"Si, ti amo 1"

7.8K 710 1
                                    

Hal pertama yang dilakukan Dira saat sampai di Roma adalah membei gelato. Rasa manis dari buah-buahan segar langsung membuat wanita itu jatuh hati. Sementara Revan hanya ikut sedikit mencicipi. Kebetulan sekali lelaki itu tidak suka makanan manis. Keduanya sedang duduk di café dekat stasiun. Perjalanan dari Venice ke Roma memang tidaklah panjang. Tapi tetap saja, bersantai sesaat sebelum lanjut berkeliling itu perlu.

Tentang kejadian di Gondola, mereka sudah membicarakannya. Revan meminta maaf dan menjelaskan kalau lelaki itu terbawa suasana. Dira menerima dan sedikit bercanda tentang menikmatinya. Pada akhirnya mereka sepakat untuk tidak ada lagi kecanggungan. Untuk membuat rasa nyaman di perjalanan mereka yang tersisa beberapa hari ke depan.

Setelah puas makan, keduanya menuju hotel yang tidak jauh dari stasiun. Setelah meletakkan barang-barang, Revan memutuskan untuk mengajak Dira ke Colosseum. Bangunan yang menorehkan kisah tentang Gladiator.

“Sebenarnya tempat ini nggak begitu menarik.” Komentar Dira.

“Hanya bagus difoto dari luar.” Revan menimpali.

Memang, bangunan ini hanya berupa reruntuhan dengan lantai yang masih tanah. Walau begitu, tetap saja banyak wisatawan datang berkunjung untuk melihat reruntuhan tersebut.

Tak perlu berlama-lama. Setelah beberapa kali mengambil gambar, Dira menarik tangan Revan untuk menuju tempat lainnya. Mereka berjalan melewati kompleks Capitolini. Disini terdapat lapangan luas Piazza del Campidoglio yang ditengah-tengahnya terdapat patung King Marcus Aurelius.

Seperti sebelumnya, tentu Dira ingin melihat kota dari atas. Jadi, setelah sedikit berdebat dengan Revan mengenai tempat yang akan didatangi. Mereka sepakat untuk ke Piazza Di Spagna. Melewati anak tangga untuk mencapai lantai teratas.

“Ini yang aku suka. Melihat kota dari ketinggian.” Dira berujar girang.

“Apa di Jakarta kamu juga sering naik ke puncak monas?” Tebak Revan.

Dira tersenyum lalu mengangguk, “benar sekali.” Wanita itu menikmati pemandangannya. “Aku suka ketinggian. Terutama ketika ada masalah. Rasanya bisa lapang melihat segala sesuatu menjadi kecil. Lalu aku akan berkata pada diriku sendiri, bahwa aku masih menjadi yang teratas. Tinggi dan tak ada yang dapat merendahkanku.” Ucapnya dengan tegas.

Revan kembali menerka. Kedatangan Dira untuk berlibur bukan semata-mata karena dirinya ingin melihat pesona kuno bercampur modern negeri Eropa. Tapi tidak lain karena wanita itu punya masalah. Ia membutuhkan keyakinan diri untuk tetap memandang dirinya yang teratas.

“Jangan terlalu menganggap dirimu yang teratas. Karena masih ada Yang Maha Teratas.” Revan mengacak pelan rambut Dira, dengan sebelah tangan yang menunjuk langit.

Dira menangkap keteduhan dari wajah lelaki disampingnya itu. Diam-diam ia juga memerhatikan Revan yang selama perjalanan ini menyempatkan waktu untuk beribadah. Mungkin Tuhan menghukumnya lewat Deva. Ia terlalu angkuh dan menganggap diri paling segalanya.

“Revan…” Panggil wanita itu lirih. “Bisakah kita seperti ini setelah kembali ke Jakarta?” Pertanyaan itu terlontar akhirnya.

Lelaki itu tersenyum, tak menjawab. Ia malah menarik Dira ke dalam pelukannya. Hangat, nyaman, dan terasa pas. Masing-masing dari mereka merasakan hal itu. Untuk saat ini, Revan tak berani menjawab. Ia masih menata hati. Lelaki itu takut jika nantinya menyakiti Dira.

T C T C T C

“Ini surga merk ternama.” Mata Dira tidak lepas dari toko-toko di Via Condotti. Jalanan kecil tapi dipenuhi toko yang menjual merk-merk beken seperti Salvatore FerragamoMont BlancYSLHermes, dan United Colors of Benetton.

“Kamu kelihatan seperti perempuan gila belanja.” Komentar Revan, begitu melihat betapa semangatnya Dira dengan merk-merk tersebut.

“Bukan. Aku hanya tau. Satu pun aku tidak punya.” Wanita itu membela diri.

Revan tersenyum mengejek, “tidak apa-apa kalau kau termasuk perempuan gila merk. Itu normal. Lagipula kamu pengusaha kelas atas bukan?”

“Aku memang pengusaha kelas atas. Tapi cara hidupku cukup sederhana. Kecuali kenyataan kalau aku tinggal di apartemen.” Jelas wanita itu.

“Aku percaya. Kamu bisa menahan diri untuk tidak membeli semua. Hanya tau dan kagum saja.” Revan menyerah.

Dira merangkul pundak Revan dengan paksa. Walau wanita itu bertubuh tinggi hingga 170 cm. Tetap saja tinggi Revan 187 cm. “Aku ingin ke Trevi Fountain.”

Air mancur yang konon katanya, jika melempar koin kearah kolam air mancur ini. Suatu saat orang tersebut akan kembali ke Roma. Ada cerita lain yang mengatakan, keberuntungan akan menghampiri jika koin terkena air mancur.

“Berikan aku koin.” Pinta Dira pada Revan.

“Tidak baik mempercayai hal-hal seperti ini.” Lelaki itu mengingatkan.

“Bukannya mempercayai, tapi hanya menguji kebenarannya. Hitung-hitung hiburan diri juga.” Elak Dira. Wanita itu memamerkan cengirannya.

 

 

Hari mulai gelap. Keduanya kembali ke hotel setelah menikmati makan malam sederhana di kedai kebab pinggir jalan. Dira berjalan sambil melihat-lihat foto di kameranya. Sesekali tertawa, ketika melihat ekspresi lucu Revan di foto. Tapi senyum dan tawa kecil berubah saat tepat di depan pintu kamar mereka, seseorang yang tidak diharapkan ada disana.

“Adira!!”

Traveller Couple ( Complete ✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang