BAB 3O

104K 11.6K 1.5K
                                    

BAB 30

JALANAN begitu lengang dan sepi. Mobil Sadena meluncur di sana, menemani hening, dan di dalamnya, tak ada satu kata pun yang terucap. Sesekali, yang laki-laki melempar tatapan ke yang perempuan. Sementara yang ditatap tampak tak acuh, menatap jalanan, seolah mencari sesuatu yang hilang.

Sadena tidak tahan dengan keheningan ini.

Setelah mengutak-atik tape, Sadena akhirnya berhasil menemukan lagu yang ia mau. Petikan gitar mengalun dengan lembut, hingga muncul suara dari alat musik lainnya yang menambah warna hangat dalam lagu tersebut. Sadena bukan seorang penyanyi andal, namun, dia tetap memaksakan dirinya untuk bersenandung mengikuti lirik lagu, mencairkan suasana.

"Today is the greatest day I'll ever know,

Can't live for tomorrow, tomorrow much too long," nyanyi Sadena, kali ini, ia mendapat tatapan dari Sandra.

Sandra tersenyum. Senyum sedih yang Sadena tahu adalah 'terima kasih, karena tidak bertanya macam-macam', membuat Sadena hanya mengangguk dan terus bernyanyi.

Keheningan beku itu tidak lagi terasa beku.

***

MAMA sudah menunggu dengan manis di depan teras ketika mobil Sadena berhenti di pekarangan rumah. Mama menaruh rajutannya di meja untuk kemudian berdiri melihat putri kesayangan dan semoga-menjadi-menantuku-kelak keluar dari mobil. Senyum terukir di wajah Mama ketika semoga-menjadi-menantuku-kelak berjalan ke arahnya dan dengan sopan, salim pada Mama.

"Assalamualaikum, Mah," Sadena memberi salam.

Mama membalas salam Sadena, kemudian mengajak keduanya untuk masuk ke dalam. Sadena membawa bahan rajutan Mama ikut dan menaruhnya di tempat biasa, di kotak dekat dengan kursi tamu. Langkah kakinya pun mengikuti Mama ke dalam rumah yang ia sudah hapal tiap jengkalnya, namun sekarang terasa sangat asing.

"Mamah udah siapin banyak makanan kesukaan Sadena dari subuh, loh," ucap Mama dengan gayanya yang ceriwis melebihi anak-anak seusia Sadena. "Dan, karena capek banget di jalan, kalian pasti lapar."

Namun, dengan cepat, Sandra memotong ucapan Mama. "Ma, Sandra langsung ke kamar, aja."

Mata Mama memicing. "Loh, loh, loh, Sandra. Kok gitu? Sadena udah capek loh ini, masa kamu tinggalin."

Mama dan Sadena tidak menyangka bahwa reaksi Sandra berubah keras ketika mendengar ucapan itu. Bibir Sandra bergetar dan matanya mulai berkaca-kaca. "Mama jahat! Kenapa Mama gak memperlakukan yang sama ke Yudith!"

Sandra langsung pergi ke kamarnya dan menggebrak pintu.

Sadena melihat ekspresi terpukul di wajah Mamah, dan dengan cepat, Sadena mengambil alih situasi. "Gak apa-apa, Mah, Sandra lagi banyak pikiran aja. Jangan diambil pusing," kemudian, Sadena duduk di tempatnya yang biasa, melihat ke arah makanan yang sudah agak dingin karena telah lama dibuat. "Hmmm, ini gurame bakar kesukaan Sadena, nih. Mamah tahu aja."

Mamah duduk di sebrang, senyumnya tidak sesemringah yang tadi.

"Papah mana, Mah?" tanya Sadena.

"Eh, Papah ada seminar, Den," ucap Mamah kembali bersemangat. "Tadi, Mamah udah kasih tahu kalo Sadena berkunjung, dan dia pengen cepet-cepet pulang, tapi gak bisa. Untung deh, Papah gak pulang dulu, Den, soalnya Mamah masih pengin nonton India, tinggal episode terakhir!"

Tawa Sadena menguar di udara. Dia mengambil piring yang sudah diisi nasi oleh Mamah, kemudian membalas ucapan orangtua itu, "Mamah masih suka nonton India. Yang mana, Mah, sekarang?"

S: Sadena, Sandra & SandiwaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang