Chapter 10

40K 1.8K 8
                                    

Aku Bukan Milikku

Peppino Café and Music

Disudut Café itu keduanya terdiam tanpa berkata selama 2 jam terakhir, sedangkan seseorang waiters sudah kesal menatap mereka karena tidak ada yang dilakukan selain memutar-mutar batu es yang sudah mencair digelas ketiga mereka.

"Aku.." ucap kedua bersamaan.

"Kau dulu saja" tambah Arsyad.

"Aktu tidak akan bertele-tele, dokter."

"Katakan saja"

Sebelum mengatakan apa yang tersimpan dihatinya Dillana menghembuskan nafas yang panjang, seolah hendak menstabilkan detak jantungnya. Detak jantung yang belakangan ini menjadi terindikasi Takikardi (jantung yang berdetak lebih cepat).

"Jangan pernah mengatakan bahwa aku milikmu, karena aku hanya milik diriku sendiri, aku takut tak mampu menghadapi hatiku sendiri. Jangan pernah menyatakan kepemilikkanmu akan diriku. Karena itu sama saja kau menyamakan aku dengan sebuat barang, dimana ketika kau sudah tak membutuhkan atau bosan dengan barang itu, kau akan meninggalkannya mencampakkannya. Jadi kumohon jangan libatkan hatiku dalam kehidupanmu."

Arsyad tidak menjawad apapun dari kalimat yang baru saja dikeluarkan oleh wanita itu, wanita yang mulai mencuri hatinya tanpa ia sadari. Didetik kesekian mereka mematung bersamaan, tidak ada sepatah katapun yang keluar dari kedua mulut mereka. Dan lamunan Arsyadpun memudar ketika ia mendengar sebuah isakan dari wanita yang ada dihadapannya.

"Aku tidak bermaksud seperti itu, aku juga tidak ingin mempermainkanmu. Aku mengatakan kau milikku karena memang aku bersungguh-sungguh ingin menjadikanmu sebagai milikku."

"Cukup. Cukup aku bilang, aku pergi."

"Dilla.. tunggu !!"

"Aku mohon biarkan aku sendiri."

Arsyad kembali mematung, tidak mampu menjawab apalagi mengejar wanita itu. Ia mengerti bahwa wanita dihadapannya masih membutuhkan waktu. Ia hanya mampu memandangi punggung kecil yang menghilang meninggalkannya sendirian di Café itu.

Didetik dan menit yang sama...

Keduanya merasakan sesak yang amat dalam didalam dada, bergemuruh seolah guntur tengah memporak-porandakan hati mereka.

Dan diluar Café, Dilla menyandarkan tubuhnya di tembokan luar Café, membiarkan tubuhnya menyatu dengan bumi, ia menjatuhkan tubuhnya ketanah dan terisak sejadi-jadinya, isakannya lebih pedih daripada kehilangannya 2 tahun lalu.

"Kejar. Kalau kau tidak ingin kehilangan untuk kesekian kalinya. Kejar dan perjuangkan, dia layak untuk kau perjuangkan, sobat" Ucap Faqih yang entah sejak kapan ada di Peppino memandang sahabatnya dengan getir.

"Dia masih diluar, menangis dan membumi. Antarkan dia pulang, gw rasa dia berlaku seperti itu karena memiliki sesak dimasa lalu." Tambah Faqih sambil menepuk pundak sahabatnya.

"Thanks, bro. Gw duluan." Jawab Arsyad yang langsung meninggalkan sahabatnya.

"Kau pergi begitu melihatku, sebenci itukah? Sebegitu besarkah salahku hingga kau menghindariku sebesar ini." Batinnya bicara sendiri, ketika Dilla meninggalkan dirinya LAGI.

Kediaman Rumah Bargantara

"Asta.. Bilang sama bibik buat gembok pager sekarang, hujannya deras gak aka nada yang datang." Ucap Arni kepada anak bungsunya.

"Sama Asta aja mom. Kasian bibik gak enak badan."

"Baiklah nak, pakai payung, hati-hati licin."

"MOM !! DAD !! MAMA !! PAPA !! SINI !!" Ucap Asta sambil berteriak.

"Ada apa nak ?" Ucap sang Mama dan Papa yang berlari saat mendengar anaknya.

"Mas Arsyad pulang."

Seketika seluruh mata melihat ke arah pria yang tengah turun dari mobil. Penampilannya yang berantakan, matanya yang sembab membuat hati sang bunda merasa perih.

"Arsyad" Ucap Arni

"Ma, maaf aku baru pulang. Ma... Aku..." Ucapannya tidak dapat ia selesaikan. Arsayd menghamburkan tubuhnya kepelukan sang Mama.

"Tidak apa-apa nak. Ayo masuk dan mandi, mama akan siapkan baju dan makanmu." Ucap Arni sambil mengusap kepala anak prianya yang sangat rapuh.

Arsyad menyantap semua masakan yang Mamanya sediakan, seolah sudah tidak makan dalam waktu yang lama. Padahal bukan lapar, tapi karena frustasi yang dia sedang rasakan saat ini. Keluarganya menatapnya dengan penuh khawatir. Oiya, keluarga Bargantara memiliki rumah yang sangat besar, itu karena kedua orangtua mereka tidak ingin kesepian dihari tua. Semua anaknya tetap tinggal dirumah meski sudah menikah, kecuali Arsyad.

"Ma, Pa aku tidur ya.."

"Kamu gak mau cerita dulu sebelum tidur, nak? " Ucap Arni.

"Gak ada yang harus diceritakan ma. Apa aku harus memiliki cerita untuk pulang kerumah ?"

"Tidak nak, istirahatlah sayang."

Arsyad berlalu meninggalkan keluarganya yang masih menatapnya khawatir. Disisi lain Anton sang Ayah pun mencari tahu apa yang terjadi dengan anaknya kepada dr. Faqih. Begitu mendapatkan penjelasan dari Faqih, keluarganya merasa bahagia sekaligus sedih, bahagia karena sang anak sudah mulai membuka hati, dan sedih karena sang anak mendapatkan penolakan. Tapi bukan penolakan utuh, si wanita hanya membutuhkan waktu yang lebih untuk menerima kondisi yang tengah ia alami.

"Aku mohon jangan tinggalkan aku, aku mohon berikan aku kesempatan untuk membuatmu bahagia dan membahagiakan diriku, Dilla"

"Aku mohon.."

"Aku mencintaimu, sangat mencintaimu."

Arsyad terus mengingau, tubuhnya demam dan ketika ia bermimpi tentang wanitanya dan ia meneteskan air mata.

My Stone Doctor (COMPLETE)Where stories live. Discover now