2. You've done your best

Start from the beginning
                                    

"Bagaimana Jimin?" Mendengarnya, Taehyung hanya terdiam tidak menjawab. Ia memilih untuk memainkan ponselnya ketimbang menjawab semua pertanyaan beruntun dari kakak-kakaknya. Sementara, mereka semua tidak bertanya lebih lanjut setelah melihat ekspresi Taehyung.

Lama mereka ditelan keheningan, pintu ruang latihan yang terbuka sontak membuat semua atensi di ruangan itu teralih.

Jimin masuk dengan tampang kusutnya, ia kemudian menatap semua teman-temannya lalu tersenyum kecil.

"Kalian tidak pulang? Kupikir saat aku ijin ke kamar mandi kalian sudah pulang seperti biasanya. Latihan juga sudah selesai, kan?"

Jimin bergabung dengan semua rekan satu grupnya, membereskan barang-barangnya yang masih berserakan.

"Kami menunggumu."

Jimin tersenyum saat mendengar ucapan Hoseok. Hoseok lantas berdiri, disusul oleh teman-temannya yang kini berdiri dan membawa tas ranselnya masing-masing.

"Kalian duluan saja, aku masih mau memberikan berkas pada PDnim."

Namjoon menepuk bahu Jimin, mencoba memberi semangat pada adik sekaligus juniornya. Jimin tersenyum.

"Aku nanti naik taksi saja. Beristirahatlah."

Tapi ia tidak menyangka, Jungkook dan Taehyung maju diantara teman-temannya dan tersenyum hangat. Jungkook meletakkan tasnya, diikuti dengan Taehyung.

"Aku disini saja dengan Jimin hyung." (Hyung = kak)
"Aku juga ingin berlatih denganmu, jangan melakukannya sendirian selama ada kami."

Jimin menatap kedua lelaki di hadapannya, sesekali melirik teman-temannya. Namjoon, Seokjim dan Hoseok juga menyusul meletakkan tas ranselnya. Semuanya menatap Yoongi, dengan di balas dengan Yoongi yang tersenyum sembari mengendikkan bahu kemudian ikut melepas tasnya dan meletakkannya.

Karena sebenarnya semuanya tahu bahwa Jimin tidak berniat memberikan berkas, namun untuk berlatih hingga fajar. Jimin selalu bekerja keras setelah mendapat ancaman bahwa ia akan didepak dari grup. Jimin selalu seperti itu saat masa-masa sulitnya mulai datang.

"Ayo kita berjuang bersama."

—April, 2013.
"Jimin! Taehyung, cepat!"

Taehyung menarik tangan Jimin yang sedaritadi masih berdebat dengannya. Jimin mengerang dan merengek selayaknya anak kecil.

"Aku tidak mau naik roller coaster! Sungguh!"
"Hyung!"
"Jungkook!"

Jimin masih merengek saat Taehyung terbahak keras dengan masih menarik tangan Jimin. Yoongi tersenyum lebar dan teman-temannya yang sudah duduk di bangku roller coaster pun tertawa mendengar reaksi Jimin.

"Aku benar-benar tidak bisa naik roller coaster, hyung. Taehyung, tidak! Syuh!"

Jimin mengerahkan semua kekuatannya saat dirinya sudah benar-benar dekat dengan bangku roller coaster. Taehyung sedikit tertarik dan kemudian mendengus sebal.

Oh, tuhan. Berilah hambamu ini kesabaran.

"Ayolah Jim, sekali saja. Ayo bersenang-senang!" Taehyung masih membujuk dan memandang lucu wajah Jimin yang sudah seperti anak kecil yang sedang diculik.

"Sekali saja pantatku. Bisa-bisa aku mati disana!"

Tawa Seokjin pecah diikuti oleh tawa yang lainnya, termasuk Taehyung. Saat Taehyung melepaskan genggamannya pada Jimin, ia sibuk mengatur tawanya dan memandang Jimin dengan sedikit senyum kecil.

"Identitasmu sebagai trainee sudah terungkap, jangan teriak-teriak dan duduk saja." Ujar Namjoon.

Jimin mengulum bibirnya dan memandang satu persatu teman-temannya yang mengulas senyum jahat.

"Baiklah."

Taehyung lantas bersorak mendengar jawaban pasrah Jimin. Jimin duduk di samping Taehyung sembari berpegangan erat. Begitu keretanya mulai berjalan pelan, Jimin menutup matanya dan meremas tangan Taehyung di sampingnya.

"WAAA!"

-

Malamnya, Jimin kembali terjaga saat kata-kata PDnim kembali menguasai otaknya. Berputar-putar dengan tidak sopan dan mengganggu jam istirahatnya serta hari liburnya. Jimin berbaring terlentang di ranjangnya, menatap langit-langit.

"Kami sempat ragu untuk medebutkanmu sampai detik ini juga."

Jimin menoleh saat ponsel di sampingnya bergetar. Ia menggeser tombol hijau di ponselnya yang berdering, menempelkan ponselnya di telinga sebelum berbicara.

Sekilas, ia melirik Taehyung yang tengah memejamkan matanya di ranjang tingkat yang berada persis di sampingnya. Keduanya berada di tingkat paling bawah. Ranjangnya dan ranjang Taehyung bersebelahan.

"Iya, aku baik-baik saja eomma."(ibu)

Ibu merindukanmu.

"Hm, aku juga merindukan ibu dan Jihyun."

Pulanglah kalau sempat, nak.

"Hmm."

"Eomma?" (Ibu)

Mwonde ?
(Apa?)

"Disini sangat berat. Rasanya ingin menyerah."

Taehyung membuka matanya, menatap Jimin yang kini duduk di pinggir ranjangnya dengan menunduk.

Ada yang terjadi selama disana?

"Ah, tidak. Aku..."

Tidak apa-apa, ibu selalu disini.
Berhasil atau tidak, kau masih punya tempat untuk pulang.

"Iya bu. Jimin mengerti."

Baiklah. Tidur yang nyenyak ya, nak.

"Pasti. Aku mencintai ibu. Hmm, bye."

Jimin menjauhkan ponselnya dan mengusap wajahnya kasar.

Taehyung berdiri, mendekati Jimin dan mengusap punggungnya lembut. Jimin menoleh, menatap Taehyung dengan air mata yang membasahi pipinya. Jimin memalingkan wajahnya karena malu tidak bisa menahan air mata saat mendengar suara ibunya. Ia merindukannya, merasa bersalah dan merasa tidak berguna. Taehyung duduk di samping Jimin.

"Aku tahu ini berat."
"Jimin yang kukenal tidak pantang menyerah."

Taehyung merengkuh Jimin ke dalam dekapannya di tengah heningnya malam. Jimin bukanlah tipe seseorang yang mudah menangis seperti Jungkook. Bukan seperti Yoongi yang mendadak marah pada siapapun. Bukan seperti Hoseok yang menutupinya dengan keceriaan yang berlebih. Bukan seperti Seokjin dan Namjoon yang saling bertukar pikiran.

Bahkan bukan seperti Taehyung yang lebih memilih menjauh dari segalanya.

Jimin hanya menjadi Jimin pada saat dirundung masalah, tetap tersenyum dan tertawa seperti biasa bahkan saat masa depannya di pertaruhkan.

To Be Continued.

———
Edited on 19.01.20

There For You ✔ Where stories live. Discover now