Kita Tak Pernah Tahu, ke Mana Burung-Burung Itu Terbang

142 12 1
                                    

Judul            : Kita Tak Pernah Tahu, ke Mana Burung-Burung Itu Terbang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Judul            : Kita Tak Pernah Tahu, ke Mana Burung-Burung Itu Terbang

Penulis         : Y. Agusta Akhir

Penerbit       : UNSA Press

Editor           : Ken Hanggara

Layout          : Wirasatriaji

Kover            : Wirasatriaji

Cetakan        : Pertama, September 2017

Tebal             : 370 hlm

ISBN              : 978-602-74393-6-8

Blurb:
Warih adalah bocah dua belas tahun yang hidup sebatang kara. Ia berkawan dengan Sakrama--seorang lelaki tua berumur 130 tahun yang bisa berbicara dengan pohon arwah. Setelah lulus sekolah dasar ia diajak ke rumah Kung Kasida, lelaki yang pernah jadi majikan ayahnya. Dalam perjalanan ke rumah Kung, Warih mengalami keanehan-keanehan. Ia seperti sedang melakukan perjalanan panjang yang melewati hutan, jalanan yang bertebing, melihat burung raksasa dan mendengar auman serigala.

Sampai di rumah Kung, Warih letih dan tertidur, lalu bermimpi bersenggama dengan seorang perempuan. Kelak ia bertemu dengan perempuan itu yang bernama Mahligai Sukma, yang telah dibunuh oleh anak buah Sang Guru. Tetapi sebuah keajaiban terjadi. Ketika mayatnya dibuang ke sungai, lalu ditemukan oleh Wir Satang, mendadak Mahligai hidup kembali.

Mengetahui Mahligai Maha Sukma masih hidup, Sang Guru memerintahkan Mangertos untuk memburu Mahligai. Dalam pelarian, Mahligai mencari Kung, untuk meminta perlindungan.

_*_

Alur Cerita:
Cerita ini dibuka dengan keterkejutan si bocah gundul--Warih--saat melihat buaya putih di sungai. Bukan karena buayanya, tapi ia teringat akan perkataan Sakrama--lelaki renta yang dua tahun lagi umurnya genap 130 tahun--bahwa kemunculan buaya putih pertanda petaka.

Sementara itu, Mahligai terpekur melihat jasadnya sendiri hanyut perlahan-lahan mengikuti arus sungai. Di tengah pengharapan jasadnya menepi hingga mereka bisa bersatu dan hidup seperti sedia kala, mengalirlah kisah pertemuannya dengan lelaki yang dipanggil Sang Guru hingga tubuh indahnya berakhir di tangan lima lelaki beringas.

Kung Kasida dulunya seorang pengusaha gamelang. Lalu memilih berhenti karena alasan tertentu. Sekarang ia sering mendengar tembang di rumahnya, tanpa tahu siapa yang melantunkannya. Belakangan Kung mulai mengenali suara itu milik Mahira, gadis yang pernah bekerja di rumahnya, lalu meninggal setelah mengeluh sakit perut.

"Kung tak merasa terganggu. Tetapi bagaimanapun, sebuah tembang terdengar tanpa bisa terlihat pelantunnya adalah sesuatu yang tak masuk akal, kendati pun Kung mengalaminya."_(hal 20)

Review Suka-Suka GueWhere stories live. Discover now