[05] Salah

65 21 54
                                    

SUDAH empat kali punggung tangan cowok itu menyentuh kening Amala, membuatnya jadi kesal sendiri. Belum lagi ekspresi Denta yang sok khawatir membuat Amala mati-matian menahan diri untuk tidak menyiram wajah cowok itu dengan sambal yang tersedia di meja kantin.

“Singkirin tangan lo, plis,” ucap Amala penuh penekanan. Saraf humornya sedang terputus saat ini. Moodnya benar-benar dalam kondisi buruk untuk sekadar diajak bercanda.

Mata Denta menyipit. Tangan kanannya turun menyentuh sebelah pipi Amala. “Yah, kondisi lo sekarang emang lagi buruk. Dan gue rasa sumbernya dari ...,” Denta menatap Amala sok serius.

“... sini,” sambung cowok itu sambil memegang dadanya dengan ekspresi yang dibuat sepilu mungkin—berniat mengejek Amala.

Risha yang mendengar itu seketika tersedak nasi goreng. Ia membuka tutup botol air mineral, dan meneguk isinya dengan buru-buru.

“Lo mah, temen lagi sedih bukannya dihibur, malah diejek.” Risha menoyor kepala cowok itu dengan botol air mineral yang masih digenggamnya.

Denta meringis dan refleks mengusap kepalanya. “Siapa juga yang ngejek? Gue cuma ngomong berdasarkan apa yang gue amati.”

“Ya nggak gitu juga,” balas Risha sambil melotot, berniat memberi kode pada Denta agar tidak membahas topik sensitif itu saat ini.

“Kalian apaan, sih? Engga gue nggak sedih,” sahut Amala sambil mengaduk-aduk nasi gorengnya yang sudah dingin dengan kasar. Tidak berniat mencicipinya barang sebiji saja.

“Udahlah, nggak usah sok kuat deh,” celetuk Risha.

“Tenang. Kedatangan Denta ke sini tak lain dan tak bukan yaitu untuk menghibur teman terkasihnya di sini.” Denta berdiri sambil mengibaskan rambut cokelatnya. Tubuhnya yang tegap seolah menggambarkan kewibawaan dalam diri cowok itu.

Amala dan Risha saling pandang, kemudian membuang napas kasar secara bersamaan. Saat ini, mereka berharap gunting Pak Wijo memangkas asal ujung rambut Denta.

“Kasih tau tuh kembaran lo, biar sadar kalo di sini ada yang tulus sama dia,” ucapan Risha membuat kepala Amala berputar cepat ke arahnya sembari melayangkan tatapan sinis.

“Apaan dah. Ngaco lu, Sha.”

“Gini aja, gue punya saran bagus buat lo, Mal.” Denta mulai memasang wajah sok seriusnya. Ia menatap kedua gadis di depannya secara bergantian. Yang ditatap justru balik menatapnya datar tanpa menimpali ucapan cowok itu. Sepasang mata Amala seolah mengatakan ‘Awas aja kalo nggak penting.’.

Seolah paham, Denta pun melanjutkan, masih dengan mimik sok seriusnya. “Kalo gue lagi galau nih, ya. Gue bakal nge-live seharian di Instagram.”

Seketika kedua gadis itu menghela napas kesal. “Lo nggak galau pun tetep nge-live juga. Iya ‘kan?” cibir Risha.

“Namanya juga saran. Nggak ada yang salah ‘kan?”

“Ya itu kalo elo, ganteng,” ucap Risha sambil memasukkan sesendok nasi goreng ke dalam mulutnya dengan ganas.

Denta melipat kedua tangannya di atas meja. “Oke, sekarang gue diem aja, udah.”

“Nah gitu, bagusan lo gini daripada ngomong tapi nggak guna, kan rugi juga,” kata Risha santai.

Denta berdecih, namun detik berikutnya, ia tersenyum jahil. “Eh, tapi cakep, ya. Cewe yang diajak sodara gue tadi.” Cowok itu menggeleng takjub. “Cocok mereka. Udah dari kecil begitu, deket banget.”

Amala yang sedari tadi diam saja, tidak ada menanggapi, seketika menghentikan kegiatan menusuk-nusuk telur ceploknya begitu mendengar ucapan yang keluar dari mulut cowok penyuka selai nanas itu.

MavinWo Geschichten leben. Entdecke jetzt