Pinangan (1)

1.7K 153 1
                                    

Kini aku menginjakan kaki dimana baba dan mama ku berada, dengan setitik rasa takut yang memenuhi pikiran dan hatiku. Aku memantapkan diri menemui baba dan mamaku. Sebenarnya jika untuk pertemuan biasa aku tidak akan pernah segugup ini. Hanya setelah pengucapan dua kalimat syahadat waktu itu aku belum bertemu dengan kedua orang tuaku. Terkadang aku bersyukur karna baba dan mamaku membebaskan aku dalam melakukan sesuatu.

"Soo!" pekik mama ketika membuka pintu dan mendapati aku yang berdiri disini. "Kenapa tidak bilang jika akan pulang kemari?" tanya mama padaku. Aku hanya tersenyum dan mama mempersilahkan aku masuk.

"Soo!" itu babaku, dia sama terkejutnya dengan mama atas kedatanganku. "Kenapa tiba-tiba? Apa ada sesuatu yang mendesak?" tanya baba padaku.

Aku duduk menyamankan diri dihadapan baba dan mamaku. Aku putra tunggal, tapi aku bukan putra yang manja yang meminta apapun dikabulkan dengan mudah. Tapi aku juga bukan putra yang selalu diatur dengan segala keinginan baba dan mamaku. Aku putra yang dibebaskan namun selalu tahu batasanku.
"Baba-mama" kataku membuka percakapan ini. "Soo, ingin menikah" kulihat respon baba dan mama positif. "Tapi soo akan menikah dengan gadis muslim."

"Muslim?" mamaku bertanya. Aku mengangguk.

"Apa baba dan mama pernah bertemu dengan gadis itu?" kali ini baba hang bertanya. Aki menggeleng.

Aku menarif nafas dalam dan menghembuskannya perlahan. "Baba-mama, jumat kemarin Soo telah masuk islam. Soo ingin memperbaiki diri, menyempurnakan separuh agama dengan meminang seorang gadis muslim yang Soo temui dihalte" jelasku pelan.

Baba dan mama terdiam cukup lama. Hingga akhirnya baba membuka suara, "Soo~ baba yakin kau sudah dewasa untuk itu. Baba tidak melarangmu dengan siapa kau menikah. Tapi apa tidak sebaiknya kau mengenal gadis itu terlebih dahulu?."

"Iya soo. Kau putra kami satu-satunya. Kami tidak ingin kau kecewa dan berakhir pada sebuah perceraian" mama menyahuti perkataan baba.

Entah kekuatan dari mana tapi ada suatu keyakinan yang mendorong diriku. "Baba-mama. Memang soo belum mengenal sepenuhnya gadis itu. Tapi dari cara dia bersikap insya Allah gadia itu baik. Walaupun soo tidak begitu mengenal gadis itu. Sebelum menikah, soo akan ta'ruf dengan gadis itu. Jika dalam waktu tiga bulan tidak ada sebuah kecocokan maupun kata sepakat untuk menikah. Maka soo tidak akan menikahi gadis itu" jelasku perlahan. Baba dan mama menghela nafasnya lega.

"Jadi kapan kau akan bertemu gadis itu?" tanya baba.

"Soo belum tahu baba. Insya Allah dalam waktu dekat ini. Jika sudah ada waktu dan tanggalnya, soo akan memberi kabar."

"Baiklah. Baba harap gadia itu tidak mengecewakan."

"Jangan terlalu berharap pada manusia baba. Karna itu tentu akan mengecewakan. Doa kan putra baba dan mama ini untuk bisa menuju jalan Allah. Karna semua tetap butuh doa dan restu dari baba dan mama."

Mama tersenyum dan berjalan menghampiriku kemudian memelukku. "Mama tidak akn pernah mengira jika kau akan memilih jalan ini."

"Ini sebuah hidayah dari Allah, mama. Soo harap, mama dan baba bisa ikut bersama soo untuk berjalan bersama."

Mama tidak menjawab pertanyaanku, aku tahu jika tidak semudah menuliskan kata 'islam' diatas sebuah kertas untuk benar-benar memeluk islam bagi seseorang yang memang belum mendapatkan sebuah hidayah. Karna semua sudah ditakdirkan sejak kita lahir, sudah ada waktu dan porsinya sendiri-sendiri. Buktinya, aku yang tidak dibesarkan dalam lingkup islam kini telah memeluk islam dan menemukan jati diriku. Karna bukan hidayah yang menemukan kita tapi kitalah yang harus menemukannya. Mungkin memang harus melalu perjalanan yang panjang, tapi itulah hidup. Hidup tentang menunggu, bersabar dan bertahan. Karna tak akan ada artinya jika kau hanya menunggu dan bertahan tanpa bersabar. Karna bersabar itu bukan berdiam lalu hidayah datang melainkan melakukan segala hal yang baik dan bermanfaat untuk menunggu datangnya suatu hidayah, rejeki dan juga jodoh. Bahkan kematian juga kita menunggunya.

Jangan terlalu pusing dengan dunia yang semakin menggila ini. Jangan terlalu fokus untuk menggapai kenikmatan dunia. Karna sesungguhnya kematian diseberang sana menanti.

Aku berharap baba dan mamaku mendapatkan hidayahnya sebelum ajal menjemput mereka, sehingga aku bisa berkumpul disurga bersama baba dan mama.

Kini aku dimeja makan untuk menikmati makan malam bersama baba dan mama yang telah lama tak ku temui. "Soo, bagaimana tempat bekerjamu disana? Apa kau nyaman? Bagaimana tempat tinggalmu?" tanya mama ketika menghidangkan makanan untukku dan baba.

"Alhamdulillah, sangat menyenangkan mama. Temanku begitu baik disana. Siswa didikku juga sama menyenangkannya. Ada keinginan untuk menetap disana juga."

"Lalu apartemenmu dalam status apa?"-baba.

"Aku masih menyewanya, mungkin aku akan membeli rumah setelah menikah nanti."

"Apa tidak sebaiknya kau beli saja apartement itu?"- baba.

"Tidak baba. Baba tahu bukan bagaimana lingkungan apartemen? Tidak begitu nyaman jika ditinggali saat aku memiliki keluarga kecil nanti."

"Jika kau butuh sesuatu, jangan sungkan mengatakan pada mama, Soo. Mama akan sangat marah jika kau tidak meminta bantuan pada mama."

"Iya ma."

Ku Pinang Kau Dengan BismillahWhere stories live. Discover now