"Icha lama-lama makin aneh. Kayaknya gue tahu sesuatu, nih."

--**--

Ardo berangkat lebih pagi dari biasanya. Bahkan saat Mela meminta Ardo untuk mengantarnya ke kantor, Ardo menolaknya mentah-mentah. Alhasil Mela jadi murka dan mengancam keponakannya itu dengan tidak membelikannya makanan selama 2 hari. Tetapi bagi Ardo itu tidak masalah karena sekarang ia sudah punya jaminan. Ia memegang kartu ATM yang diberikan ayahnya beberapa hari yang lalu. Boleh lah sombong sedikit.

Jika dulu Icha menunggu Ardo di depan pintu kelas, maka Ardo akan menunggu Icha di depan gerbang sekolah.

Kini cowok itu sudah duduk di atas motor matic kesayangannya sambil tersenyum ke semua anak yang lewat. Satpam sekolah yang sejak tadi mengamati tingkah Ardo berjalan menghampiri cowok itu.

"Heh, kamu! Ngapain kamu di sini sambil senyam-senyum tidak jelas? Sana, masuk kelas!" tegur Pak Wawan, satpam baru SMA Tunas Bangsa.

Ardo cengengesan lebih dulu, kemudian menepuk pundak Pak Wawan dengan santainya. "Woles, Pak. Saya cuma mau nunggu seseorang aja, kok. Nanti kalau orangnya itu udah masuk gerbang, saya bakalan enyah dari sini. Nggak perlu diusir."

Pak Wawan menggeleng beberapa kali sebelum melenggang pergi. "Terserah kamu, lah, Dek!"

Tak berapa lama setelah Pak Wawan pergi, mata Ardo langsung menangkap sosok Icha yang masuk ke gerbang sekolah dengan motornya. Ardo tersenyum lebar ketika Icha menatapnya. Cowok itu langsung bergegas menyalakan motor dan menyusul Icha ke tempat parkir.

Ardo memarkirkan motornya berdampingan dengan motor Icha. Cewek itu sempat kaget ketika mengenali siapa pemilik motor di sebelahnya. Tetapi Icha memilih cuek dan menganggap Ardo tidak terlihat.

"Pagi, Cha," sapa Ardo ramah dan penuh senyum. Senyum yang dulu sempat membuat Icha terhanyut. Tidak tahu kalau sekarang.

Tidak ada jawaban. Setelah Icha meletakkan helmnya, cewek itu segera berjalan meninggalkan area parkir sekolah. Ardo menghela napas panjang, kemudian berlari menyusul langkah lebar Icha. Ternyata Icha sengaja tidak mengacuhkan Ardo.

"Cha, tungguin! Gue mau ngomong sama lo. Gue mau minta maaf sama lo. Please, maafin gue," ucap Ardo lantang hingga membuat beberapa anak yang lewat menoleh ke arah Ardo. Icha berhenti tanpa menoleh ke Ardo. "Gue rela lakuin apa aja biar lo maafin gue."

Sialan! Gue lebay amat ya kayak di sinetron-sinetron. Ardo merutuki dirinya sendiri yang mirip sinetron jaman now.

Icha menoleh ke Ardo dengan tatapan sinis. "Kata maaf lo nggak akan balikin impian gue yang udah lo hancurin, Do. Mikir dong!" Icha berbalik dan kembali melanjutkan langkahnya.

Ardo diam membisu tanpa bisa menyanggah kata-kata Icha. Ardo mengacak-acak rambutnya dan mengumpat kasar. Kenapa meminta maaf ke cewek itu seperti meminta maaf pada Presiden? Sulitnya minta ampun.

"Tenang, Ardo. Lo nggak boleh kepancing emosi. Sabar, sabar ... Demi lo, gue relain apa aja, Cha. Tunggu aja nanti."

--**--

Kejadian tadi pagi cukup membuat Icha kesal setengah mati. Kenapa Ardo harus datang dan meminta maaf padanya? Harusnya Ardo tidak perlu meminta maaf, dan Icha bisa melupakan semuanya begitu saja. Tanpa perlu lagi mengingat betapa sakitnya ia kehilangan impian untuk kedua kalinya.

Icha tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang. Kegiatannya begitu monoton akhir-akhir ini. Ia tidak lagi mempunyai kesibukan selain belajar. Icha lebih sering datang ke toko roti milik ayahnya, atau nongkrong berjam-jam di kafe milik Farez. Semuanya untuk melepas penat dan menghilangkan sosok Ardo dari pikiran Icha.

Tapi kenyataannya? Hal itu hanya sia-sia.

Kebiasaan Icha sekarang setelah pulang sekolah adalah nongkrong di kafe milik Farez. Terkadang sendiri, terkadang bersama dengan Meta. Lebih seringnya sendiri. Seperti saat ini. Icha sedang duduk sendirian di sudut sofa sambil membaca novel.

Sebenarnya ia juga sedang menunggu seseorang datang. Padahal Icha tidak mau berhubungan dengan orang itu untuk sementara waktu.

"Hai, Cha," sapa seorang cowok berkacamata dengan kemeja pendek biru berwarna biru dongker itu.

Icha tersenyum tipis kemudian meletakkan bukunya. "Hai juga, Kak Erlang."

"Lo udah minum?" tanya Erlang yang dijawab anggukan oleh Icha. "Nggak mau nambah?"

"Nggak. Kak Erlang aja yang pesen. Gue udah."

Kemudian Erlang memesan minuman ke salah satu pelayan kafe. Dari kejauhan terlihat Farez yang terus saja mengawasi gerak-gerik cowok yang sedang duduk di dekat adiknya. Bagaimanapun juga Icha itu adik perempuan satu-satunya. Farez tidak mau adiknya salah berteman dengan cowok yang tidak jelas.

Erlang berdeham pelan mencoba mencairkan suasana. Karena sejak kedatangannya tadi, Icha masih saja diam. "Cha?" Icha tersentak kaget dan menoleh ke arah Erlang.

"Ya?"

"Lo beneran mau keluar dari komunitas?" Erlang menatap Icha serius. Sejak pengakuan Erlang waktu itu, Icha semakin terlihat menghindari dirinya. Erlang merasa tidak enak, dan kesempatannya untuk mendapatkan Icha terasa semakin jauh.

"Menurut lo? Gue serius dengan apa yang sudah gue omongin, Kak."

"Masih ada kesempatan, Cha. Lo nggak bisa nyerah gitu aja. Perjalanan masih panjang. Kejar impian lo."

Seperti biasa, kata-kata Erlang selalu memberi semangat, tetapi kali ini tidak berpengaruh pada Icha.

Icha menggeleng pelan. "Gue kayaknya udah nggak punya semangat buat menulis lagi, Kak."

"Buktiin ke Ardo kalau dia nggak bisa hancurin impian lo gitu aja, Cha. Gue akan bantu lo. Jalan lo buat jadi penulis bukan hanya dari lomba itu aja, Cha. Masih ada banyak jalan yang bisa lo ambil untuk meraih impian lo itu."

Hening sejenak. Icha belum juga merespon kalimat panjang Erlang. Tetapi saat ini Icha sedang merenungkan apa yang baru saja Erlang katakan.

Icha menghela napas panjang kemudian meminum milk shake chocolate miliknya. "Gue pikirin lagi nanti, Kak. Makasih banget semangatnya."

Tiba-tiba saja ponsel Icha bergetar tanda ada pesan masuk. Ponsel Icha terus saja bergetar tanpa henti karena pesan yang beruntun.

"Siapa, sih?" gumam Icha kesal.

Dan ternyata ... pesan itu dari Ardo. Icha berdecak kesal dan terpaksa membuka pesan itu.

ArdoE_14 : Cha, maafin gue ya.

ArdoE_14 : Iy, gue salah. Gue akan tebus semua kesalahan gue.

ArdoE_14 : Lo boleh minta apapun ke gue, asal lo mau maafin gue.

ArdoE_14 : Sekarang, sebutin permintaan lo dan akan langsung gue kabulin.

ArdoE_14 : Ya, ya, ya ...

"Sialan ya, nih, cowok ganggu banget, sih," umpat Icha dengan suara keras. Erlang yang berada di depan Icha sempat kaget dan merasa dirinya lah yang dimaksud oleh Icha.

"Ehmm ... gue ganggu banget ya, Cha?"

"Hah? Apa, Kak?" Icha yang tidak sadar akan respon Erlang malah menampilkan wajah bingung bin oon.


----

Hai, hai .... :) Our last weekend with ArCha...

Niatnya mau update pagi-pagi, tapi nggak sempet. Ya udah deh. Siangan aja gpp kan?

Menurut kalian, Ardo pantas dimaafkan nggak sih? 

Nggak tahu lah ya, terserah Icha mau dimaafin atau nggak. Yang penting kita berdoa yang terbaik aja buat Ardo dan Icha. Hahahaha... Oh ya, ada yang ngeship Icha sama Erlang nggak? Atau kalian tetap pendukung ArCha GARIS KERAS??

Bab selanjutnya aku upload agak sorean yah ... see u soon...


love,

AprilCahaya


MIMPI [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now