[07] Bingung

83 18 23
                                    

“Begini saja, aku sudah rapuh.”
Amala Rivania

🍰🍰🍰

“ASTAGA. Epin lupa!” Melvin menepuk jidatnya. Membuat setiap pasang mata di meja makan menatapnya heran. Melvin emang biasa sok heboh gitu.

Bunda menuangkan air dan meneguknya. Anaknya yang satu itu selalu saja membuatnya tersedak. “Kenapa lagi sih, Vin?”

Melvin menyengir. “Epin lupa, Bun...,”

“Iya, lupa apanya?!” Bunda menyahut dengan tidak sabar.

Cengiran Melvin semakin lebar. “Epin lupa ngisi bawang goreng, hehe.”

Refleks semua pasang mata yang awalnya tertuju pada Melvin, kini berputar malas. Termasuk Rey.

“Bocah bacot amat,” ketus Rey—kakak laki-laki Melvin.

Bunda menghela napas. Ia menggeleng pelan dan meraih setoples bawang goreng, memberikannya pada Melvin.

“Dasar anak bawang,” Rey mencibir. Tangannya terulur untuk mengambil setoples bawang goreng lagi. “Makan tuh, abisin!”

“Cebok dulu, sana! Bacot mulu dari tadi,” balas Melvin tak kalah ketus.

Rey meletakkan sendoknya di atas piring, menimbulkan suara dentingan yang membuat sepasang mata Ayah mengarah padanya. “Udah, ah. Gerah gue lama-lama di sini.” Ia bangkit dari meja makan dan melengos begitu saja, mengabaikan tatapan tajam Ayah yang tak lepas dari setiap pergerakannya.

“E-eh, mau ke mana lu?” tanya Melvin. “Kasian Bunda udah nyiapin makan siang dari tadi, bego!”

Rey mengendikkan bahu sembari meraih kunci mobil. “Cabut, bentar.”

Helaan napas berat Bunda terdengar seiring dengan kepergian Rey. “Udah, Vin. Nggak apa.”

“Tapi, Bun—”

“Kamu makan dulu, ya. Entar katanya mau ke toko,” ucap Bunda menenangkan. Wanita itu mengusap punggung tangan Melvin penuh kasih.

Melvin melirik sekilas Ayah yang masih mengunyah makanannya pelan. Kemudian pandangannya beralih pada Bunda, sebelum akhirnya mengangguk dan tersenyum tipis.

“Melvin,” suara berat Ayah terdengar, membuat Bunda maupun Melvin menoleh ke arahnya. “Ayah dengar, kamu ditegur Pamanmu lagi, gara-gara rambutmu nggak rapi.”

Melvin mengunyah makanannya pelan, lalu menelannya dengan susah payah. Sebenarnya dia tidak terlalu kaget, karena cowok itu tahu, cepat atau lambat Ayah pasti akan mengetahui hal ini.

“Besok, Yah,” gumam Melvin. “Besok Melvin botakin.”

Ayah menghela napas berat. Pria itu menatap putra bungsunya dengan wajah serius. “Kamu harus tau, Vin. Bukan hanya Ayah yang malu, tapi Pamanmu juga.”

Melvin bergeming.

“Pamanmu itu kepala sekolah di SMA SS, Vin. Apa kata orang-orang jika keponakan kepala sekolah tidak bisa mentaati peraturan sederhana seperti itu?”

Mending nggak usah dijawab deh, Vin.

Ayah melepas kacamatanya dan menatap Melvin sejenak. Lalu pria itu merogoh saku jasnya dan mengeluarkan selembar kertas yang masih terlipat.

Ayah membuka lipatan kertas itu dan meletakkannya di tengah meja. “Sudah kamu catat, berapa banyak surat laporan yang sampai di tangan Ayah?” Pria itu menggeleng pelan. “Ayah kecewa sama kamu.”

MavinWhere stories live. Discover now