[09] Sepotong Muffin (I)

104 15 36
                                    

Akan kubuat kau tidak bisa berpaling dari sepotong Muffin ini.” –Melvin Anjello

🍰🍰🍰

MUNGKIN Amala akan sangat senang jika menemukan setangkai mawar atau sepucuk surat dengan sajak-sajak indah dalam lokernya. Tapi tidak dengan kemarin. Ia malah menemukan kacamata minus dengan bingkai kuno tergeletak begitu saja di dalam sana. Tidak ada secarik kertas atau note menyempil di sana. Benar-benar tidak jelas!

Kemarin sepulang dari jalan-jalan bersama Denta, cewek itu kembali guling-guling di ranjang untuk memikirkan maksud dari pemberian kacamata itu. Belum lagi kata-kata Denta yang terngiang di kepalanya membuat Amala tidak bisa tidur semalaman.

Ada dua alasan. Yang pertama karena Zoya, dan kedua ... karena Lo.

Apa maksudnya Amala menjadi alasan perkelahian antara Denta dan Dhanu? Cewek itu cepat-cepat menggeleng, mengenyahkan jauh-jauh ucapan Denta kemarin sore. Sudah cukup ia menghabiskan menit-menit berharganya untuk memikirkan kacamata ini. Ini masih pagi, dan ia tidak ingin dibuat semakin bingung dengan ucapan Denta. Biasalah, mungkin cowok itu masih kesal gara-gara masalah kolornya, pikir Amala.

Amala berhenti melangkah ketika ia sudah sampai di lokernya. Cewek itu mengecek loker, berniat ingin menyimpan kembali kacamata yang didapatnya kemarin. Iya, Amala memang sengaja membawa kacamata itu sekarang. Ia ingin menunjukkannya pada Risha sepulang sekolah nanti. Siapa tahu cewek itu berminat membeli kacamata ini dengan harga murah. Kan lumayan..

Namun saat membuka loker, mata Amala terpaku pada sebuah box kecil berwarna cokelat lengkap dengan hiasan pita motif kotak-kotak di atasnya.

“Sip. Sekarang apa lagi?” Amala mengambil box itu ragu, lalu tangannya bergerak pelan untuk menarik salah satu ujung pita agar box itu terbuka.

Muffin rasa cokelat kacang?” Amala mengernyit ketika melihat isi box kecil itu. Matanya juga menangkap secarik note tertempel di sisi kanan box.

Ragu, tangan Amala pun bergerak menarik note itu, lalu membaca setiap kalimatnya dengan kening berkerut.

Memang tak semanis cupcake, tak pula semenarik donat. Apalagi seromantis fortune cookies. Namun, akan kubuat kau tidak bisa berpaling dari sepotong Muffin ini.

Oh iya, gue jomblo. Boleh tuh, kalau lo mau modus, hehe.

Amala melongo. Tanpa sadar, genggamannya pada box Muffin itu semakin erat. Pandangannya beralih pada isi box kecil yang masih ia genggam. Di sana memang ada sepotong Muffin, seperti yang disebutkan dalam note. Lebih tepatnya, Muffin rasa cokelat dengan taburan kacang.

“Nggak bisa berpaling katanya?” Amala berucap, setengah tidak percaya. “Dasar sinting! Mau bunuh gue, ya?” Cewek itu berdecak. Ia meremas note itu dengan kuat, dan berjalan cepat menuju tong sampah terdekat. Sekalian juga ia ingin membuang Muffin sialan ini.

Tinggal beberapa meter lagi untuk sampai di tempat sampah dekat toilet, tiba-tiba langkah lebar Amala terhenti. Bersamaan dengan dahinya yang membentur sesuatu. Amala mengerang. Tidak cukupkah benturan dashboard mobil Denta yang kemarin sore?

“Pagi...”

Amala tersentak ketika ia tengah sibuk mengusap keningnya. Tubuhnya mematung sesaat. Ternyata ia menabrak manusia. Tapi kenapa tubuh makhluk ini keras seperti beton? Tidak mungkin ‘kan ia menabrak dinding? Kalau pun benar, bagaimana caranya dinding itu berbicara dan mengucapkan sepatah kata tadi?

MavinWhere stories live. Discover now