VII

557 77 26
                                    


Lagi-lagi waktu, waktu, dan waktu. Ia selalu saja berputar, mengalir, menebas dengan begitu cepat. Tak terasa, tahu-tahu ia telah meninggalkan bekas luka tanpa pernah bisa dikembalikan seperti sebelumnya.

Jam 00:37 dini hari. Tak terdengar suara apapun selain keheningan malam nan sendu setelah guyuran hujan tadi siang. Di sisi lain, seorang gadis dengan tak keruannya melakukan hal-hal yang ya ... tidak jelas apa maksudnya. Buka ponsel, berbaring, memejamkan mata, menutupnya dengan bantal, bangun kembeli, melamun, dan ... terus saja terulang.

Sampai, ia diam dalam satu posisi. Meringkuk di atas kasur sembari membuka ponselnya. Tak lama, bukannya tertidur atau apa, ia malah menangis. Well, ada sebuah foto baru saja lewat di linimasa instagram miliknya.

Lagi. Kenyataannya caption yang tertulis yang membuatnya seperti itu.

Why when the end almost comes everything becomes beautiful. Three days left.

Sesuatu seolah menekan dadanya dalam-dalam. Itu terasa amat menyakitkan. Lagi, lagi, dan lagi. Tak ada hal lain selain air mata yang meresponnya.

Kau bahkan tak memberikanku kesempatan sedikit pun buat bertemu, bilang makasih, atau maaf. Kau tahu? Itu menyakitkan, Bodoh!

***

Di saat kebanyakan mahasiswa lain di kelasnya senang saat mendapat libur. Firza hanya bisa merutuki semua dosennya. Mengapa? Karena setidaknya, kalau ia pergi ke kampus. Masih ada harapan bertemu dengan Raafi berhubung angkot yang menuju rumah Raafi ada di dekat kampusnya.

Oke, ia harus menyelesaikannya. Ia tak mau menyesal. Dan entah kenapa ... ia punya firasat kalau ia harus pergi ke SMA-nya walau libur. Ada sesuatu yang menunggunya di sana.

Setidaknya ... jangan sampai mama dan yang lainnya tahu tentang kekacauan yang terjadi dalam dirinya. Karena sejujurnya ini memalukan.

Menangis karena cinta yang tak jelas itu memalukan. Harusnya kau sadar dengan umurmu. Kau hanya seorang gadis berumur 18 tahun yang tak tahu arti cinta sebenarnya.

Walau pada akhirnya tangisan itu terus saja terlahir kembali.

***

Lita : Kaaa, ada Karaafi di sekolaaaah! Cepet ke sini!

Firza langsung terbangun dari posisinya begitu chat dari Lita masuk. Ah, chat itu dikirim 15 menit yang lalu ternyata. Dan....

Firza : Eh?

Lita : Demiiii

Firza : Ngapain

Lita : Katanya liat-liat

Firza : Kuingin keluar rumah juga. Berangkat gak yaaaa

Lita : Dia beneran mau ke sana. Berangkat Selasa.

Firza : Shit, dia bisa ngitung hari nggak siiiih?!

Lita : Cepetaaaaan, kalau nggak sekarang kapan lagi? Lima tahun lagi?!

Ah ... shit, demi apapun, jangan buat dirinya bingung sendiri dan tak tahu apa yang harus dilakukannya. Tak ada banyak waktu, ia tak mau menyesal. Ia tak mau. Karena ia tahu, kalau tidak sekarang maka harus di waktu yang jauh nanti.

Karena ... ini bukan novel di mana ia bisa menghentikan heroine yang ia cintai dengan cara mengejarnya ke bandara dan membuat drama yang kalau membayangkannya saja bisa membuatnya ingin muntah.

Ini ... nyata. Dan waktu takkan secepat menunggu tulisan beberapa tahun kemudian yang tertulis dalam paper book novel kemudian sampai di masa depan.

Lagipula, tekad seorang Raafi takkan mudah goyah seperti tokoh-tokoh yang ada di cerita. Dia tokoh yang kuat dalam memegang teguh prinsipnya. Ia keras kepala dan seenaknya untuk segala yang ia anggap benar.

Ia ... akan benar-benar berangkat.

***

AFTEARS [END]Where stories live. Discover now