7. Protective Brothers.

29K 1.6K 41
                                    

"Assalamualaikum" ucap Ayra yang baru saja pulang dari taman. Arzan menghampiri Ayra yang baru saja ingin naik tangga.

"Dek! Tunggu dulu" Ayra menoleh sambil mengernyit bingung. "Kamu ada masalah apa sama Iden?" Tanya Arzan. Ayra menahan untuk memutar bola matanya.

"Lagi males ah. Udah besok aja" ucap Ayra. Ayra kembali melangkah tapi tanpa diduga Arzan menahan tangan Ayra dan menariknya untuk duduk di sofa.

"Cerita sekarang biar cepat selesai!" Perintah Arzan. Bagi penghuni rumah perintah Arzan adalah perintah mutlak yang harus di lakukan dengan segera.

"Iya. Aku ngambek sama bang Iden karna bang Iden nurunin aku dijalan karna ada pacarnya" jawab Ayra. Arzan menghembuskan nafas.

"Kan Iden udah biasa nurunin kamu" ucap Arzan seperti membela Aiden.

"Oh! Abang bela bang Iden? Ok, fine! Emang yah gampang menyimpulkan, coba abang jadi aku. Diturunin dua kilo meter dari sekolah. Dan aku jalan ke sekolah sampai telat, sampai disekolah aku disuruh bersihin ruang OSIS sendirian. Dan abang masih belain bang Iden? Hahah, cukup tau aja bang" emosi Ayra. Memang hari pertama datang bulan sangat berpengaruh dengan emosi.

"Ayra, abang bukan belain Iden. Tapi Kan kamu udah sering diturunin Iden. Abang gak tau kalau itu dua kilo meter dari sekolah kamu. Abang Minta maaf, dan nanti abang bakalan hukum Iden" ucap Arzan sehalus mungkin agar adiknya tenang.

"Terserah abang. Ayra capek" Ayra meninggalkan Arzan sendiri diruang keluarga. Ia masuk ke kamarnya dengan emosi yang masih tertinggal.

"Selalu aja menyimpulkan sesuatu tanpa tau yang sebenarnya. Dikira enak apa diginiin" gumam Ayra. Ayra membanting tubuhnya di kasur. Ia menenggelamkan wajahnya pada bantal.

Tok.. Tok.. Tok!
Ayra mengangkat wajahnya. Ia menatap pintu kamarnya sebal. "Masuk aja! Gak di kunci" ucapnya. Setelahnya masuklah Hanif dengan senyum mendeduhkannya.

Hanif duduk dibibir kasur Ayra. Ia mengelus rambut Ayra. "Ngambek lagi?" Tanya Hanif. Ayra kembali menenggelamkan wajahnya dibantai. "Udah gede masih aja ngambek-mgambekkan" goda Hanif.

Ayra mengangkat wajahnya. "Tapi Ayra kesel! Bang Iden mentingin pacarnya dari pada aku. Baru juga pacaran ntar kalo udah nikah aku ditelantarin gitu?" Balas Ayra. Hanif menggeleng melihat adiknya yang masih di anggap bocah TK.

"Udah dong ngambeknya. Tadi bang Arzan udah janjikan bakalan hukum Iden? Selesai bang Arzan hukum Iden, kamu harus baikan sama Iden" ucap Hanif.

"Males" ketus Ayra. Hanif kembali mengelus rambut Ayra.

"Gak boleh gitu. Apalagi kamu sama Iden kan saudara, masa musuhan? Emang kamu mau nanti di akhirat masuk neraka karna musuhan sama saudara kandung sendiri?" Ceramah Hanif.

Ayra mendengus malas. "Yaudah! Liat nanti aja deh!" Jawab Ayra dengan nada sedikit tak suka. Hanif kembali menggeleng.

"Yaudah kamu istirahat dulu. Oh iya, kamu udah makan?" Tanya Hanif.

"Udah" jawab Ayra seadanya.

"Makan dimana? Perasaan malam ini jadwal Miyaz masak dan dia lagi pemotretan pulangnya besok" tanya Hanif.

"Makan di warung nasi goreng depan" jawab Ayra.

"Sendiri?" Tanya Hanif untuk yang ketiga kalinya.

"Gak. Berdua sama Ataya" jawab Ayra. Hanif memelototkan matanya. "Jangan Kepo! Aku cuma makan sama Ataya" sela Ayra saat Hanif ingin bersuara.

Hanif pun keluar sambil bergumam aneh. Ayra berguling-guling dikasurnya, ia sedang mencoba untuk tidur. Tapi yang terjadi malah matanya semakin bertambah semangat untuk terbuka.

Protective Brothers. (END)Where stories live. Discover now