A Words from Shena

86 6 0
                                    


Besok Seninnya, aku mengajak Elsa mengobrol di atap. Seperti sebelumnya, aku merahasiakan pertemuanku dengan Elsa hari itu dari semua orang, terutama Lisa. Bisa gawat kalau sampai ketahuan aku masih berhubungan dengan Elsa, meski kami hanya membahas tentang Shena.

"Jadi, ada perlu apa kau memanggilku ke atap?" tanya Elsa padaku lalu mulai memakan bekalnya.

"Aku ingin membicarakan tentang Sabtu kemarin. Itu semua akting, 'kan?" aku langsung melempar pertanyaan yang menembak hati Elsa dan sukses membuatnya terkejut sampai dia tersedak makanan lalu buru-buru meneguk jus yang dibelinya.

"Kau baik-baik saja?" tanyaku dengan ekspresi datar tanpa rasa khawatir sama sekali.

"Kenapa tiba-tiba kau menyinggungnya?" tanya Elsa dengan lirih karena (mungkin) tenggorokannya masih sakit gara-gara tersedak tadi.

"Habis reaksimu hari itu janggal banget. Sepanjang hidupku, baru kali itu aku menemui cewek yang justru memasang tampang super bahagia di saat cowok yang disukainya yang demi mendapatkannya kau berjuang banyak mengatakan kalau hendak menyatakan perasaannya pada seorang gadis yang dia itu sahabatmu sendiri. Padahal, kalau itu cewek lain, mereka sudah pasti bakalan ngamuk ke cowok itu dan enggak mau bicara dengan cowok itu lagi," balasku, masih merasa kesal dengan kejadian kemarin.

"Jelas saja itu cuma bohongan. Memangnya aku bodoh? Kok justru senang cowok yang disukai mau menembak rival terbesarmu?" balas Elsa dengan muka mengejek.

"Jangan-jangan kamu menangis semalaman karena hal itu?" tebakku dengan paras mengejek, membalas ejekannya tadi.

"Aku tidak bisa melakukannya. Usai kepulanganmu, aku bermain di rumah Shena sampai larut malam bersama keluarganya. Setelah itu, sesampainya di rumah, aku langsung tidur karena capek bermain dengan Shena setelah sekian lama tidak melakukannya. Lagipula, sekalipun aku tidak ada acara dengan pemuda itu, aku tetap tidak akan menangis. Soalnya, aku merasa sedih tapi tidak bisa menangis. Dari dulu aku selalu begitu, kok. Jadi, kau tidak perlu khawaatir," balas Elsa dengan wajah penuh kemenangan.

"Masalahnya enggak cuma sampai situ, kan? Terus, waktu hari Minggu minggu depan, kau mau bagaimana?" tanyaku, membuat Elsa kembali terkejut.

"Aku akan berjuang sebisaku. Cukup mudah, kok. Tinggal menahan diri dan pasang senyum sepanjang waktu. Itu persoalan yang gampang diatasi untuk ukuran Arianna!" balas Elsa dengan bangga dan enteng.

"Dasar kau ini," komentarku dengan wajah kecewa. "Apa sepanjang hidupmu kau pernah menyatakan perasaanmu pada Andika?"

"Pernah, kok. Sekali," balas Elsa dengan datar.

"He?! Serius, tuh!" seruku terkejut sekaligus merasa sakit.

"Aku menyatakannya usai upacara kelulusan di SMP. Aku bilang kepadanya, bahwa sejak pertama aku bertemu dengan dirinya, aku jatuh cinta. Dan jawabannya begitu menyebalkan. Dia menjawabnya dengan senyum menawan seperti biasanya dan menjawab, 'Sebagai teman baikmu sejak lama, aku juga sangat menyukaimu'. Aku begitu kecewa saat mendengarnya karena sepertinya dia menangkapnya kalau aku menyukainya sebagai teman. Hanya itu," cerita Elsa dengan sangat sedih.

"Ngomong-ngomong, klub drama mau menampilkan apa?".

"Drama klasik, kok. Cerita tentang Putri Duyung Ariel," balas Elsa dengan datar. "Aku yang jadi Ariel-nya. Rasanya sangat capek, sudah percakapannya luar biasa banyak, kami akan tampil setiap hari dua kali. Aduuh".

"Lho? Nanti kau pakai kostum duyung, dong," tebakku.

"Untungnya tidak. Aku mendesak ketua klub drama supaya para pemeran duyung tidak usah memakai kostum duyung. Habis, nanti jadinya membingungkan dan merepotkan," balas Elsa dengan ekspresi puas.

"Kelasmu sendiri pada akhirnya membuat apa?" tanya Elsa balik padaku.

"Rumah hantu," balasku dengan singkat. "Elsa, aku mau melihat pertunjukanmu di hari yang sama dengan Andika, gimana?"

"Boleh saja. Aku senang kalian mau menonton," balas Elsa dengan senang.

Hari-hari pun berlanjut. Kamis pun tiba. Di hari pertama Festival dimulai, suasana menjadi sangat ramai. Semua tempat penuh. Yang menjadi tujuan teramai jelas saja kelasku yang menyajikan rumah hantu dan pertunjukan drama bergenre romance yang lain dari yang lain yang dibuat oleh klub drama yang ditunjukkan hanya sehari dua kali.

Aku dan Elsa benar-benar disibukkan oleh tugas kami masing-masing. Aku mendapat tugas sebagai seorang hantu, jadi tidak ada waktu senggangnya. Sementara itu, Elsa yang menjadi Ariel, si putri duyung (tanpa ekor), jelas saja tidak punya waktu istirahat. Begitu pertunjukan selesai, sudah pasti dia sangat kelelahan dan langsung beristirahat sampai pertunjukan selanjutnya dimulai.

Aku sedikit sedih, sih. Gara-gara festival ini, aku jadi jarang bermain dengan gadis yang kusuka itu. Tapi, akhirnya pada hari Sabtu, aku tidak ada tugas dan dengan cepat menemui Elsa di ruang istirahatnya. Kebetulan sekali, dalam perjalanannya ke sana, aku berpapasan dengan Elsa. Dia sedang menerima telepon dari seseorang dan berdiri menghadap jendela. Saat itu, sinar mentari yang terang menyiraminya, membuatnya tampak seperti seorang gadis yang dewasa.

"Hee, selamat, ya! Semoga hubungan kalian langgeng! Jangan lupa kenalkan dia ulang padaku, tapi sebagai pacar, ya!" kata Elsa pada orang di seberang telepon dengan senyum lebar menyenangkan yang tampak kosong tanpa makna. Tumben sekali dia memasang ekspresi seperti itu. Siapa ya yang sedang berbicara dengannya di telepon?

"Aku tunggu kedatanganmu! Bye!" Elsa menutup telepon dan ekspresinya berubah menjadi suram seketika.

Dia menatap ke luar jendela dengan sorot mata sedih dan berbisik dengan pelan kepada alam, "Memang sudah sewajarnya dia tak akan pernah menjadi milikku. Percuma saja aku berjuang sejauh ini." Lalu, dia berbalik dan mata kami saling bertemu pandang.

"Ah, Reita! Ada perlu apa?" Dia memasang senyum seolah yang tadi terjadi padanya hanyalah kejadian dalam mimpi yang sampai kapan pun tak akan menjadi kenyataan. Meski begitu, ada yang berbeda dengan dia kali ini. Senyumnya kala itu tampak kosong tanpa makna. Aku jadi benar-benar heran. Ada apa?


A Fake RelationshipNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ