28 - Teleporter

101K 11.3K 2.5K
                                    

Hari ini adalah hari dimana tahun ketiga sekaligus tahun terakhir Basil di sekolah dimulai. Namun berbeda dengan sebagian besar anak-anak lain yang telah bangun sejak pagi sambil harap-harap cemas menunggu surat pemberitahuan tentang siapa yang akan menjadi proctor mereka selama satu tahun ke depan, cowok itu masih sibuk memeluk guling. Bukan berarti Basil malas-malasan. Dia menyambut hari ini dengan antusias, sungguh, tetapi rasa antusiasmenya yang berlebihan membuatnya sulit tidur semalam. Basil menghabiskan dua pertiga malam hanya untuk berbaring menatap langit-langit, baru bisa terlelap menjelang fajar.

Di tepi ranjangnya, Raga menatap pada Basil dengan wajah serupa orang yang sedang berpikir keras. Sebagian dirinya ingin menjadi teman yang baik dengan membangunkan Basil, tetapi separuh dirinya yang lain masih trauma setelah insiden terakhir mereka. Sori-sori saja, tapi Raga sedang tidak minat dapat satu kecupan gratis di bibir hari ini. Dia sudah cukup mencicipi bibir Basil satu kali. Tidak perlu ada kali kedua.

Raga tersentak saat tiba-tiba pintu kamar asramanya dikuak, disusul oleh kemunculan seorang gadis. Sejenak, Raga melotot. Tentu saja dia mengenali gadis itu. Lara Diwangka bukan pemilik tipe wajah yang mudah dilupakan-ditambah fakta bahwa dia bukan hanya punya bakat seduksi yang mumpuni, namun juga kemampuan magis yang amat diperhitungkan. Fakta yang membuat Raga terkejut adalah tentang alasan kehadiran Lara di sana. Meski berada di tahun kedua, dia punya keistimewaan yang tidak jauh berbeda dengan Alka, Denzel dan Novel. Karenanya, dia tidak perlu punya proctor. Namun membayangkan Lara menjadi proctor Basil... well, harus diakui itu sangat sulit dibayangkan.

Walau sebenarnya Basil juga bukan sosok biasa.

"Lara Diwangka?"

"Halo, Aruna. Nice to see you. I see that you're his roommate." Lara berhenti berjalan, berdiri anggun di atas sepasang sepatu hak tinggi sewarna dengan kuteks yang memulas kuku jarinya dan menatap Raga sambil tersenyum. "He is a pain in the ass, isn't he?"

"Pain in the ass?" Alis Raga berkerut.

"Oh, tenang saja. Kita nggak lagi berada di sekitar Sein Diwangka atau ayah gue sekarang. Lo nggak perlu berpura-pura. Memangnya lo kira, gue dan kakak gue nggak tau kenapa bocah-bocah kayak lo dan Rafi mau-maunya balik ke sekolah keparat ini hanya untuk berurusan dengan anak-anak ingusan yang hobi sok keren soal kemungkinan bentuk Arx kayak gimana yang bakal mereka punya?"

Raga tercekat.

"Alka, Denzel dan Novel mungkin harus balik ke sekolah karena terpaksa, gara-gara kontrak yang mereka buat dengan Nedia. Namun lo dan Rafi... kalian nggak melakukan itu atas paksaan, tapi sukarela. Semua karena dia." Lara menuding pada sosok Basil yang masih terbaring di atas kasur dengan mata terpejam dan mulut terbuka. "Am I right or am I right?"

"Lara."

"I see. Masih nggak mau ngaku juga. Nggak apa-apa, gue nggak akan memaksa, mengingat masa lalu kalian cukup... traumatik." Lara tersenyum dengan wajah yang membuatnya terlihat mempesona sekaligus mengintimidasi. "Tapi kenapa juga dari semua harus dia yang punya elemen ini ya? Merepotkan gue saja."

"Maksud lo?" Raga tercekat. "Lo bakal jadi proctor Basil?!"

"Menurut lo, alasan bagus macam apa yang bikin gue mau berada di kamar asrama bau tengik yang nggak ada seperempatnya luas kamar gue di rumah di pagi-pagi buta begini dan mengharuskan gue membangunkan bocah yang tidurnya mangap sambil ileran?"

"Gila."

"Elemennya cahaya. Luka bisa tahu hanya dengan sekali lihat. Jumlah pemilik elemen cahaya di luar sana bisa dihitung jari, dan dari jumlah yang sedikit itu hanya sekian persen yang punya kualifikasi sebagai proctor." Lara mengabaikan Raga, langsung berjalan mendekati ranjang Basil dan menjentikkan jari tangan kanannya. Gerak tangan Lara dijawab oleh suara air kamar mandi yang menggelegak. Air itu meliuk mengikuti permainan jemari Lara, membuat Raga terpesona. Elemen dasar Lara memang cahaya, namun bakatnya membuatnya mampu menyalurkan energi dari Arxnya ke bentuk-bentuk lain. Itu juga yang menjadi alasan kenapa Luka mampu melakukan teleportasi atau membentuk ilusi untuk menipu lawannya.

NOCEUR: LIGHTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang