Bulir 14 : Lost

Mulai dari awal
                                    

"Bangun, Armenia!" Holkay sedikit berteriak.

Kelopak mata Armenia bergerak-gerak. Gadis itu mulai membuka matanya perlahan. Ketika matanya telah terbuka dengan sempurna, dia dapat melihat Holkay dan Candles yang memandangnya dengan ekspresi masing-masing.

"Kak Holkay, Candles ..." suaranya lirih. Perlahan dia bangun dan duduk.

"Armenia, di mana Sia?" tanya Holkay.

"Sia?" Armenia langsung menoleh ke ranjang dan tak mendapati gadis yang seharian di sana. Dia langsung menutup mulutnya karena terkejut.

"Nona menghilang?" tanya Candles.

"Ini buruk." Holkay langsung berdiri. "Bisa-bisanya kita semua terkena sihir kegelapan sampai terlelap. Kau juga merasakannya, kan?" Holkay memandang dua orang itu bergantian.

"Em ... sebenarnya aku tidak merasakan apapun. Aku memang lelah dan kurasa wajar aku sampai tidur seperti itu. Aku bahkan bermimpi indah yang tak ada habisnya." Candles tersenyum kecut.

"Kau tidak berguna. Itulah mengapa seharusnya kau meningkatkan kekuatan spiritualmu!" bentak Holkay.

"Sebenarnya aku juga tak merasakannya, Kak Holkay. Aku juga mengalami mimpi yan benar-benar menyenangkan," aku Armenia merasa bersalah.

"Kalian benar-benar." Holkay mengeraskan rahang mencoba menahan emosinya. Dia benar-benar tak habis pikir bagaimana bisa sihir kegelapan bisa masuk kemari padahal penghalang terpasang memagari perkampungan. Dia kesal karena bisa terpengaruh kekuatan kegelapan seperti ini padahal dia memiliki kekuatan spiritual yang berada di atas rata-rata. Lebih kesal lagi karena dia juga mengalami mimpi indah seperti mereka berdua.

Armenia melirik ke arah tempat tidur dengan wajah khawatir. Ternyata Sia benar-benar nekad pergi padahal di luar sana berbahaya. Nyawanya bisa dalam bahaya.

"Sia pasti menuju pos cagar alam. Dia sangat ingin menghubungi mamanya," ujar Armenia.

"Oh, ya ampun. Dia gadis yang keras kepala juga ternyata. Berani sekali pergi sendiri padahal di luar Stealth berkeliaran." Candles malah menganggukan kepala sembari tersenyum.

Holkay mengepalkan tangannya. "Kalian bangunkan semua orang. Aku rasa mereka semua masih tertidur seperti kalian tadi. Aku akan ke aula besar. Kalau sampai Marsala dan ayahku sampai terpengaruh juga ini akan sangat buruk," komando Holkay.

"Ba-bagaimana dengan Sia? Kau tidak akan mencarinya?" tanya Armenia menunjukkan wajah khawatirnya.

"Nanti," jawab Holkay.

"Apa maksdunya? Sia bisa dalam keadaan bahaya. Bagaimana kalau-"

"Armenia, dia bukan gadis biasa. Apa kau berpikir dia akan semudah itu mati? Kau sepertinya menyukai gadis itu, tapi ingatlah kau tak bisa bergaul dengannya. Dia berbeda denganmu. Kalian berdua lakukan yang kuperintahkan." Holkay meninggalkan mereka berdua.

Dia berbeda denganmu. Perkataan Holkay cukup membuat mendung berpindah pada dirinya. Itu menohoknya.

"Dasar pria itu. Dia menutupi kekhawatirannya dengan bicara seperti itu. Jangan diambil hati," ujar Candles.

"Aku hanya mengkhawatirkan Sia," ujar Armenia.

"Aku juga merasa dia baik-baik saja. Sebaiknya kita segera membangunkan semua orang. Ayo!" ajak Candles.

Mereka berdua bergegas keluar dari rumah. Berpencar, menggedor-gedor satu pintu ke pintu lainnya. Perkampungan mereka benar-benar seperti tidak berpenghuni. Pagi ini semua orang tertidur lelap bahkan tak mendengar ayam yang berkokok. Semua orang mengatakan hal yang sama. Mereka merasakan tidur paling nyenyak dan bermimpi indah tanpa henti.

DARKNESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang