Bab 25

4.6K 314 9
                                    

Walaupun sudah memaki Devon habis-habisan malam itu, tapi Ivy tetap tak bisa mengusir rasa sedihnya yang selalu dimulai saat pagi hari ia membuka matanya dan ia tak akan bisa memarahi Devon lagi karena menghabiskan susu kotaknya di kulkas. Devon juga tak akan ada di mobil memarahinya karena lupa memakai sabuk pengaman atau di kelas Kimia mencegah Ivy membakar seisi ruangan dengan campuran asal-asalan buatannya.

Yang terparah adalah Devon tak akan ada di lapangan untuk meneriakinya dan teman-temannya.

Apapun itu, memikirkannya saja sudah membuat Ivy meringkuk menangis di tempat tidur selama tiga jam sebelum akhirnya ibunya atau kakaknya mengetuk pintu kamarnya dan membantunya bangkit dari kesedihannya—paling tidak untuk satu hari itu.

Ivy tak menyangka perginya Devon bisa menyakitinya seperti itu. Cowok itu ternyata sudah masuk terlalu dalam ke kehidupannya. Tahu jadinya begini, Ivy seharusnya tetap membencinya dan tidak membiarkan cowok itu melihat sisi rapuhnya sedikitpun.

"Kalian...baik-baik saja?" tanya Ivy saat timnya hendak memasuki ruang ganti untuk pertandingan perdelapan final mereka.

Mereka justru saling pandang dan akhirnya Eva balik bertanya, "Kami yang harusnya bertanya padamu, kau baik-baik saja?"

Saat Ivy sadar, mereka semua sudah menatapnya dengan tatapan khawatir, seakan-akan Ivy bisa tumbang kapan saja. Bisa dibilang datang ke lapangan setiap harinya dengan mata bengkak habis menangis tidak terlihat baik-baik saja bagi mereka. Memang tidak, tapi Ivy sadar kalau tanpa Devon, kedua tim Allegia kini membutuhkannya.

Ia harus memperbaiki keadaan, bukan memperburuk keadaan.

"Ivy, maaf. Seharusnya aku memberitahumu soal rahasia Devon lebih awal," Sang In mencicit lalu memeluk Ivy.

"Nggak apa-apa. Bukan salahmu kok. Dia yang seharusnya memberitahuku lebih awal, tapi dia terlalu pengecut." Ivy mengganti pakaiannya ke seragam basketnya lalu mengumpulkan seisi timnya. "Mana Cecil?" tanya Ivy saat menyadari Cecil tak ada di sana. Jangan bilang cewek itu ketiduran lagi!

"Dari mana saja kau?" tanya Ivy saat melihat Cecil baru muncul tiga menit sebelum waktu pertandingan mereka.

"Aku tadi bertemu Rico dan anehnya dia bilang mereka akan bertanding sepuluh menit lagi."

"Hah?!" Ivy tercengang mendengar kabar yang dibawa Cecil. "Bukannya mereka seharusnya bertanding besok?"

"Panitia menukar jadwal pertandingan mereka dengan SMA St Lucas karena empat orang anggota tim mereka belum juga sampai di sini."

Ivy mulai panik karena tahu ia harus bersama tim putra sepanjang pertandingan seperti pertandingan sebelumnya. Mereka benar-benar kehilangan arah jika tak ada Ivy atau Devon yang membimbing mereka. "Panitia nggak boleh memindahkan jadwal sesuka hati seperti ini! Aku akan protes—"

"Tunggu, Ivy!" Cecil mencoba menghentikannya. "Aku tahu soal itu, karena itu aku langsung menanyakan hal ini pada panitia dan mereka bilang mereka sudah dapat persetujuan dari kapten tim putra."

Kapten? Berarti... Rafael!

"Kalian bisa bermain satu babak tanpaku? Aku harus bicara dengan Rafael."

"Pergilah. Kami bisa," Sang In tersenyum dan mengangguk, diikuti oleh yang lainnya.

Ivy berlari secepat kilat menuju lapangan B yang jaraknya beberapa ratus meter dari sana. Dan saat tiba di sana, Ivy langsung menarik baju Rafael dan menyeretnya keluar lapangan.

"Apa-apaan ini? Kenapa kau menyetujui perpindahan jadwal ini sesuka hatimu saja?"

Rafael menggeleng. "Aku nggak—"

ReboundWhere stories live. Discover now