Chapter 8

40.9K 1.9K 10
                                    

Dia Milikku

Takdir apa yang sedang Tuhan permainkan
Koyakan hatiku kemarinpun belum sempurna ku kumpulkan
Apa kini Tuhan bersiap mengoyak hatiku lagi
Tuhan
aku takkan sanggup untuk kedua kalinya
-Arsyad-

Ruang Poli Bedah Jantung

Tidak seperti biasanya Jakarta dihujani oleh air langit, kali ini cukup deras hingga mampu menyembunyikan jeritan hati seorang pria yang tengah menatap kosong dari ruang kerjanya. Menatap rintikan itu membasahi tubuh-tubuh yang tengah berlarian diluar sana. Sebuah senyum disunggingkannya saat menatap anak-anak kecil berlarian dikejar ibunya, saat ia sedang melarikan diri agar bisa bermain hujan. Batinnya menjerit, andaikan ia mampu memberikan kebahagiaan yang sama pada seorang anak yang namanya enggan ia sebutkan.

"Dok, dipanggil pak direktur ke ruangannya, katanya dokter di telpon gak di angkat." Ucap salah satu perawat yang bertugas dipoli.

"Ya, saya akan segera kesana."

...

Perawat pun meninggalkan Arsyad yang masih mematung, tapi tidak lama ia bergegas menemui sang papa ke lantai 15. Percakapan antara dirinya dan sang papapun dimulai dengan membahas kejadian di Instalasi Gawat Darurat.

"Masuk nak, papa tidak akan berbasa-basi denganmu. Pertama, jangan bawa Faqih dan Dilla ke Kedisiplinan, mereka melakukan sekuat tenaga demi menyelamatkan pasien itu. Kedua, pulanglah... apa kau tidak merindukan kami ? apa kau tidak merindukan suasana rumah ?"

"Apa papa tidak akan membiarkan aku duduk dulu? Aku masih diambang pintu saja sudah 2 kalimat yang papa lontarkan."

"Hahaha duduk nak, papa sudah lama ingin berbincang denganmu layaknya seorang papa dan anaknya." Anton merasa anaknya tengah hangat meski wajahnya muram. Seperti sedang menolak sesuatu dalam batinnya.

"Apa aku takkan mendapatkan teh atau kopi disini. Aku rasa aku butuh satu antara keduanya saat ini."

"Papa sudah memesankannya tinggal menunggu saja kopimu datang. Jadi bagaimana dengan pertanyaan papa ?"

"Aku tidak minat membawa masalah ini ke kode etik rumah sakit untuk mendisiplinkan mereka, mau bagaimanapun mereka melakukan yang terbaik. Hal itu lebih baik, daripada kita diekspos karena memiliki dokter-dokter yang takut dan gemetar saat melihat darah berhamburan."

"Kedua, Aku bukan tidak rindu. Aku rindu, bahkan pada anak itu. Hanya saja aku tak memiliki cukup keberanian untuk pulang."

Menangkap kegetiran sang anak, merasakan kehangatannya kembali seperti 5 tahun lalu membuat sang ayah pun mendekatinya, menangkupkan tangannya merangkul bahu tegap yang sebenarnya tengah rapuh.

"Pulanglah.. kami akan menunggumu, apapun yang ada didepan kami takkan lagi menjadi manusia dibelakangmu, tapi kami akan menggenggam satu sama lain, agar kau tidak merasa sendiri lagi. Pulanglah nak.."

Dekapan sang Ayah pun diikuti oleh leburnya air mata dari keduanya, kehangatan kerinduan yang terpendam dan tak terpecahkan selama 5 tahun ini hilang seketika.

Arsyad berniat pulang pada akhir pekan ini. Setelah bercengkrama dengan sang Ayah, Arsyad pun pamit karena merasa letih dengan sederet kejadian yang menyita pikiran, tenaga dan hati. Ia memilih kembali ke asrama dokter dan co-ass yang berada di belakang gedung rumah sakit. Hanya saja ada yang berbeda, Ia melewati rute yang berbeda, mungkin karena pikirannya yang berkecamuk ia memilih rute yang sepi seolah jalanan sepi itu akan membantu ia melepaskan gundahnya ditiap langkahnya. Arsyad pun memilih melewati gedung lama dari MIH yang mungkin lebih terkeson horror.

Kakinya terhenti saat ada yang meneriakan namanya dengan keras dari dalam bekas gudang obat-obatan.

"Arsyad itu punya gw, bahkan gw sama dia udah pernah abisin malem berdua, jadi lo gausah kegatelan." Ucap salah satu co-ass yang bernamakan Genoa di Snellinya, wanita itu menjambak rambut dan kerudung seorang wanita lain dihadapannya.

"Anda melakukan ini karena dr. Arsyad ? Ya Allah, Genoa.. apa kepercayaan diri yang kau junjung itu ditelan gajah hingga takut merasa disaingi oleh saya?"

"Bahkan saya sendiri tidak pernah merasa ingin merebut dr. Arsyad dari siapapun. Bahkan dia tidak memiliki tempat dihati saya. Anda lucu, seorang yang bermartabat seperti anda menjadi liar seperti ini mencelaki orang hanya karena laki-laki." Tambah dilla dengan memberikan senyum kecut.

"Diam kau !! perempuan sialan !!" diiring tamparan keras yang membuat dilla terhuyung dan mengeluarkan darah dari sudut bibirnya.

Srreeeeeeekkkkkkkkkkkkkkk

Baju dinas Dilla pun dirobek Genoa, tak berapa lama seseorang diluar sana akhirnya mendobrak paksa gudang yang terkunci dari dalam itu.

Duuuaaaaarrrrrrrrrrr

Saat pintu terbuka, entah apa yang Arsyad rasakan, hatinya hancur berkecamuk melihat Dilla yang sibuk memperbaiki bajunya, berusaha menutupi bagian tubuhnya yang terbuka. Hati Arsyad teriris melihat wanita itu menangis, tubuhnya dipenuhi air kotor dan bajunya terkoyak.

"Apa-apaan ini?"

"Beruntung saya mengenali nama dan wajah kalian, tunggu hingga saya membawa kasus ini ke kode etik kedisiplinan dan ke kemahasiswaan kali, jangan salahkan saya bila kalian takkan menyentuh bahkan melihat ijin dokter kalian." Ucap Arsyad sambil menghampiri Dilla yang tengah menangis menutupi tubuhnya.

Kelima orang itu, Genoa dan keempat kawannya hanya mematung merasa bahwa semua kerja keras mereka akan sia-sia.

"Kau tidak apa-apa?" ucapnya sambil menatap Dilla, dan hanya dijawab anggukan oleh Dilla.

Arsyad pun melepaskan sweater dan Snellinya untuk dikenakannya pada Dilla. Dan setelahnya menatap tajam pada keempat anak didiknya.

"Jangan pernah mendekatinya apalagi sampai menyakiti dirinya lagi, karena kalian akan berhadapan denganku. DIA MILIKKU."

Kata-kata Arsyad sontak membuat semua orang terperanjat, tak terkecuali Dilla yang menatap Arsyad dengan penuh tanda tanya. Batinnya berontak, bagaimana bisa pria yang selalu terlihat membencinya itu mengatakan bahwa Dilla adalah miliknya.

Keduanya meninggalkan kelima orang yang itu, yang tengah terjatuh seolah tubuh mereka tak bertulang. Padahal sebelum menyeret dilla kesini mereka sudah pastikan tidak aka nada yang curiga dan tidak ada yang melihat mereka membawa Dilla.

"Kita kekamar dinasku, Kau bersihkanlah dirimu disana. Apa kau membawa pakaian dan pakaian dalam ganti ?" tanyanya sambil tetap merangkul bahu gadis itu.

"Aku tidak membawa pakaian ganti, tapi kalau pakaian dalam ganti aku selalu membawanya di Lokerku. Loker yang ada di VK, kita ke VK saja."

"Aku saja yang ambil kesana, kau mandilah. Kalau kau ke VK dengan pakaian begini mereka akan mengira aku melakukan hal asusila terhadapmu."

Ruang Asrama Dokter

"Dilla ? lu kenapa ?" tanya dr. Kanaya yang merupakan kawan Dilla dan kawan Arsyad juga.

"Jangan dulu banyak bertanya Nay, biar dilla bersihkan dirinya dulu baru kita bicarakan kalau dia sudah tenang." Jawab Arsyad.

"Arsyadku sudah kembali." Batin Kanaya, yang menjawab ucapan Arsyad dengan senyuman dan menepuk lembut tubuh Dilla.

"Mandilah, dan kunci dari dalam. Oh ya, sebentar. Pakai ini, Ini akan cukup ditubuhmu, aku sudah tidak memakainya lagi." Kata Arsyad sambil memberikan baju OK nya yang berlengan panjang dengan bordiran nama didadanya, Aroma maskulin pria itu menyeruak masuk dalam indera penciumannya. Lagi-lagi ia hanya menjawab dengan anggukan dan senyuman.

"Yasudah aku akan ke VK dulu membawakan tasmu. Kunci pintunya." Katanya sambil meninggalkan kamar.

Dan disisi lain, aku merasakan degupan yang amat kencan didadaku. Arsyad, mengapa kau membuat ku seperti ini. Jangan membuatku lemah dengan perhatian seperti ini.

Ahh.. atau mungkin hanya aku saja yang sedang menghayal terlalu jauh...

My Stone Doctor (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang