*** 

Begitu kembali ke gibang, Ah Reum disambut oleh Kyung Ja yang sedang membawa bak penuh oleh pakaian yang baru saja dicuci.

“Kau sudah pulang, Ah Reum,” sapa Kyung Ja.

“Hei, siapa yang menyuruhmu mencuci sebanyak ini? Jin Ae dan kawan-kawannya? Huh, awas mereka!” Ah Reum marah sambil berkacak pinggang dan beranjak untuk melabrak Jin Ae.

“Eh…” Kyung Ja menahan Ah Reum, “Tidak ada yang menyuruh. Bibi Ok sedang sakit, jadi aku membantunya.”

Ah Reum meraih tangan Kyung Ja, “Tapi air dingin bisa merusak tanganmu. Tangan adalah aset berharga kita, selain wajah.”

Kyung Ja hanya tersenyum, “Iya, aku tahu. sekali ini saja, kasihan Bibi Ok.”

Ah Reum merampas bak cucian itu.

“Hei, mau kau apakan cucian itu?” tegur Kyung Ja.

“Tentu saja dijemur. Ayo cepat!”

Dua perempuan muda itu menjemur bersama, sambil bercanda tawa.

“Kau tadi habis dari mana?” tanya Kyung Ja sambil memeras selimut bersama Ah Reum.

“Aku habis mengunjungi ibuku,” jawab Ah Reum.

Kyung Ja mengutuk mulutnya sendiri yang telah menanyakan topik paling sensitif. Semua orang di gibang memang sudah tahu perihal ibu Ah Reum, tetapi tidak pernah ada yang berani membicarakan hal itu, apalagi dengan orang bersangkutan.

“Oh, bagaimana keadaannya?” tanya Kyung Ja canggung.

“Sangat baik. Aku membelikannya binyeo baru.”

“Dia menyukainya?”

“Kurasa begitu.”

Hening.

“Maaf, aku tidak bermaksud membuatmu sedih, Ah Reum.”

Ah Reum menggeleng, “Tak perlu minta maaf. Siapa bilang aku sedih?”

“Ibumu pasti cantik sekali, ya.”

“Tentu saja, lihat anaknya yang cantik begini.”

Kyung Ja lega, Ah Reum sudah kembali ceria.

“Bagaimana kalau kapan-kapan kau ikut aku mengunjunginya?” ajak Ah Reum.

“Bolehkah?” Kyung Ja terperangah.

Ah Reum mengangguk mantap.

 *** 

Beberapa hari kemudian, Ah Reum kembali lagi ke kuil bersama Kyung Ja. Ini pertama kalinya Ah Reum membawa orang lain mengunjungi ibunya, selain Haengsu Baek. Mereka membawa sekeranjang kue beras yang dibuat sendiri oleh Haengsu Baek. Namun mereka heran melihat kuil yang mendadak sepi. Mereka berjalan menuju kamar ibunya, yang ternyata telah ramai oleh para biksuni. Beberapa di antara mereka sedang menangis. Perasaan Ah Reum tidak enak. Dia berlari, menyibak kerumunan biksuni. Tiba-tiba keranjang yang dipegang Ah Reum terjatuh ke lantai, kue beras berserakan. Kyung Ja yang mengintip dari punggung Ah Reum, terkesiap dengan mulut menganga.

Ibu Ah Reum tergeletak bersimbah darah, dengan binyeo emas yang telah berpindah tempat, dari gelungan rambut, pindah ke leher. Ternyata tadi malam Hye Mi mengasah binyeo itu sebelum menusuk lehernya sendiri.

Mendadak penglihatan Ah  Reum memburam, hingga tak sadarkan diri di pelukan Kyung Ja.

 ***

Penyelenggaraan Pesta Bunga Perawan diundur hingga seratus hari masa berkabung. Gibang Bu Yong ditutup untuk sementara waktu. Semua penghuni gibang, terutama yang mengenal Hye Mi, berduka atas kematian wanita itu. Meski telah diasingkan lima belas tahun karena kondisi mentalnya, Hye Mi pernah menjadi gisaeng yang terkenal dan berbakat, bahkan calon Haengsu.

Tangis mengiringi penguburan Hye Mi. Namun Ah Reum tidak menangis. Dia memang sempat pingsan saat menemukan mayat ibunya, tetapi begitu sadar, tidak ada air mata yang keluar. Walau wajahnya tampak tegar, namun Kyung Ja tahu bahwa sahabatnya itu menangis deras di dalam hatinya.

Malam setelah penguburan, Haengsu Baek memanggilnya. Wanita itu menyerahkan barang-barang milik almarhum Hye Mi sebagai warisan. Kebanyakan adalah alat musik, karena Hye Mi sangat berbakat di bidang musik. Sisanya adalah pakaian, aksesoris, dan perhiasan yang harganya cukup mahal, karena penghasilan Hye Mi pada masa kejayaannya sangat besar. Tak perlu mencari gibu, Ah Reum sudah menjadi gisaeng yang kaya raya.

“Dan ini, satu-satunya peninggalan dari ayah biologismu, sebelum meninggalkan ibumu,” Haengsu menyerahkan gulungan lukisan yang sudah menguning.

Perlahan Ah Reum membuka gulungan itu, takut merobek kertas yang tampak rapuh. Dia menatap sendu lukisan sang ibu yang sedang bermain gayageum.

“Siapa dia, Haengsu?” Ah Reum menengadah, menatap Haengsu Baek, “Siapa pria jahat yang telah melakukan semua ini terhadap ibu?”

“Aku tidak tahu.”

“Bohong! Anda adalah sahabat baik ibuku, tidak mungkin anda tidak tahu!” bentak Ah Reum.

“Aku benar-benar tidak tahu, Ah Reum. Hye Mi tidak pernah bercerita apapun. Yang kutahu, dia pergi menemui seorang pria pada suatu malam. Aku sudah mengingatkan bahwa hari itu adalah masa suburnya. Dan setelah itu, dia pun mengandung dirimu. Dia tidak pernah mau bilang, siapa pria yang sudah menghamilinya itu.”

Ah Reum bangkit, “Aku akan mencari tahu sendiri, siapa pria brengsek itu.”

 *** 

Ah Reum bermain gayageum sendirian di dalam kamarnya. Itu adalah gayageum milik ibunya. Dia sudah memainkannya sejak pagi. Para gisaeng sudah menyuruhnya untuk berhenti, tetapi Ah Reum mengacuhkan mereka. Kyung Ja pun datang untuk membujuknya berhenti, tetapi gayageum itu masih mengalun, hingga malam menjelang.

Semua penghuni gibang menyerah, namun Kyung Ja tidak. Dia pun menendang-nendang pintu kamar Ah Reum untuk mendobraknya. Pada tendangan kelima, pintu itu pun terbuka, bersama dengan tubuh Kyung Ja yang terjerembab. Dia terkejut melihat wajah pucat Ah Reum yang telah basah oleh keringat. Lebih kaget lagi melihat jari Ah Reum yang sudah berdarah-darah, mewarnai senar menjadi merah.

“Ah Reum, jarimu!” jerit Kyung Ja histeris.

Kyung Ja menarik kedua tangan Ah Reum dan menendang gayageum itu menjauh. Ah Reum berusaha melepaskan cengkeraman Kyung Ja, namun tubuhnya sudah lemah.

“Kumohon hentikan, Ah Reum. Bukankah kau bilang sendiri kalau jari itu asset berharga kita? Kau pikir dengan menyakiti dirimu sendiri, ibumu akan bangkit? Kau pikir setelah jarimu tidak bisa terpakai lagi karena luka parah, ayahmu yang jahat itu akan muncul?”

Ah Reum masih meronta-ronta, lalu kemudian dia menjerit histeris bersamaan dengan air mata yang mengalir deras.

 “Aku benci laki-laki! Ibu meninggal karena dicampakkan oleh laki-laki. Semua laki-laki sama saja, terutama bangsawan. Mereka jahat! Aku bersumpah akan membalaskan sakit hati ibuku kepada para lelaki yang haus belaian itu! Mereka harus tahu bagaimana rasanya tercampakkan dan sakit karena cinta yang tak bisa didapatkan!”

“Ya, menangislah Ah Reum. Menangislah sepuasnya. Keluarkan semuanya,” Kyung Ja memeluk Ah Reum, menangis bersama.

TBC

 Notes:

Untuk memanggil seorang pria, terutama yang bangsawan, ada beberapa macam panggilan, tapi inti maknanya tetap sama, yaitu Tuan:

1. 대감 Daegam = Tuan, panggilan untuk pria pejabat tinggi pemerintah, atau pria bangsawan yang sangat terhormat. Biasanya diikuti kata Ma-nim (마님) menjadi Daegam Manim (대감마님), yang artinya tetap Tuan.

2. 영감 / Yeong-gam: Tuan. Levelnya lebih tinggi daripada Naeuri, namun lebih rendah dari Daegam

3. 나으리 / Naeuri : Tuan (setelah Tuan Muda telah beranjak dewasa). Panggilan untuk merujuk kepada orang-orang berstatus lebih tinggi, tetapi di bawah Daegam dan Yeong-gam

4. 도룡 / Do ryong: Tuan Muda. Atau biasanya ditambah kata -nim di belakangnya, jadi Do ryong-nim. ditujukan untuk laki-laki yang masih remaja atau masih sekolah.

Memories of Gisaeng ✔Where stories live. Discover now