7. Dunia ini begitu sempit

356 36 3
                                    

Chapter 7

Jongup duduk dengan perasaan khawatir. Ia sulit menghilangkan segala siluet tidak mengenakkan untuk pertemuan kedua dengan seorang gadis cantik malam itu. Ia belum punya pengalaman apapun mengajak kencan wanita secara serius, kecuali jika harus berpura-pura sekedar fanservice.

Teknik apa yang bisa ia pakai kali ini. Menebarkan kelopak bunga pada pijakannya, atau mengeluarkan sulap bunga mawar yang begitu klise sambil berucap 'Sore ini kau begitu cantik bagai bunga sakura di musim semi.' ?

"Jongup?"

Jongup berpaling dari lamunannya. Seorang gadis yang begitu cantik , tidak menyambut dengan senyum , hanya sebuah tampakan sedih dari raut wajahnya. Gadis itu selalu terlihat murung setiap kali ia temui. Apa ia baik-baik saja?

Disampingnya ada seorang pria. Setelannya sama persis seperti supir muda yang kemarin sempat berseteru dengannya. Namun kali ini lebih berumur. Ia kelihatan lebih ramah, setelah memberi salam hormat serta senyuman.

"Hai, Juyong. Kita bertemu lagi akhirnya." Jongup sedikit kaku. Suasana menjadi begitu canggung ketika dirinya mengoreksi sikap sendiri.

"Ibumu, kemana?"

Juyong merespon lemah. Matanya mengerling kemana-mana, seperti belum siap untuk berbincang jauh dengan pemuda di hadapannya. "Mungkin sedang pergi."

Mata Jongup bertemu dengan Wongjun sekedar memastikan. Pria itu mengangguk membenarkan.

Pantas saja suasana begitu sepi sedari tadi, kecuali para asisten rumah yang sedang berkeliling, pikir Jongup.

Wongjun pun ijin untuk pamit. Ia tahu bahwa tugasnya sudah cukup mengantarkan nona mudanya itu bertemu sang calon tunangan yang dibicarakan nyonya besarnya.

"Kita mau kemana?" Juyong tak suka berbasa-basi. Dengan raut datar, meminta segera kejelasan maksud Jongup. Hatinya sedang tidak merasa enak.

"Eum. Ini terlalu mendadak, bahkan aku belum siap apapun." Jongup memperhatikan penampilannya. Ia ingin menggerutu bahwa pakaiannya tidak sebaik dan semewah untuk bersanding dengan gaun cantik Juyong. "Aku bahkan tidak punya mobil limosin, dan sebuket bunga mawar."

Ppfft

Juyong tergelak.

"Kupikir kau artis , cukup banyak uang untuk punya mobil."

Jongup mengekeh, lega dengan perubahan sikap Juyong. "Ah, soal itu. Karena aku member termuda, aku belum diijinkan punya mobil."

Juyong tergelak kembali mendengarnya.

"Kenapa kau terus menertawakanku?"

"Entahlah. Mungkin karena kau lucu."

"Setelah sebelumnya kau terlihat sedih tadi."

Juyong hanya menarik kaku kedua ujung senyumnya. Seolah dirinya pun tak tahu kenapa selalu merasa sedih dengan kehadiran Jongup beserta penampilannya seperti ini. Ia dilingkupi rasa malu, tapi keberadaan Jongup benar membuatnya tak kembali merasa menyedihkan.

"Aku ingin ajak kau ke suatu tempat. Pakai taxi, tidak apa?"

Juyong lalu berangguk kepala. Taxi menurutnya tidak terlalu buruk, setelah sekian lama ia diantar jemput oleh supir sendiri.

Jongup segera menghubungi taxi untuk menjemput keduanya di rumah besar tersebut. Selagi ia sedang bercakap di handphone, Juyong hanya mengamati punggung datar Jongup dengan perhatian serius. Pikirannya mendadak teringat pada konser semalam.

"Sepertinya taxinya sudah datang." Jongup menegur Juyong yang sedang luput akan lamunannya. Ia tidak bereaksi apapun. "Juyong?"

Juyong dikejutkan pada panggilan padanya. Dilihat wajah Jongup mengkhawatirkannya. "Ah. Ba—baiklah."

My Idol, My BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang