3. Bertemu Kembali

12.1K 243 0
                                    

Paris, Perancis.

Semalam adalah masa terburuk dari sekian banyaknya masa yang pernah Lyora lalui. Karena untuk pertama kalinya ia harus merasakan pedih yang ditimbulkan oleh takdir yang dinamakan cinta. Kejadian semalam bagaikan mimpi buruk bagi Lyora, mimpi yang sangat buruk. Gadis itu tidak pernah menyangka akan mengalami semua ini. Bahkan untuk membayangkan dan memikirkannya saja tak pernah.

Lyora mengira bahwa Virgo adalah sumber kebahagiannya, tapi ternyata gadis itu membuat penilaian yang salah. Ternyata yang Virgo inginkan hanyalah tubuhnya, bukan yang lainnya. Pernah sempat berfikir bahwa kejadian semalam ada baiknya juga, karena Lyora segera tau bagaimana perasaan Virgo yang sesungguhnya terhadapnya. Meskipun rasa cinta itu sudah tumbuh bermekaran untuk Virgo tapi Lyora selalu yakin bahwa rasa itu akan lenyap secara perlahan. Walau entah kapan.

Hati Lyora selalu bertanya, Apakah seperti ini rasanya dikhianati? Apakah seperti ini rasanya dicampakkan? Apakah seperti ini rasanya disakiti? Apakah seperti ini rasanya patah hati? Tapi... mengapa sesakit ini rasanya? Rasa sakitnya sangat luar biasa bahkan sulit diungkapkan dengan kata-kata. Mungkin semua ini adalah kesalahannya, karena dulu Lyora tak pernah mengatakan: tolong jangan pernah khianati aku, tolong jangan pernah tinggalkan aku, tolong jangan pernah sakiti aku, pada kekasih yang telah mengkhianatinya itu.

Rasa sakit ini membuat Lyora selalu ingin terlelap. Ia tidak pernah menginginkan kesadaran setelah kejadian semalam. Semua itu karena Lyora yakin, jika ia membuka kedua kelopak matanya maka hal pertama yang terlintas dalam pikirannya adalah kejadian semalam. Saat Lyora melihat kekasihnya bercinta dengan wanita lain, yang mana wanita itu adalah sahabatnya sendiri.

Oh, Tuhan... Mengapa Kau biarkan gadis itu terluka? Sungguh ini membuat dadanya sesak dan sulit bernafas. Matanya selalu menitikkan air mata entah di alam sadar maupun alam bawah sadar.

"Aku membencimu, Virgo ..." rancau Lyora di tengah isak tangisnya. "Aku sangat membencimu!"

"Lyora ... Lyora!"

Seorang pria terus berupaya membangunkan gadis itu dari keterlelapannya. "Lyora, wake up!" Menepuk pipi lembut gadis itu.

Suara lembut penuh rasa cemas itu terus berupaya memanggil arwah Lyora. Hingga perlahan nyawa itu pun mulai berkumpul, membuka kedua kelopak mata sembab milik Lyora. Gelap, setengah gelap, kabur, kelopak mata itu mengerjap secara perlahan dan akhirnya penglihatan itu pun menjadi jelas. Terlihat sesosok malaikat tak bersayap tepat di depan wajah lesu itu.

Lyora mengernyit. Ah... separah inikah mimpiku? batinnya sesekali kembali mengerjap. Di usap-usap lembut kedua mata Lyora tapi sosok malaikat tak bersayap itu tak kunjung pudar.

"Mr. Guxford!?"

Gadis itu terkejut saat melihat dengan jelas siapa sosok malaikat tak bersayap itu sesungguhnya. Dan sontak saja Lyora mendorong tubuh kekar pria itu agar menjauh darinya.

"Ya? Apa kau baik-baik saja? Sejak tadi kau terus mengigau dan memukul-mukul tubuhku." Ia meletakkan rambut Lyora tepat di belakang telinga lalu beralih menangkup sebelah pipi gadis itu.

Lyora mematung, membisu dan menatap pria ciptaan Tuhan yang sempurna itu. Tampannya ... menyerupai Pangeran Arab, batinnya terkikik geli.

"Lyora?"

"Lyora?"

"Lyora!?"

Rasanya seperti ada sumbatan di dalam lubang telinga gadis itu. Sungguh ia tak menggubris apapun yang didengarnya. Lyora hanya ingin memanjakan matanya dengan melihat wajah Marteen, malaikat ciptaan Tuhan yang kasat mata.

My Coolest Guardian AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang