Bab 4 : Sham Dipecat

7.8K 628 8
                                    

Sham memilih untuk bangun lebih siang dari pada hari biasanya, karena memang hari ini dia mendapat sift siang. Sham masih berbaring santai di atas kasur tipis yang menjadi tempat tidurnya di dalam kamar kosnya.

"apa aku enggak usah sarapan ya?" tanya Sham kepada dirinya sendiri, sambil matanya menatap langit-langit kamar kosannya.

Dari luar kamarnya, Sham dapat mendengar suara-suara tawa dan obrolan-obrolan dari anak kosan lainnya yang memang suka bergosip di pagi hari. Dulu, sebelum kejadian pembunuhan Angela, Sham dan Angela sering ikut bergabung bersama mereka membahas tentang pekerjaan, pakaian, dan lain-lain.

"Mungkin, aku tidak bisa ikutan bergabung bersama mereka, seperti saat-saat seperti dulu lagi," ujar Sham pelan. Sham menarik napasnya dalam dan menghembuskannya dengan perlahan, belakangan ini Sham merasa lebih cepat untuk lelah dan tertekan. Terkadang Sham berfikir untuk mengikuti kedua orang tuanya, karena baginya tidak ada lagi alasan untuknya untuk tetap bertahan hidup di dunia ini. Tetapi, Sham sadar. Bahwa masih ada Jems yang membutuhkannya, walaupun itu hanya untuk mendapatkan harta warisan pemberian dari kakeknya saja.

Lain halnya dengan Jems yang telah duduk di kursi di ruangan kerjanya. Pagi-pagi sekali Jems sudah berangkat ke kantornya, ketika mendapat kabar bahwa beberapa orang kepercayaannya sudah menemukan keanehan atas kematian Angela.
Karena menurut informasi yang dia temukan, Angela tidak terlalu memiliki banyak teman dekat, itu artinya sangat mudah untuk mencari tersangka pembunuhan.

"Tetapi kenapa justru Sham yang harus dijadikan tersangka? Aku harus temukan saksi yang membuat kesaksian palsu itu" gumam Jems.

"Sham.. Sham... Sham..." Jems menyebut nama Sham berkali-kali sambil melamun, dia membayangkan wajah Sham yang tersenyum manis kepadanya. Jems akan ikut tersenyum melihat bayangan Sham itu, lalu ketika bayangan Sham yang tersenyum berganti dengan wajah Sham yang melihatnya tajam, ia akan terkekeh pelan.

"Lama-lama aku bisa jadi gila kalau seperti ini terus-terusan" ujarnya pada dirinya sendiri. disaat dia memikirkan Sham, dia jadi mengingat pesan dari kakeknya sebelum kakeknya pergi meninggalkannya sendirian di dunia ini.

Flashback On

Jems masih setia menemani kakeknya di dalam rumah sakit, sudah dua hari ini, kakek Rean masuk rumah sakit karena serangan jantung. Jems meninggalkan semua pekerjaannya sejenak untuk menjaga kakeknya yang terbaring lemah di dalam rumah sakit.

Air mata Jems menetes dengan perlahan membasahi pipinya, dia takut jika harus sendirian di dunia ini. Mungkin dia lebih baik ikut bersama kakeknya karena sudah tidak ada lagi yang akan menjadi alasannya untuk tetap bertahan hidup. Kedua orang tuanya sudah meninggalkannya dan sekarang kakeknya sedang berjuang karena penyakit jantung yang dideritanya.

"Jems..." suara kakek Rean yang terdengar lemah dan berat yang membuyarkan lamunan Jems. Jems menggenggam tangan sang kakek sambil mengelusnya.

"Ya... Jems di sini kek" Jawab Jems yang sekuat tenaga menahan air matanya agar tak jatuh di hadapan kakeknya, dia tetap ingin menjadi cucu kebanggaan kakeknya. Karena Jems tahu bahwa kakeknya itu tidak suka jika cucunya itu menjadi lemah.

"Jems, kamu harus berjanji kepada kakek, kamu harus hidup dengan baik" ujar kakek Rean dengan susah payah karena dadanya yang terasa sesak.

Jems hanya diam saja tidak ingin menjawab, dia tidak ingin berjanji pada kakeknya jika yang akan dijanjikannya adalah hal yang tidak bisa dia penuh.

"Kamu harus buka surat ini jika kakek sudah tidak ada, dan kamu harus mengabulkan permintaan kakek yang terakhir, Jems" jelasnya kakek Rean sambil menyodorkan sebuah amplop putih kepada Jems.

Warning Love [M-PREG]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin