Wattpad Original
There are 8 more free parts

Permulaan

116K 6.2K 212
                                    

Ketika dia bertemu Madam Smith, semestinya Tilly sadar ada yang tidak beres. Perempuan tua itu menyapanya terlalu hangat. Yang mana, biasanya Madam Smith akan mengeluhkan apa pun dari dirinya terutama gaya berpakaian Tilly yang dianggap 'sangat TIDAK London'. Oh, Tilly ingin mengerang. Apa memangnya standar yang 'sangat London' itu? Tren busana para bangsawan saat season?

Tilly akan punya segudang alasan untuk tidak membuang uang demi tren busana musim itu atau merelakan roti lezatnya hanya agar bisa mempunyai bentuk badan seindah Lady of Cottenham. Tidak akan. Tilly terlalu menghargai dirinya sehingga memilih menulikan telinga dari ocehan sinis Madam Smith yang kebetulan adalah ibu kandung kekasihnya.

Ferdinand Smith dan Winnyfred Jhonson datang pada suatu sore. Mengherankannya, Tilly segera teringat pertemuan tak sengaja dengan Madam Smith dan merasa waswas. Kemudian permintaan maaf Ferdinand mengucur. Detik itu juga, Tilly merasa bagai cermin yang dipukul palu. Dia hancur menjadi serpihan yang runtuh ke lantai.

"Aku mohon maafkan aku. A-aku ... aku yang paling bersalah. Aku mengkhianatimu. Jangan salahkan Winny. Aku yang menyebabkan situasi kita runyam," kata Ferdinand terbata dan tampak pucat.

Winnyfred, perempuan berambut pirang di sisi Ferdinand menunduk dan menangis. Ya Tuhan, Tilly merasa keadaan terbalik. Dialah korban di sini, korban perselingkuhan kekasih dan korban pengkhianatan rekan kerjanya. Namun, Winnyfred yang menangis bak korban pelecehan. Andai ada hukum yang berlaku atas sikap dua orang yang duduk di kursi ruang tamunya, Tilly ingin segera mengajukan gugatan.

Sayangnya, Tilly dan Ferdinand hanya sepasang kekasih. Pengadilan akan mengolok gugatannya. Mungkin, dia butuh mengikuti sindiran Madam Smith. Sehingga pria yang menjadi kekasihnya kelak tidak akan berpaling pada pesona Winnyfred yang selalu memesona dalam balutan gaun trendi.

Mengkhayal untuk mengulang waktu tidak akan mengubah situasinya. Ferdinand dan Winnyfred sudah di sini dan memberinya kabar pernikahan mereka.

"Tilly, aku mohon ampuni kesalahan Ferdinand. Semua terjadi karena kesalahanku," kata Winnyfred lemah. Akhirnya perempuan itu berbicara, tapi tidak kunjung memuaskan dahaga di kerongkongan Tilly. Lucu memang. Tilly merasa lehernya kering setelah Ferdinand menjelaskan situasi mereka.

Sudah setengah jam dua tamunya di sini dan Tilly belum mengucapkan satu patah kata pun. Dia terlalu terkejut akan cerita yang diterima. Ferdinand dan Winnyfred menunduk karena tidak tahu apa yang bisa memicu Tilly berbicara atau merespons berupa mengusir mereka, membanting pintu tepat di depan hidung, dan memaki.

Tilly pun berpikir demikian. Dia bisa saja mengusir Ferdinand dan Winnyfred, membanting pintu keras-keras, bahkan memaki. Masalahnya, apa semua situasi ganjil di antara mereka bertiga akan selesai?

Jawabannya, tidak.

Tilly menarik napas panjang dan perlahan mengangkat kepala. Sambil tersenyum, Tilly berkata, "Selamat atas kabar pernikahan kalian. Jangan mengharapkan kedatanganku apalagi doa dan restuku karena aku hanya bisa memberikan harapan akan kegagalan pernikahan kalian dan penyesalan seumur hidup. Tentu doa semacam itu sangat tidak baik dalam pemberkatan. Pergilah dan tolong bersikap tidak pernah mengenalku. Jika bertemu, jangan pernah mendekatiku atau menyapa. Itu caraku dapat menerima kalian sebagai pasangan."

Ferdinand sudah akan mendebat, akan tetapi cengkraman Winny pada lengan mencegahnya. Meski Tilly berhak marah dan membenci mereka, Ferdinand tidak bisa menerima permintaan Tilly untuk tidak lagi saling peduli.

Tilly bangkit dari kursinya, berjalan anggun ke pintu, lalu membuka lebar pintu itu. Tangannya bergerak memberi kode agar kedua tamunya pergi dengan tenang. Tenang yang dimaksud tentu tanpa pembicaraan apa pun lagi. Kedua tamunya memahami maksudnya. Mereka pergi tanpa ada lagi ucapan yang memperburuk perasaan Tilly.

Tilly's New DiaryWhere stories live. Discover now