|02| KEHANGATAN PERTAMA

973 169 249
                                    

Biasakan vote sebelum membaca

"Jatuh cinta itu bagai menanam benih di hati. Ada tiga pilihan, merawatnya hingga membuahkan hasil, menebangnya hingga rasa itu hilang meskipun masih ada yang tersisa, atau membiarkannya hingga layu dan menghilang dengan sendirinya.
Jadi kamu pilih yang mana?"

***

Matahari sudah terbenam beberapa jam yang lalu, bulan dan para bintanglah yang kini bertugas mempercantik langit yang terlihat hampa.

Dalam ruang klub dengan sedikit penerangan, Rena sedang sibuk mencetak foto yang dia ambil sejak beberapa hari yang lalu. No-Human Photography, itulah beberapa tulisan yang melekat pada dinding klub. Anggota di ekstrakulikuler ini diharuskan untuk memotret apa saja selain memotret manusia dan Rena sering melanggar aturan itu.

Seperti biasa, dia menyelinap pada malam hari untuk mencetak foto Saka yang Rena ambil secara diam-diam. Seperti paparazzi? stalker? atau penguntit? biarlah, karena hal ini sudah menyangkut pikiran dan perasaan Rena.

Rena sering menyelinap di malam hari karena tidak ingin kegiatannya diketahui oleh orang lain, bukan karena dia takut rahasia kisah cintanya terbongkar, tapi karena dia tidak ingin di hukum di kegiatan ekstrakulikuler ini dan membuatnya tidak bisa menghabiskan waktu bersama Saka lebih lama lagi.

Setelah selesai, Rena segera memasukkan semua foto kedalam tasnya, dia berencana untuk menambahkan foto-foto itu ke dalam album foto yang ia simpan di lemari kamar dan tidak ada seorangpun yang tahu selain dirinya.

🍃🍃🍃

Sial, karena terlalu fokus dengan foto Saka, Rena lupa tidak memberi kabar Naya untuk menjemputnya. Motor yang digunakan Rena untuk berangkat tadi pagi memang milik mereka berdua, Naya sudah membawa motor itu pulang bersamanya karena tidak ingin lama-lama menunggu kakaknya selesai kegiatan.

Kalaupun Rena menelpon Naya sekarang, pasti tidak kunjung diterima karena jam segini adiknya itu sudah berada di alam mimpi. Emang dasar si kebo, tukang tidur.

Bus dan angkot tidak terlihat sama sekali, taxi memang tidak melewati daerah ini, dan ponsel Rena mati karena lowbatt jadi dia tidak bisa memesan jasa ojek online.

Rena menghela napasnya seraya menatap ujung sepatunya yang terus bergerak dan menendangi krikil-krikil di sekitarnya. Memang jarak antara rumah dan sekolah tidak terlalu jauh, tapi kondisi jalan yang terkadang sangat sepi di waktu-waktu seperti ini mengharuskan Rena dan Naya untuk mengendarai kendaraan apapun hanya untuk berangkat dan pulang sekolah.

Angin berhembus kencang, dinginnya sangat menusuk kulit, Rena langsung mendekap tubuh dengan kedua tangannya. Sesekali Rena mengeluh dan menyesal karena tidak memakai mobil yang siap sedia di rumah, kalau saja dia pakai mobil warisan Ayahnya itu, pasti dia tidak akan berjalan sendirian di jalanan yang menakutkan seperti ini.

Wajah Rena kembali mengarah ke depan, ke jalanan yang sangat gelap lengkap dengan pepohonan besar di setiap sisi kanan dan kirinya. Suara derap sepatu dan suara gesekan ranting-ranting pohon, memecah kesunyian yang berusaha mengepung Rena.

"Kok baru pulang, Neng?" Rena tersentak lalu dia mundur beberapa langkah. Dua orang laki-laki dengan penampilan seperti seorang preman perlahan mendekatinya. Tentu saja Rena gemetar ketakutan, dia meremas tali tas punggungnya dengan kuat.

"Abang anterin yuk, Neng?" ucap salah satunya seraya meraih tangan Rena dan menggenggamnya dengan erat, Rena mencoba melepaskan genggaman itu, tapi sia-sia karena tenaganya tidak sebanding.

Rasa dan Karsaजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें