Other Story of Arianna and Shena

54 3 0
                                    

Sepanjang hari Sabtu ini, aku terus-menerus menatap keluar jendela dengan sedih. Sejak aku bersekolah di SMA Greentown ini, aku jadi sangat sibuk. Seperti yang sudah kuduga, tanpa berusaha melakukannya, teman sekelasku sudah menaruh kepercayaan kepadaku untuk menjadi seorang ketua kelas dan para guru secara tidak langsung menobatkanku sebagai murid teladan. Maya yang memiliki aura sama denganku mau tidak mau juga diangkat menjadi seorang wakil ketua kelas. Meski baru seminggu berada di sekolah ini, aku sudah merasa sangat sibuk dan dimasukkan sebagai salah satu orang penting di sekolah.

Entah kenapa, aku jadi selalu mengkhawatirkan Arianna juga. Saat aku berada di sekolah yang sama dengan gadis ceroboh itu, aku bisa tetap mengawasinya dan menjaganya dengan baik meski berada di kelas yang berbeda. Sekarang, kami berada di sekolah yang berbeda dan terletak di kota yang berbeda, pula. Aku tak bisa tenang memikirkan kelakuan apa saja yang sudah diperbuatnya selama seminggu ini.

Arianna berjanji padaku kalau dia pasti akan tidak berbuat kacau dan menjadi gadis baik meski tanpa pengawasanku. Namun, aku tetap saja merasa khawatir. Dia bilang, usai pulang sekolah hari ini dia akan menemuiku dan bercerita tentang sekolahnya selama seminggu ini. Karena itu, aku menunggu waktu pulang dengan tidak sabar dan sedih kalau memikirkan gadis itu akan bercerita bahwa dia membuat ulah di sekolahnya

Kriing! Kriing! Kriing!

Akhirnya, waktu untuk pulang tiba. Dengan tergesa-gesa, aku merapikan barang-barangku ke dalam tas dan bersiap pergi meninggalkan kelas.

"Lho, Shena, kau mau kemana?" Tanya Maya yang melihatku hendak meninggalkan kelas.

Aku menatapnya dengan heran. "Tentu saja aku mau pulang," balasku dengan nada heran tapi aku menunjukkan senyum tipis.

"Kau tidak boleh pulang. Apa kau lupa kalai setiap Sabtu kita ada kerja kelompok untuk menyelesaikan tugas?"

Aku langsung menepuk dengan pelan jidatku. Benar juga. Aku lupa kalau aku masih ada acara.

"Baiklah," kataku akhirnya dengan terpaksa sambil menghela napas dengan berat.

"Kenapa kau sedih begitu?" Tanya Maya dengan heran sekaligus khawatir.

"Tidak, kok. Hanya saja, setelah ini aku ada janji untuk bertemu dengan Arianna."

"Arianna, ya? Kalau begitu, tidak apa-apa. Dia pasti mau menunggumu. Lagipula, Arianna justru akan sedih kalau kau justru meniggalkan tugasmu hanya untuk menemuinya."

Aku pun tersenyum. "Kau benar," balasku akhirnya. "Sekarang, ayo kita bagi kelompoknya. Ada tugas apa hari ini?"

Maya pun ikut tersenyum dan membalas, "Ayo. Hari ini kita akan mengerjakan tugas matematika."

Kami pun pergi ke depan dan memulai kerja kelompok itu. Pertama-tama, kami membagi kelompok kelas menjadi enam kelompok, satu kelompok berisi empat orang. Kemudian, kami mulai mengerjakan tugas matematika bersama-sama.

"Jangan bohong! Itu pensilku, tahu!"

Aku terkejut mendengar seruan itu. Dari sudut kelas, aku bisa melihat ada dua orang gadis yang saling tatap dengan tatapan penuh kebencian yang membuatku takut. Sebagai seorang ketua kelas, dengan tanggap aku segera mendekati mereka.

"Ada masalah apa ini?" Tanyaku pada salah satu orang yang ikut berkerumun di sana.

"Amarilly bertengkar dengan Heona tentang pensil. Pensil berwarna biru laut itu pemberian mendiang kakak Heonna. Minggu lalu, dia meminjamkannya pada Amarilly, tapi sampai sekarang belum dikembalikan juga. Heona pun memutuskan untuk menagihnya dari Amarilly, tapi ternyata Amarilly sudah merusaknya. Heona marah mengetahui hal itu dan akhirnya mereka bertengkar, deh," ceritanya.

A Fake RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang