31. Kesepakatan

4.9K 829 256
                                    

Clarine memilih untuk sedikit melanggar aturan. Ia sama sekali tidak ingin kembali ke rumah ZZ untuk beristirahat. Ia bahkan ragu bisa beristirahat malam ini. Karena itu Clarine memilih berteleportasi ke kamar lamanya di rumah dan memaksakan dirinya untuk berbaring di sana hingga ia terlalu lelah untuk memikirkan apapun.

"Selamat pagi?" bisikan yang menggelitik di telinga Clarine akhirnya memaksa matanya untuk membuka. Begitu ia melihat sosok Dazt yang hanya berjarak beberapa senti darinya, Clarine sontak melompat menghindar.

"Astaga. Apa lagi sekarang?" tuntut Clarine, sebisa mungkin dengan suara pelan. Ia jelas tidak ingin ketahuan lari dari kurungan malamnya dan berada dalam kamar bersama Dazt di pagi buta.

Dazt memasang senyuman seraya menjauhkan diri hingga jarak yang cukup normal. Ia kemudian berkata, "Aku hanya mampir untuk menanyakan beberapa hal. Apa kau merelakan Zoenoel?".

"Apa maksudmu?"

"Zoenoel baru saja menceritakan sesuatu, dan aku agak penasaran dengan alasanmu meminta Zoenoel mendekati Valaria."

"Apa urusannya denganmu?" balas Clarine sengit.

"Kira-kira apa pendapat ayahmu jika—"

"Aku hanya tidak cukup yakin Zoenoel akan bertahan untuk memilihku," ujar Clarine cepat sebelum Dazt selesai mengancamnya. "Saat ini Zoenoel bisa saja berkeras, tetapi saat ia mendapatkan keturunan nanti, akan lebih mudah baginya untuk meninggalkanku. Sementara pada saat itu aku pasti sudah tidak akan sanggup melepasnya. Itu pun kalau aku bisa memberikan keturunan. Bagaimana jika aku dihukum tidak bisa memberikan kehidupan baru karena aku sudah merenggut begitu banyak kehidupan untuk mendapatkan bakat?"

"Kau berpikir terlalu rumit." Dazt berdecak sebelum melanjutkan, "Hanya saja, jika kau tidak bisa percaya kepada pasanganmu, itu jelas bukan hubungan yang akan berlangsung baik—Tunggu dulu, jangan bilang kalau kau melepas Zoenoel demi diriku. Kau tidak percaya bahwa aku bisa setia pada satu gadis bukan? Itu jelas mustahil. Kau tahu sendiri aku punya trauma dengan hal seperti itu."

Clarine memutar bola matanya jengah. "Siapa bilang aku percaya hal konyol begitu, dan siapa yang bilang kalau aku berpaling padamu."

"Hanya memastikan."

"Kalau begitu pergilah. Aku sedang ingin sendiri."

"Baiklah. Selamat berdukacita." Dazt melemparkan senyuman mengejek dan akhirnya berlalu pergi.

Selepas kepergian Dazt, Clarine kembali membaringkan diri. Tubuhnya terasa tidak enak. Bukan hanya karena kurang tidur, sepertinya ia juga mendapat demam.

Dengan kondisi tubuhnya, sebagian besar hari itu Clarine habiskan dengan tidur. Ia hanya bangun beberapa kali untuk makan dan meminum obat.

Hingga akhirnya saat ia terbangun kembali pada malam hari, tubuh Clarine sudah terasa lebih baik. Masalahnya, kondisi pikiran Clarine justru menjadi lebih buruk saat ia mendapati kehadiran sosok lain di dalam kamar, Katharina.

Tak ada topeng atau jubah yang menutupi identitas wanita itu. Katharina menunjukkan wujudnya secara langsung lengkap dengan senyuman.

***

Di dalam salah satu ruangan di kediaman tangan bayangan, Katharina menuang teh dengan gerakan anggun. Senyuman bahagia belum juga terlepas dari wajahnya. Senyum itu semakin melebar saat Clarine meraih cangkir yang ia sodorkan tanpa ragu.

"Kudengar kau tidak percaya kalau aku adalah pelaku pembantaian di rumah sakit." Katharina kembali membuka percakapan. Mereka sudah membicarakan banyak hal dan wanita itu masih belum kehabisan bahan. "Apa ini karena Ezer sudah memberitahumu sesuatu atau kau telah menghabiskan terlalu banyak waktu bersama Glassina?"

CONNECTIONWhere stories live. Discover now