[16] Arti Sebuah Rasa

1.2K 842 69
                                    

Kau berhasil membuatku tersenyum. Kau juga berhasil membuat jantungku berdegup kencang, namun mengapa setelah itu kau menjauh? Mengapa ini jadi sungguh cepat? Tak bisakah kau berlama-lama sebentar lagi? Aku sudah terlalu terbiasa dengan kehadiranmu.

Surya mengulang kalimatnya sekali lagi. "Aku bilang teman aku suka sama kamu. Katanya dia mau jadi pacar kamu, kamu mau enggak?"

Shely membeku begitu saja, merasakan sesak yang tiba-tiba terasa. Ia merasa begitu miris pada dirinya yang terlalu percaya diri. Tadinya ia kira Surya akan menyatakan perasaan padanya, namun ternyata ia salah. Ia telah salah besar.

Teman kamu? Kenapa bukan kamu aja sih, Sur? Kenapa bukan kamu yang suka sama aku? Kenapa harus orang lain? Keluh Shely dalam hati, membuat dadanya kian terasa sesak saja.

"Gimana? Kamu mau enggak?" tanya Surya lagi.

"Aku enggak mau," sahut Shely cepat dengan sorot mata kosong.

"Loh? Belum tahu orangnya kok udah nolak duluan sih. Dia Prata, Shel. Dia bukan tipe orang yang bisa suka sama sembarang cewek. Tapi kemarin dia nelpon aku buat bantuin dia nyatain perasaannya ke kamu. Kamu beruntung tahu bisa dapetin orang kayak dia. Dia bukan orang yang biasa loh, Shel. Kamu juga pasti tahu itu, 'kan? Jadi gimana?"

Shely memberanikan diri mendongak, menatap Surya lurus. "Terus kenapa kalau dia bukan orang biasa? Kenapa aku harus ngerasa beruntung? Hanya karena aku orang yang biasa, bukan berarti aku enggak berhak nolak sama apa yang emang aku enggak suka, 'kan?" sahutnya mantap.

"Tapi, kenapa kamu bisa enggak suka sama dia? Padahal kalau dipikir-pikir dia tuh nyaris enggak punya celah sih. Biarpun Prata kelihatannya bad boy gitu, tapi dia sebenernya enggak gitu kok. Orang yang nilai dia kayak gitu hanya orang-orang yang enggak kenal betul sama dia. Jadi, kenapa kamu harus nolak dia?"

"Aku udah suka sama orang lain, Sur," lirih Shely, tak berani menatap Surya.

"Suka sama orang lain? Shel, kalau aku nih yah, lebih baik kamu pilih aja orang yang udah jelas-jelas suka sama kamu, daripada orang yang kamu suka tapi belum tentu dia juga ngerasain yang sama kayak apa yang kamu rasain. Ini demi kebaikan kamu juga sih, Shel. Aku rasa, kamu lebih pantes berbahagia sama orang yang udah jelas suka sama kamu, daripada kamu terus-terusan nyakitin diri kamu buat orang yang enggak peduli sama apa yang kamu rasain."

Shely menyeringai miris, merasa tertampar telak pada perkataan Surya barusan. "Kamu bener, Sur. Orang yang aku suka bener-bener enggak pantas buat aku pertahanin. Tapi, biarpun aku udah tahu kalau dia enggak peduli, aku udah tahu kalau perasaan aku ini enggak bakal kebalas." Ia mendengus kasar, mengambil jeda sebentar. "Perasaan aku tetap aja sama. Apa yang aku rasain ... Itu enggak bisa berhenti gitu aja."

Surya bergeming sejenak, seakan memahami apa yang dirasakan Shely. "Shel!" Ia menepuk pelan pundak Shely, namun cepat-cepat Shely menepisnya.

"Apa aku boleh berharap sama apa yang enggak ngeharapin aku, Sur?" Shely mendongak menatap Surya tepat. Saat itu juga bulir bening mulai terasa memanas di tepi matanya.

"Shel, kamu nangis? Tolong jangan nyakitin diri kamu, Shel! Kamu boleh berharap sesuka kamu, itu hak kamu. Tapi, tolong jangan ngorbanin diri kamu, Shel. Kamu berhak bahagia sama apa yang kamu rasain, bukan malah sebaliknya."

Shely tersenyum getir, berusaha menyembunyikan nyeri di dadanya. "Kenapa kamu harus sebaik ini sama aku sih, Sur?" tanyanya menatap Surya dalam.

"Karena kamu juga orang yang baik, Shel. Kamu tuh cewek pertama yang bener-bener bisa aku anggap sebagai teman. Kamu juga cewek pertama yang bisa buat aku bener-bener ngerasa peduli."

Knowing You [Terbit] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang