Part 47: Melbourne (END)

26K 1.4K 155
                                    

a/n: Mulanya aku dilema memilih antara Aussie atau Singapore untuk dijadikan setting lokasi klinik 'aborsi' legal di cerita ini. Setelah melewati banyak pertimbangan, akhirnya aku memutuskan untuk menggunakan Negara Australia.

Alasannya?

Kalian bisa baca soal undang-undang aborsi Australia dan aksi demonya lebih terperinci di google

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kalian bisa baca soal undang-undang aborsi Australia dan aksi demonya lebih terperinci di google. Okay?

By the way ... aku enggak nyangka kita berhasil sampai di akhir cerita. So, this's my last hello & happy reading 💙

🦋🦋🦋

"Gaska, apa lo masih anggap gue cantik?"

"Masih, Se. Lo akan selalu jadi cewek paling cantik versi gue."

"Sekalipun badan gue gemuk kayak sekarang? Jangan bohong, deh!"

"Buat apa gue bohong?" Gaska beranjak dari sisi ranjang, mendekat ke arah Sea yang sejak tadi berdiri di depan cermin besar kamar inap mereka.

Dengan posisinya yang berdiri tepat di belakang tubuh Sea, Gaska menunduk dan satu kecupan singkat di pundak gadis itu.

"You'll always be my pretty pretty Sea, remember?"

Setelahnya, Kota Melbourne di pukul 11 malam seakan diselimuti kebisuan dengan waktu yang cukup lama.

"Se?" panggil Gaska lembut, seraya melingkarkan kedua tangannya untuk memeluk tubuh Sea dari belakang. Jari-jari hangat cowok itu menyusup tanpa kesulitan ke dalam pakaian yang Sea kenakan.

Memberi sentuhan lembut di permukaan perut Sea, yang Gaska sadari lebih besar dari kali terakhir kali cowok itu menjatuhkan ciuman di sana.

Gaska sendiri merasa jantungnya berdetak aneh. Terdapat sesuatu yang kuat telah mengikat dirinya kepada Sea―benar-benar tak terjabarkan.

Mungkin, bukan kecantikan Sea yang membuat Gaska selalu ingin tinggal, bahkan setelah ledakan-ledakan besar dan kacau balaunya hubungan mereka. Namun, ada hal lainnya...

"Se?" panggil Gaska sekali lagi.

Pendar tatap keduanya pun terkunci lewat pantulan cermin.

"Apa?"

"Kira-kira baby-nya perempuan atau laki-laki, ya?"

"I don't know. Maybe a girl?" Sea menjeda ucapannya sejenak. "Lo bilang lo pengen punya baby perempuan."

Ada kekehan kecil yang kemudian menyisir pendengaran Sea dengan sangat halus. "Yeah ... dan gue harap baby-nya punya warna mata secantik ibunya."

NAVILLERA [SELESAI]Where stories live. Discover now