15. Terungkap

364 38 20
                                    

Junhong menghela nafas.

Rambutnya yang hitam panjang dari wig yang ia kenakan disisir rapih. Bayangannya di cermin, terlihat tidak sebaik seperti biasanya. Senyum yang ia ukir karena akan bertemu Jongup, terlihat tidak muncul.

Tok Tok

"Tuan Muda, maaf menganggu."

Wongjun rupanya yang muncul dari balik pintu kamar.

"Saya kemari untuk menjemput Tu—Ah, maksudnya Nona Muda"

"Panggil aku 'Tuan Muda' saja , Hyung." Ucap Junhong. Terasa lembut tapi ada rasa keberatan seakan dirinya sedang banyak pikiran. Wongjun hanya amati lelaki yg menjelma seperti tuan putri itu , dengan sangat khawatir.

"Aku akan segera turun" ungkapnya kemudian, setelah selesai menyisir rambut. Ia menghembus nafas dalam, dan kemudian bangkit keluar dari kamar.

.

.

.

.

.

.

.

"Ah senang sekali kalian sudah datang."

Gyun memberikan sapaan hangat, memberikan ciuman kiri-kanan kepada teman wanitanya. Mereka diberi sambutan sangat baik, dan diminta duduk di singgasana yang telah di sediakan cukup menu. Pastinya kalau dijual bisa seharga berpuluhan won. Yuna dan suaminya pasti tak sengaja menegak ludah kasar. Perut mereka ditahan untuk tidak berbunyi tak sopan.

Jongup duduk di bangku terujung dimana ia mendapati kursi lainnya kosong di hadapannya. Wajahnya muram, tidak semangat. Tapi tak ada yang menegurnya kenapa. Mungkin dikira hanya nerveous saja.

"Juyong sedang ada di kamarnya. Mempersiapkan diri secantik mungkin untuk bisa bertemu calon suaminya." Gyun tersenyum. Ia melirik ke putera Yuna, memberi isyarat penting. Jongup hanya tersenyum kecut.

"Tidak perlu dandan pun, Juyong pasti sudah cantik." Ucap Yuna yang kala itu ingin ikut mencairkan suasana. Sementara para koki sedang menyuguhkan makanan pembuka di mangkuk masing-masing.

Jongup mengalami kekosongan. Ia sama sekali tak tertarik dengan sup labu yang masih panas tersaji di depannya. Dalam otaknya , tergiang banyak pertanyaan, yang belum terungkap jawabannya. Itu yang membuatnya tak bisa berpikir kemana-mana lagi.

Tak lama, sebuah langkah masuk ikut di antara percakapan basa-basi mereka. Jongup seketika langsung melihat ke arah sumber suara. Keraguannya sedikit demi sedikit diobati dengan keberadaan seseorang yang baru masuk ke suasana makan sunyi ini.

Didapatinya 'gadis' muda masuk diantar seorang lelaki yang dikenalnya. Laki-laki itu—siapa lagi kalau bukan supir yang pernah mengantar Junhong kala itu ketika tak sengaja ditemui.

Junhong duduk tepat di depan Jongup. Taka da keberanian bagi Junhong mengangkat kepalanya dan melihat kea rah lelaki di depannya. Di sisi lain, Jongup justru menuntut lebih Juyong mau melihat kepadanya.

"Kalian selama sebulan ini pasti banyak melakukan pendekatan yang sangat romantic. Benar?" tanya Gyun sambil menyuap sup nya.

Jongup maupun Juyong terdiam. Suasana awkward yang tidak biasa ditemui oleh pertemuan makan malam biasanya. Jongup saja sampai disikut pinggannya oleh sang Ibu untuk segera menjawab. Tidak baik mengacuhkan pertanyaan orang lain.

"Tak apa mungkin mereka malu-malu. Haha.." Gyun tidak memberikan masalah.

"Ya memang. Remaja sekarang sulit terbuka dengan kisah kencan mereka." Yuna memberikan respon. Di dalam hati dirinya sudah kesal karena anaknya tidak bisa berlaku santun terhadap keluaarga besar dan terhormat , keluarga Choi.

My Idol, My BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang