The Real Elsa

75 6 2
                                    


Mari kita percepat saja ceritanya. Bulan demi bulan terus berlalu. Akhirnya, tiba juga hari ini, hari pertama tahun ajaran baru. Aku berangkat lebih pagi dari biasanya dan tiba di sekolah cukup awal. Tahun ini, aku ada di kelas 2-1. Seperti di kelas 1, urutan kelasnya berdasarkan nilai rapor siswa. Aku sangat senang bisa sekelas dengan Elsa dan dengan cepat berlari menuju kelasku.

Aku sedikit kecewa ketika tahu kalau ruang itu dipenuhi murid-murid tanpa ada Elsa di antara mereka. Tumben sekali. Biasanya, dia datang lebih awal dari yang lain. Tapi, kali ini sampai apel pagi untuk tahun ajaran baru aku tidak menemukan gadis unik itu. Saat kembali ke kelas usai apel, aku langsung membeku dengan apa yang kutemukan di sana. Ada seorang gadis dengan rambut berwarna susu dikucir satu yang berwajah tajam sedang duduk dengan santainya di meja yang ada tepat di tengah kelas. Meski jauh berbeda, firasatku bilang kalau itu adalah Elsa. Apa gara-gara ditolak kau sampai sedepresi itu, sih?

Hebatnya, dengan wujudnya yang seperti itu, semua anak kelas kecuali aku tidak ada yang tahu kalau itu adalah Elsa dan mengiranya sebagai seorang murid baru. Setelah itu, guru masuk kelas dan kami memperkenalkan diri dengan gaya masing-masing secara urut dari depan. Yang paling unik dan bikin heboh adalah perkenalan diri Elsa.

"Salam kenal, mungkin banyak dari kalian sudah mengenal diriku, tapi aku tetap akan mengenalkan diri. Namaku Elsa, Arianna Elsa. Jika kalian berbicara denganku, tolong panggil aku Elsa," kata Elsa memperkenalkan diri dengan ekspresi ceria yang tidak pernah ditampakkan olehnya secara terbuka di kelas.

"Apa?! Bohoong! Masa' itu Elsa? Beda banget dengan yang biasanya!" komentar-komentar seperti itu terdengar di seisi kelas yang intinya cuma satu, yaitu ketidak percayaan.

"Tolong simpan komentar dan pertanyaan kalian dahulu. Nanti ada waktu tersendiri untuk hal seperti," kata Elsa dengan tatapan dan logat yang sama sangat dinginnya ke seisi kelas.

"Ini sih parah banget. Apa yang terjadi padamu, Elsa?" tanyaku dalam hati penuh rasa khawatir.

"Hobiku berbuat segala sesuatu yang bisa membuatku senang. Hal yang kusukai adalah melihat orang yang kusukai bahagia dan hal yang kubenci adalah melakukan urusan merepotkan demi kelas," Elsa melanjutkan perkenalannya dengan fakta-fakta yang sukses membuat seisi kelas semakin bingung, heran, dan khawatir.

"Oh, hampir saja lupa! Untuk semuanya, baik kepada guru, teman sekelasku, juga seluruh warga seisi sekolah, aku ucapkan permintaan maaf sebesar-besarnya karena sudah membohongi kalian semua. Sebenarnya, ini sosok asliku. Aku berwujud seperti itu karena suatu alasan. Sekali lagi, tolong maafkan aku," kata Elsa dengan penuh penyesalan lalu membungkuk dengan hormat dan sopan kepada kelas.

Aku mengangkat tanganku dan bertepuk tangan untuk gadis itu sambil menyunggingkan senyum penuh pengertian padanya. Seisi kelas satu persatu mengikutiku dan akhirnya kelas menjadi riuh oleh tepukan tangan itu. Elsa menatap wajahku balik dan ekspresinya langsung berubah menjadi lega. Sepertinya dia khawatir kalau teman-temannya akan membencinya karena hal ini.

"Kenapa kau tiba-tiba memutuskan untuk merubah gayamu?" tanyaku pada Elsa saat istirahat sudah tiba.

"Memangnya kenapa? Jelek? Kau tak suka?" tanya Elsa dengan sinis padaku.

"Bukan begitu. Aku sendiri senang melihat dirimu yang seperti ini. Tapi, tetap saja aku ingin tahu atas alasan apa kau tiba-tiba melakukan ini," balasku.

"Aku tersadarkan oleh kata-kata Shena. Aku sekarang merasa kalau yang kulakukan dengan sekeras itu hanya percuma. Lagipula, tidak baik kalau terus memaksakan diri. Tidak ada salahnya sesekali mencoba jujur kepada diri sendiri, 'kan?" balas Elsa dengan logat yang begitu ringan dan santai.

"Elsa, apa kau masih menyukai Andika?" tanyaku memastikan.

"Sepertinya masih. Tapi, aku akan berusaha merubah 'rasa sayang kepadanya sebagai cowok' itu menjadi 'rasa sayang terhadap sahabat'. Setelah itu, secara pelan-pelan, aku akan mencoba mencari cinta yang baru," jawab Elsa penuh optimisme.

"Arya!" seruan Lisa dari kejauhan mengejutkanku dan Elsa. Saat kami menoleh, kami mendapati Lisa sedang berlari menuju kami dengan semangat. Aku dan Elsa saat itu langsung memasang ekspresi yang sama dan memikirkan hal yang sama: "Gawat!"

"Arya, siapa gadis ini?" tanya Lisa sambil melempar tatapan tajam ke Elsa dan menggaet lenganku.

"Separah itu kah perubahannya Elsa sampai-sampai kau tidak mengenalinya?" batinku dengan syok dan kurasa Elsa memikirkan hal yang sama.

"Hai, Lisa. Ini aku, Elsa. Aku jadi beda banget, 'kan?" Elsa menjawab pertanyaan Lisa yang harusnya kujawab dengan bangga.

"Eh?! Bohong! Elsa yang kukenal tidak akan mau bicara denganku, sekalipun dia mau pasti dia bicara dengan logat seperti seorang ratu, sikapnya tidak sekasar kamu, dan rambutnya tidak digaya seperti itu!" Lisa membantahnya dan menjelaskan sosok Elsa yang sebenarnya dengan sangat detail.

Elsa terkejut akan reaksi Aira dan ekspresinya seolah bilang, "Aku yang biasanya seelegan itu, ya?". Lalu, tawanya meledak dan dia cekikikan dengan sangat geli. "Aduh, Lisa. Itu sosok bohonganku. Sebenarnya, aku seperti ini. Mau percaya atau tidak, inilah kenyataannya," balas Elsa dengan bangga.

"Waah! Kalau begitu, mulai sekarang kita bisa bermain bersama, 'kan?" tebak Lisa dengan penuh semangat.

"Aku menolak," tolak Elsa sambil melempar tatapan yang sama dinginnya dengan ucapannya.

"Woi! Halusin dikit logatmu!" seruku kesal sambil menjitak kepala Elsa dengan kesal.

"Katanya aku lebih baik bebas dan terbuka begini. Kenapa justru sekarang kau memarahiku?" protes Elsa sambil mengelus-elus kepalanya yang kujitak.

"Emang, sih. Tapi enggak gini juga, kali," balasku.

Yah, tapi sebenarnya aku merasa sangat senang dengan dirinya yang baru ini. Memang Elsa lebih baik dalam sosonya yang bebas tanpa beban. Mungkin akan berat di masa peralihan ini, tapi kuharap dirinya tak menyerah di tengah jalan dalam menjadi dirinya yang sesungguhnya.

rwPֻ

A Fake RelationshipWhere stories live. Discover now