pada gadis itu. Mereka sedang berhadapan dengan sekelompok serpent yang terlihat begitu mengancam. Kalau Risa harus tambahkan, mereka jelas kalah jumlah. "Aku mulai bisa mengerti tentang alasan kenapa kalian berada disini sekarang."

NOCEUR: LIGHTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang