Untukmu,

45 17 9
                                    

Melupakan itu hanya soal keikhlasan, jika hatimu enggan, bagaimana bisa kau lakukan?

Sireena Lalerna Arsyakayla.

***

Istirahat sudah berakhir sejak 10 menit lalu. Namun Lala tetap setia di depan koridor kelasnya, memandang ke arah lapangan.

"Kenapa cinta harus sesakit ini ya, Dip?" tanyanya kepada diri sendiri.

Kali ini, hari ini, Lala merasa begitu kehilangan Dipa. Entah mengapa baru ia rasakan sekarang, yang jelas ia sangat merasa sedih.

"Ngapain hayo disini?" tanya Arez, entah dari kapan ia ada disini.

Lala menggeleng, mata nya tetap menatap Dipa yang sedang latihan Basket.

Selain dia ketua Osis, Dipa juga ketua Basket. Pria idamana bukan?

"Belum move on?"
"Nggak segampang itu, Rez!"
"Kenapa?"
"Gua udah bareng-bareng sama dia hampir satu tahun."
"Iya tau, La."
"Melupakan itu nggak segampang kita mengucapkannya. Gua bukan mau lupain dia, tapi disini gua mau coba ngerelain dia."

Mata Lala mulai berair.

Dan di bawah sana, Fani menghampiri Dipa yang sepertinya sedang istirahat dari latihannya, tak lupa pula Fani membawakan air mineral dan handuk kecil. Oh sungguh niat sekali dia.

Arez mengusap bahu Lala, lembut, mencoba memberikan semangat.

"Seandainya gua yang pergi, La. Apakah lo bakal sesedih ini?" batin Arez.

"Rez."
"Hm,"
"Kata Mamah, gua disuruh ambil kue pesenannya di tante Killa."
"Iya, tadi juga Ibu udah bilang sama gua, jadi nanti pulang langsung ke rumah gua."
"Yeay,"

Hening.

"Rez."

Arez meghela napas.

"Jangan pergi ya,"
"Pergi?"
"Iya, jangan pergi. Jangan pergi kaya Dipa, tanpa alasan yang jelas. Bolehkan gua jadi rumah lo?"
"Maksudnya?"
"Kemana pun lo pergi, lo harus tetep kembali ke gua. Terlalu egois ya gua?"

Arez tersenyum, lalu menggeleng."Enggak, La. Gua tetep disini kok, nggak bakal pergi. Janji,"

Lala memeluk Arez.

"Sesakit ini kah tuhan? Jika harus mencintai sahabat sendiri?" tanya Arez dalam hati.

***

Setelah bel pulang berdering, Lala dan Arez bergegas menuju rumah Arez, mengambil pesanan kue Mamahnya.

Arez membantu Lala turun dari mobil jeep nya, mamberikan tongkat Lala. Berjalan menuju pintu utama.

"Ada tamu, Rez?"
"Enggak." jawabnya tangannya sibuk membuka kunci rumahnya.
"Itu motor siapa?"

Cklek.

Arez berhasil membuka kunci rumahnya, berjalan menghampiri Lala yang berjarak beberapa langkah darinya,"Yang mana?"

Lala menunjuk dua motor yang sedang parkir di garasi dengan dagunya, Itu.

"Oh itu, yang scoopy buat narik gojek, kalo yang vespa matic, punya gua juga di kasih bokap. Inget malem minggu yang gua nggak ke rumah lo?"

Lala mengangguk.

"Malem itu gua di ajak makan malem sama bokap dan istrinya, terus gua di kasih itu motor, katanya sebagai ganti uang jajan selama ini. Nggak ngerti lah, pokoknya gitu. Lo mau masuk apa nunggu di sini aja?" tanya Arez.

"Mau di kamar lo yang kaya rumah pohon aja,"
"Yaudah, ayo,"

Mereka berjalan ke arah samping, tidak terlalu jauh dari rumah Arez, terlihatlah sebuah bangunan yang menyerupai rumah pohon, namun bedanya pondasinya bukan dari pohon. Kalo di lihat-lihat seperti yang ada di film My brother idiot.

"Ayo," Arez membungkukan punggungnya.
Tanpa berpikir panjang, Lala naik ke atas punggung Arez, sebenernya baru kali ini Lala merasa kaki nya benar-benar catat.

Di dalam sini hanya berisi, kasur dengan urusan kecil, hanya untuk satu orang, televisi, play station, gitar, dan alat-alat Arez melukis. Ini lebih layak seperti basecamp ketimbang kamar.

Kamar ini hanya di gunakan Arez jika ia pulang larut malam setiba mencari inspirasi untuk melukis atau membuat sketsa. Kata Arez,  dia tidak suka mengganggu tidur Mamahnya hanya karena pulang terlalu larut dan membuat Mamahnya terbangun untuk membukakan pintu. Akhirnya di buatlah kamar ini.

"Tante Killa mana, Rez?"
"Di ruko."
"Loh, terus toko kue yang dirumah siapa yang jaga?"
"Nggak ada. Ibu buka toko di ruko, jadi toko yang dirumah di tutup."
"Ih sayang banget loh, Rez, padahal udah banyak pelanggan."
"Iya paling kalo yang kerumah cuma yang mau order pesanan aja, kalo yang mau beli kue nya langsung ya harus ke ruko. Di ruko juga rame kan samping jalan besar."
Lala mengangguk.

"Yaudah bentar, gua mau ganti baju dulu, abis itu baru kita ke ruko."
"Iya,"
"Jangan coba-coba buat turun!"
"Kenapa?"
"Terserah sih, kalo lo mau gelinding-gelinding gara-gara coba-coba turun sendiri silakan, nanti kaki lo yang satu nya ikut dipasang gips, mau?"
"Hahaha.. Iya nggak."

Arez turun meninggalkan Lala, Lala berjalan ke arah pojok, melihat-lihat hasil lukisan Arez. Bagus-bagus, tidak kalah dengan pelukis profesional. Arez sebenarnya tidak memiliki niat untuk menjadi pelukis, ia melakukan itu hanya untuk hobi nya saja, lagi pula ia melukis cuma kadang-kadang saja, jika mood nya sedang tidak bagus atau sedang ada pesanan.

Lala melihat sebuah kanvas putih, sepertinya Arez belum menyelesaikannya. Hanya ada tulisan di pojok kanan bawah.

Untukmu,
Seseorang yang selama ini ku kagumi.
Dan ini untuk mu,
Seseorang yang ku yakinin akan menjadi rumahku, dan ibu dari anak-anakku.
Arz.

Setelah membaca itu entah mengapa hati Lala merasa tak terima jika Arez menyukai orang lain. Ia belum siap jika ia harus kehilangan sahabat nya dari kecil itu hanya karena telah menemukan rumahnya.

"Oy, ngapa bengong loh?" Arez mengagetkan Lala.
"Bego, kaget nih gua."
"Hahaha,"
"Rez, lo lagi suka sama siapa?"
"Hah?"
"Itu noh,"
"Ah itumah pesanan orang, La, yakali gua suka sama cewe. Capek ah dari dulu suka cewe tapi nggak dapet, ketikung mulu sial."
"Oh pesenan."
"Ayo turun,"
"Yo,"

Lala turun dengan di gendong Arez. Lala merasa merepotkan Arez. Namun Arez tidak pernah merasa direpotkan Lala. Baginya iya senang jika Lala senang.

*****

Kaya nya Lala pelihara Arez dah haha

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

Kaya nya Lala pelihara Arez dah haha

FINESTWo Geschichten leben. Entdecke jetzt