My Life Without Elsa #2

117 6 0
                                    

Jadilah aku dan Lisa berpacaran. Kami menjadi sangat dekat dan Lisa selalu menempeliku kemana pun aku pergi. Aku benar-benar risih dengan sikapnya itu. Bahkan ketika pulang sekolah, aku harus mengantarnya pulang sampai stasiun. Benar-benar merepotkan. Ketika dia sudah sepenuhnya pergi dari hadapanku, aku langsung melesat menuju rumah Elsa. Kami pun mengobrol di kebun Elsa seperti yang biasa kami lakukan.

"Tumben sekali kau baru pulang jam segini. Habis dari mana saja kau?" tanya Elsa dengan nada menyindir sambil memberiku buah apel yang tampak sangat lezat.

"Aku habis mengantarkan si berisik Lisa," balasku dengan lesu dan entah kenapa nafsu makanku tadi langsung menghilang.

"Lho? Memangnya kalian punya hubungan apa kok sudah berani mengantarkan pulang?" Elsa bertanya kembali dengan nada bingung sekaligus heran.

"Istirahat tadi Lisa menembakku, aku menerimanya, dan kami menjadi pacar," balasku dengan lebih murung. Aku jadi sangat menyesali perbuatanku tadi.

"Kalau kau segitu menyesalinya, kenapa kau tidak menolaknya sejak awal? Kalau sudah begini bakal repot untuk memutuskan hubungan kalian. Apalagi, Lisa itu tipe cewek yang tidak mudah menyerah dan sangat keras kepala. Tapi, selamat, ya, kalian sudah pacaran. Dengan begitu, kau semakin tidak mungkin untuk dekat-dekat denganku," balas Elsa dengan begitu kejamnya dengan wajah berseri-seri.

"Kenapa kau bersikap sekejam itu padaku?" tanyaku sambil melempar tatapan kesal pada Elsa.

"Ah, kesampingkan saja hal itu," Elsa mengibaskan tangannya padaku seolah menganggap itu tak penting. "Ngomong-ngomong, kau sudah tau kalau sebentar lagi akan ada festival? Kelasmu akan membuat apa?" tanya Elsa, mengalihkan topic pembicaraan.

"Oh, tentang itu akan dirapatkan besok Sabtu. Kau sendiri bagaimana? Apa kau tetap akan pergi ke rumah Andika meski sebentar lagi festival? Sebagai seorang murid teladan sekaligus seorang ketua kelas, kau tak mungkin berbuat begitu, 'kan?" aku justru balik tanya.

"Tentu saja aku tidak sekejam itu. Aku akan menelepon Shena kalau aku tidak bisa datang untuk menjenguknya. Tapi, aku takkan bilang-bilang kalau ada festival di sekolah. Dia pasti akan langsung datang menolongku karena tau aku pasti akan memaksakan diri," balas Elsa dengan santai.

"Kalau aku jadi Andika, sudah pasti aku bakal melakukan hal yang sama. Kau ini mengerikan sekali, sih, kalau dalam urusan menolong orang lain," komentarku, sependapat dengan apa yang kemungkinan besar dilakukan Shena nantinya.

"Lagipula, kalau sampai Shena pergi ke sekolahku, semua orang pasti akan menjadi ribut karena ketampanan dan kesempurnaannya itu. Itu bisa membuat kehidupan sekolahku kacau," balas Elsa dengan senyum ceria. "Ngomong-ngomong, kelasku akan kupaksa untuk membuat café saja. Aku pasti sudah akan disibukkan dengan penampilan dari klub dramaku."

Oke, berkat kata-kata Elsa di hari itu, aku memutuskan untuk menemui Shena di sekolahnya pada esok hari. Dikarenakan aku adalah cowok keren yang liar, aku bisa bebas membolos kapan pun kumau dan itu tak akan merusak image-ku. Berbeda dengan Elsa, dia pasti tak mau mencobanya.


A Fake RelationshipWhere stories live. Discover now