Eighteen

3.2K 294 24
                                    

CHOI SIWON POV

"Jika ini memang yang terbaik, aku harap kita bisa menerimanya. Saat kamu datang kesini dulu, kamu datang dengan tersenyum dan aku ingin kamu pulang juga dengan tersenyum" ujarnya setelah menghapus air mataku. Ntah mengapa setelah berada disini, aku semakin berat meninggalkannya. Aku tidak kuat akhirnya aku harus melepaskannya dan juga Darren. Ia tidak setuju Darren bersamaku karena Darren bukan anakku, itu yang ia katakan sebelum pesawat mendarat.

"Apakah kamu sudah menerima perpisahan kita?" tanyaku, aku bertanya seperti orang bodoh, sudah tau jawabannya tapi kembali bertanya. Jika ia tidak menerima perpisahan ini, kita tidak mungkin berada disini saat ini.

"Aku sedang mencobanya dan aku berharap ini berhasil"

"Kamu tidak sabar bersama dengannya? Sehingga sebuah kata untuk memohon saja tidak kamu katakan, bahkan air matamu itu tidak mengalir" mungkin terdengar bodoh, disaat seseorang tidak lagi menginginkanku, aku malah berharap ia memohon dan menangis untukku. Choi Siwon ntah terbuat dari apa otakmu sampai bisa mengatakan hal memalukan ini.

"Berapa banyak kali pun aku memohon, itu tidak akan membuatmu kembali padaku. Begitu juga dengan tangisan. Aku tau semua itu karena aku sudah pernah mencobanya, saat aku menangis memohon padamu untuk percaya padaku. Kamu malah marah padaku. Aku tidak ingin kamu semakin membenciku"

"Aku mengerti" ujarku "Aku akan berada disini beberapa hari, besok aku ada pertemuan dengan client, kita bisa menceritakan perceraian kita di hari terakhir aku berada disini. Aku tidak keberatan, kecuali kamu sudah tidak sabar untuk bercerai denganku" aku berbohong soal client, aku tidak ingin ia tau ia begitu penting untukku. Ia tidak perlu tau apa-apa lagi tentangku karena setelah perceraian ini kita bukan lagi siapa-siapa. Aku menghapus sisa air mataku dan bangkit dari duduknya "Aku harap kamu bahagia setelah ini" aku tersenyum padanya, walaupun tampak begitu terpaksa. Aku sudah begitu memalukan tadi saat membiarkannya melihat air mataku. Ia tidak akan pernah tersentuh walaupun aku menangis darah, tapi aku dengan tidak tau malu menangis untuknya.

"Aku juga harap kamu bahagia" ujar Yoona

Iphoneku berbunyi dan nomor Tifanny muncul. Aku baru ingat aku memiliki janji dengannya. Lalu aku menunjukkan ke Yoona,

"Aku akan memintanya bercerai dengan Seunghyun" ujarku, lalu aku mengeser tanda answer di layar ponselku sambil berlalu meninggalkan Yoona.

"Yeoboseo" sapaku

"Yak choi siwon, kamu membuat janji denganku lalu kamu berangkat ke London. Apa maksudmu itu?" teriaknya, dulu aku begitu membencinya karena mengkhianati sahabatku tapi kini ia adalah teman baikku, aku sering bertemu dengannya dan Taeyeon eonni. Mereka berdua kakak-adik ipar yang baik.

"Mianhae, aku lupa memberitahumu"

"Kalian pria Choi selalu bertindak sesuka hati" ujarnya

"Aku sarani sebaiknya kamu bercerai aja dengan suamimu. Daripada kamu tersiksa batin" ujarku "Aku akan membiayai sepanjang hidupmu jika kamu belum menemukan pengganti dia setelah perceraian"

"Apa Yoona memintamu menyuruhku bercerai?" tanya Tifanny

"Aniy, hanya saja aku tidak ingin ada yang tidak bahagia" ujarku

"Walaupun kamu yang akan terluka?"

"Ne" aku mengangguk, tapi ia tidak mungkin melihatnya "Bercerailah, biarkan mereka bersama"

"Sudahlah, jangan membahas aku. Aku mencarimu hanya ingin memberitahumu masalah istrimu. Setelah mendengarkan aku, kamu baru boleh putuskan apakah kamu masih ingin melepaskannya atau tidak"

"Katakanlah"

"Yoona tidak melakukan apapun seperti yang ada di pikiranmu. Dia tidak mengkhianatimu dan anak dalam kandungannya itu adalah milikmu. Aku tidak habis pikir bagaimana CEO sepertimu bisa ditipu habis-habisan seperti ini. ckckckckck, aku jadi meragukan otakmu itu" ujarnya "Sena itu menjadi mata-mata Seunghyun. Untung saja Henry sudah memecatnya"

ReasonWhere stories live. Discover now